Penyebaran suku bangsa Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
Keadaan [[geomorfologis]] [[Nusantara]] tempo dulu sangat berbeda, dimana telah terjadi pendangkalan [[lautan]] menjadi [[daratan]]. Misalnya pantai masih dekat dengan kota [[Palembang]], demikian pula daerah Simongan, Semarang masih merupakan pantai, sedangkan kota Kudus masih berada di pulau Muria terpisah dari daratan pulau Jawa. Keadaan Geomorfologis
===Melayu (Orang Pahuluan)===
Migrasi penduduk ke pulau [[Borneo]] telah terjadi sejak tahun [[400]] yang dibuktikan dengan adanya prasasti yupa peninggalan [[Kerajaan Kutai]], Kalimantan Timur
Ketika para imigran orang [[Melayu]] (melayu kuno) tersebut yang kemudian dinamakan ''orang Pahuluan'' bermigrasi ke wilayah ini (Kalsel), mereka mendarat di sepanjang pesisir sebelah [[timur]] [[teluk]] raksasa tersebut, dan memasuki sungai-sungai yang berhulu di sepanjang sisi barat pegunungan [[Meratus]] dan mendesak ke arah hulu (pegunungan [[Meratus]]) kedudukan orang [[suku Dayak Bukit|Urang Bukit]] yang sebenarnya merupakan orang melayu kuno yang telah datang pada gelombang pertama
Di wilayah pegunungan [[Meratus]] di [[Kabupaten Balangan]] merupakan perbatasan antara wilayah pengaruh suku Dayak Maanyan dan suku Dayak Bukit, yaitu suku Dayak Dusun Balangan (Dayak Maanyan) yang tinggal hulu sungai Balangan, kecamatan [[Halong, Balangan]] di berbatasan dengan suku Dayak Pitap (Dayak Bukit) yang tinggal di hulu sungai Pitap, kecamatan [[Awayan, Balangan]].
===Dayak Maanyan===
Baris 15:
===Orang Batang Banyu===
Permukiman orang Pahuluan yang semula merupakan daerah pesisir terletak tidak jauh pantai, sekarang menjadi wilayah sepanjang kaki pegunungan Meratus yang sekarang menjadi kota-kota Tanjung, Paringin, Batu Mandi, Birayang, Barabai, Pantai Hambawang ([[Distrik Labuan Amas|Labuan Amas]]), Rantau, Binuang, Karang Intan, Pelaihari dan sebagainya. Setelah sekian lama berlalu, sebagian Orang Pahuluan akhirnya bermigrasi ke arah hilir menuju dataran rendah berawa-rawa di lembah sungai Negara (Batang Banyu) yang telah mengalami pendangkalan.
Pada abad ke-14 di wilayah tersebut terbentuk kerajaan yang didirikan Ampu Jatmika, saudagar dari negeri [[Keling]] yang membawa [[agama]] [[Hindu]] dan mendirikan [[Candi Laras]] di daerah [[Distrik Margasari|Margasari]], selanjutnya setelah menaklukan daerah lima aliran sungai yaitu Batang Alai, Tabalong, Balangan, Pitap dan Amandit yang dinamakan daerah [[Banua Lima]], dia kemudian menaklukan wilayah perbukitan yang dihuni orang Bukit (keturunan melayu kuno) dan orang Maanyan (keturunan [[Ot Danum]]). Setelah itu dia kemudian mendirikan [[Candi Agung]] di [[Distrik Amuntai|Amuntai]]. Candi-candi tersebut didirikan dengan tiang pancang ulin maupun dengan teknik konstruksi kalang sunduk yang menyesuaikan dengan kondisi tanah lahan basah yang selalu terendam di kala air pasang.
Sekitar tahun [[1362]] wilayah ini menjadi taklukan [[Majapahit]]. Inilah pemukiman masyarakat pendatang dengan pusat keraton yang memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan penduduk asli. Hunian di tepi [[sungai Negara]] ([[sungai Bahan]]) ini semula terpisah dengan pemukiman orang Pahuluan, orang Bukit maupun orang Maanyan tetapi oleh diffusi kebudayaan keraton Hindu yang dianggap sebagai kebudayaan lebih maju pada jamannya, maka etnis penduduk yang lebih asli tersebut ikut
Masyarakat kerajaan Hindu inilah yang juga menjadi cikal bakal [[suku Banjar]] yang mungkin dapat kita namakan sebagai orang Hindu Batangbanyu (orang Banjar Hindu). Bahasa yang digunakan di wilayah Batangbanyu sejak abad ke-13 telah mendapat pengaruh bahasa Jawa-Majapahit misalnya kata lawang, anum yang berasal dari [[bahasa Jawa]], sedangkan orang Bukit yang tinggal di pegunungan jauh dari pesisir tetap menggunakan beberapa kosa kata bahasa Melayu seperti pintu, muda, dinding, kunyit, padi, balai, dan sebagainya. ===Banjar===
Wilayah '''Batang Banyu''' di [[Hulu Sungai]] yaitu daerah tepian [[sungai]] Negara dari [[Kelua, Tabalong|Kelua]] hingga muaranya di sungai Barito terdiri dari [[Margasari]] dan wilayah [[Banua Lima]] terdiri dari kota-kota [[Distrik Kelua|Kelua]], Sungai Banar, [[Distrik Amuntai|Amuntai]], [[Distrik Alabio|Alabio]], dan
Dari wilayah inilah "masyarakat Batangbanyu" dipimpin salah seorang bangsawan pelarian dari Kerajaan Hindu ([[Kerajaan Negara Daha]]) bermigrasi ke [[hilir]] membentuk pusat [[kerajaan]] baru dekat [[muara]] sungai [[Barito]] yaitu di kampung Banjarmasih yang merupakan "enclave" perkampungan masyarakat pendatang terdiri dari orang Melayu dan orang Jawa. Perkampungan ini terletak diantara mayoritas perkampungan orang Barangas (Ngaju), selanjutnya berdatangan imigran pendatang baru secara bergelombang hingga terbentuklah '''[[Kerajaan Banjar|Kesultanan Banjarmasih]]''' yang juga menimbulkan diffusi kebudayaan keraton kepada masyarakat sekitarnya yang kebanyakan terdiri dari orang Barangas yang merupakan keturunan [[suku Dayak Ngaju]].
Dengan berdirinya Kesultanan Banjar maka sesudah tahun [[1526]] terbentuklah masyarakat yang disebut orang '''Banjar''' (Kuala) yang merupakan [[amalgamasi]] dari unsur-unsur [[Melayu]], [[suku Jawa | Jawa]], [[Suku Dayak Bukit | Bukit]],[[ suku Dayak Maanyan | Maanyan]], [[suku Dayak Ngaju | Ngaju]] dan suku-suku kecil lainnya. Islamisasi ke pedalaman ([[Hulu Sungai]]) begitu intensif sesudah tahun 1526, dan wilayah [[Kerajaan Negara Daha]] berhasil ditaklukan sepenuhnya. Sejak tahun 1526 pusat Kerajaan Negara Daha ini dipindahkan oleh Maharaja Tumenggung ke daerah [[Distrik Batang Alai|Alai]] di pedalaman. Berita dari [[Kesultanan Pasir]] mengatakan bahwa karena kemelut yang terjadi di kearajaannya sekitar tahun [[1565]], pelarian dari kerajaan Kuripan-Daha ini yaitu Tumenggung Duyung dan Tumenggung Tukiu telah mendirikan kerajaan Sadurangas (Pasir).
Dengan diterimanya agama Islam oleh orang Pahuluan dan orang (Hindu) Batangbanyu sesudah tahun 1526 maka sebutan orang Batangbanyu dapat kita namakan orang Banjar Pahuluan dan orang Banjar Batangbanyu, sedangkan orang Bukit (urang Bukit) yang sebenarnya masih keturunan Melayu (melayu kuno) tetap teguh mempertahankan agama suku dan belum menerima agama Islam, maka mereka dikategorikan sebagai "dayak" dengan sebutan Dayak Bukit. Orang Maanyan yang sejak semula menganut agama Kaharingan memang penduduk asli [[Borneo]] (orang [[Dayak]]), yaitu keturunan Dayak rumpun Ot Danum.
Baris 49 ⟶ 51:
===Pembagian Suku Banjar===
Sebutan Orang Banjar mulai digunakan sesudah tahun 1526 sejalan dengan proses islamisasi di wilayah inti [[Kesultanan Banjar]] sehingga terbentuklah 3 kelompok suku Banjar berdasarkan persfektif historisnya dengan melihat kawasan teritorialnya dan unsur pembentuknya maka suku Banjar dibagi menjadi :
* '''Banjar Pahuluan''' adalah campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri kelompok)
* '''Banjar Batang Banyu''' adalah campuran Melayu, Maanyan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Maanyan sebagai ciri kelompok)
* '''Banjar Kuala''' adalah campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Ngaju sebagai ciri kelompok)
Dengan mengambil pendapat [[Idwar Saleh]] tentang inti suku Banjar, maka percampuran suku Banjar dengan suku Dayak Ngaju/suku serumpunnya yang berada di sebelah barat Banjarmasin ([[Kalimantan Tengah]]) dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Kuala juga. Di sebelah utara [[Kalimantan Selatan]] terjadi percampuran suku Banjar dengan suku Maanyan/suku serumpunnya seperti Dusun, Lawangan,
[[Kategori:Suku Banjar]]
|