Zakiah Daradjat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
 
== Karier ==
Setelah kembali ke [[Indonesia]] pada tahun 1964, Zakiah Daradjat mengabdikan dan mengembangkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Sambil bekerja, Zakiah diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi bagi karyawan [[Kementerian Agama Indonesia|Kementerian Agama]]. Pada masa ini untuk pertama kalinya Kementerian Agama mengenal dokter jiwa untuk membantu pegawai yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah pribadiNamun, problema keluarga, dan anak-anak remaja. Karenakarena semakin banyak klien yang datang, bahkan ada yang dari kalangan bukan pegawai Kementerian Agama, ia mulai membuka praktik sendiri di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]] pada tahun 1965. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia menuturkan, "Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata saya menerima tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan." SeringkaliZakiah sayamengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa, "karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia.".{{sfn|Mahditama|2013}}
 
Pada 1967, Zakiah diangkat oleh [[Menteri Agama]] [[Saifuddin Zuhri]] sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama. Pada periode selanjutnya, Zakiah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama mulai tahun 1972, dan tahun 1977 sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
Baris 34:
Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan [[Azyumardi Azra]], Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI).{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.{{sfn|Nata|2005|pp=238}} Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai.{{sfn|Nasar|2013}}
 
SelainDi bekerjaluar aktivitasnya di lingkungan kementerian, Zakiah Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai [[guru besar]] di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=138}} Selain itu, Zakiah Daradjat sering memberikan kuliah subuh di [[Radio Republik Indonesia|RRI]] Jakarta sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran ''Mimbar Agama Islam'' di [[TVRI]] Jakarta. Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh Bintang Jasa Maha Putera Utama dari Pemerintah Rapublik Indonesia.<!--
 
/* Belum */