Soeharto: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Surya Halim (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
Soeharto lahir di [[Kemusuk]], [[Argomulyo]], [[Yogyakarta]]. Dia bergabung dengan pasukan kolonial [[Belanda]] dan belajar di [[akademi militer]] [[Hindia Belanda]], [[KNIL]]. Selama [[perang dunia II]], dia menjadi komandan [[batalion]] di dalam militer yang disponsori oleh [[Jepang]] yang dikenal sebagai tentara [[PETA]] (pembela tanah air).
 
Setelah proklamasi kemerdekaan oleh [[Soekarno]] pada [[1945]] pasukannya bentrok dengan Belanda dalam rangka mendirikan kembali [[kolonialisme|hukum kolonialisme]]. Dia dikenal luas dalam militer dengan serangan tiba-tibanya yang menguasai [[Yogyakarta]] pada [[1 Maret]] 1949 (lihat [[Serangan Umum 1 Maret]]). Yogyakartahanya dikuasai hanyadalam satu hari,. tapiNamun gerakan ini dikatakancenderung dilihatditafsirkan sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia terhadap pasukan Belanda. Meskipun penggagasPenggagas sebenarnya dalam serangan ini adalah [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]], sebagai raja Yogyakarta Gubernur Militer serta Menteri Pertahanan.
 
Di tahun berikutnya dia bekerja sebagai pejabat militer di Divisi Diponegoro [[Jawa Tengah]]. Pada [[1959]] dia dituduh terlibat kasus penyelundupan dan kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel [[Ahmad Yani]]. Namun atas saran Jendral [[Gatot Subroto]] saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan dan dipindahkan ke kampus staf komando Angkatan Darat ([[SESKOAD]]) di [[Bandung]], [[Jawa Barat]] meskipun menurut koleganya di SESKOAD, Kolonel [[Hario Kecik]] yang akhirnya menjadi Pangdam Mulawarman, Soeharto mengalami konflik pribadi dengan Kolonel [[D.I. Panjaitan]]. Sebelumnya Letkol Soeharto menjadi komandan penumpasan pemberontakan di [[Makassar]] dibawah Komando Kolonel [[Alex Kawilarang]] dimana Soeharto mengalami konflik pribadi dengan Kawilarang akibat keteledorannya sehingga huru-hara meletus kembali ketika Kawilarang melaporkan situasi Makassar yang dianggap aman kepada Presiden [[Soekarno]] di [[Jakarta]].
Baris 20:
== Naik ke kekuasaan ==
{{PemimpinIndonesia}}
Pada pagi hari [[1 Oktober]] [[1965]], beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, [[Tjakrabirawa]] dibawah Letnan Kolonel [[Untung Sutopo]] bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam jendral sayap-kanan anti-Komunis dimana Jendral [[A.H. Nasution]] yang menjabat sebagai MentriMenteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Jendral Soeharto, meski menjadi sebuah pertanyaan apakah Seoharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang dikenal sebagai [[G-30-S/PKI]] itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan Tjakrabirawa yang trerlibatterlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh [[CIA]] yang direncanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh apabadan militer yang dikatakanlebih dikenal sebagai Dewan Jenderal.
 
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh MayjendMayjen Seoharto untuk segera mengamankan [[Jakarta]], menurut versi resmi sejarah pada masa [[Orde Baru]], terutama setelah mendapatkan kabar bahwa LetjendLetjen Ahmad Yani, menteri Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima KOSTRAD yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 maret [[Supersemar]] dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah Menteri yang diduga ''terlibat'' G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan angkatan bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia dimana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara [[Omar Dhani]] yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan [[eksekutif]]. Tindakan pembersihan dari unsur unsur [[komunis]] (PKI) membawa tindakan Penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistimatis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas [[Tionghoa|Cina Indonesia]]. Soeharto dikatakan menerima dukungan [[CIA]] dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. [[Been Huang]], bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi angkatan bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya dimana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di ''State Department's Bureau of Intelligence and Research'' di 1965: "Tidak ada yang perduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."<sup>1</sup> Dia mengakhiri konfrontasi dengan [[Malaysia]] dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.
 
Jendral Soeharto akhirnya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno ([[NAWAKSARA]]) ditolak MPRS pada tahun [[1967]], kemudian mendirikan apa yang disebut ''[[Orde Baru]]''.
Baris 36:
== Puncak Orde Baru ==
 
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomekonomi yang sebelumnya bertentangan dengadengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat -teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal ([[Amerika Serkat]]) diangkat yang umumnya adalah lulusan [[Berkeley]] sehingga mereka lebih dikenal sebuahdi dalam klik ekonomi yang dikatakan sebagai ''[[Mafia Barkeley]]'' dikalangandi kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara negara donor (negara negara maju) yang tergabung dalan [[IGGI]] yang diseponsori oleh pemerintah [[Belanda]]. Namun pada tahun [[1992]], IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena dianggap turut campar dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus [[Timor Timur]] paska [[Insiden Dili]]. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor [[CGI]] yang diseponsori [[Perancis]]. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional lainnya yang berada dibawah [[PBB]] seperti [[UNICEF]], [[UNESCO]] dan [[WHO]]. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem ''trikle down effect'' yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska [[Krisis 1997]]. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun [[1984]]. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati negara negara Industri Baru bersama dengan [[Malaysia]], [[Filipina]] dan [[Thailand]], selain [[Singapura]], [[Taiwan]] dan [[Korea Selatan]].
 
Di bidang Politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada massa itu dikenal tiga partai Politik yakni [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP), [[Golongan Karya]] (Golkar) dan [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik dimana muncullah istilah "mayoritas tunggal" diamana GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.