Herawati Sudoyo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jasintacantik (bicara | kontrib)
Jasintacantik (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 15:
<sup>Teks superscript</sup>=Latar Belakang=
 
Dr. Herawati Sudoyo, MS. Ph.D ({{lahirmati|[[Kediri]]|02|11|1951}}) adalah ilmuwan [[Indonesia]]. Beliau adalah alumnus Fakultas Kedokteran [[Universitas Indonesia]]. Beliau menerima Habibie Award [[2008]] atau [[Anugerah Habibie]], penghargaan bagi para tokoh yang membuat terobosan dalam ilmu pengetahuan. Ia dinilai telah meletakkan dasar pemeriksaan [[DNA]] forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri.
 
===Pendidikan===
* S-1 Fakultas Kedokteran [[Universitas Indonesia]] (UI) ([[1977]])
* S-2 Fakultas Pascasarjana UI (1985)
* S-3 Departemen Biochemistry [[Monash University]], [[1990]]
 
===Karier===
* Staf Pengajar Bagian Biologi FK-UI ([[1978]]-sekarang)
* Pendiri Lembaga Biologi Molekuler Eijikman ([[1993]])
* Ketua Tim Unit Identifikasi DNA Forensik [[Lembaga Eijikman[[ ([[2004]]-sekarang)
* Staf Pengajar PTIK, program Pascasarjana [[Universitas Hasanuddin]] dan [[Universitas Diponegoro]] ([[2005]], [[2006]], [[2007]]-sekarang)
 
===Penghargaan===
* Habibie Award ([[2008]])
* Australian Alumni Award of Scientific and Research Inovation ([[2008]])
* Wing Kehormatan Kedokteran Kepolisian ([[2007]])
* Penerima Riset Unggulan Terpadu ([[1993]]-[[1996]])
* Thrid Word Academy of Science Award ([[1992]])
* Toray Foundation Research Award ([[1991]]-[[1992]])
 
 
Baris 41:
Metode Hera berawal dari ledakan bom bunuh diri di depan Kedutaan Besar [[Australia]] atau [[Bom Kedubes Australia 2004]], pada tanggal 9 September 2004. Saat itu pihak [[Polri]] ditantang untuk segera mengidentifikasi pelaku dan mengungkap kelompok di baliknya. Kejadian itu menewaskan 10 korban dan mencederai lebih dari 180 orang. Mobil boks yang mengangkut bom hancur total dan tak ada bagian tubuh yang memungkinkan untuk diidentifikasi dengan metode konvensional, seperti sidik jari, profil gigi, apalagi pengenalan wajah. Persoalan berikutnya, bagaimana menentukan mana pelaku dan mana korban? Solusi persoalan pertama adalah identifikasi DNA. Singkatan dari deoxyribonucleic acid, DNA adalah rantai informasi genetik yang diturunkan. DNA inti mengandung informasi dari orangtua: ayah dan ibu. Persoalan kedua diatasi dengan mengembangkan strategi pengumpulan dan pemeriksaan serpihan tubuh berbasis prediksi trajektori ledakan bom dan posisi pelaku. Sebagai orang yang paling dekat dengan bom, serpihan pelaku akan terlontar lebih jauh dibanding serpihan korban.
 
Teori yang dikembangkan tim Hera bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) [[Polri]] ternyata betul. Jaringan tubuh yang berasal dari tempat-tempat terjauh memiliki profil DNA yang sama. Hasil ini kemudian dibandingkan dengan profil DNA keluarga dekat yang dicurigai. Kurang dari dua minggu, tim gabungan Eijkman-Polri berhasil mengidentifikasi pelakunya. Disebut Disaster Perpetrator Identification (DPI), teknik ini melengkapi Disaster Victim Identification (DVI) yang biasa digunakan untuk identifikasi korban bencana massal. Penelitian mengenai genetika manusia Indonesia dengan fokus keragaman genetik terkait dengan penyebaran penyakit memang salah satu kegiatan [[Lembaga Eijkman]]. Demikianlah, suatu penelitian dasar telah menunjukkan fungsinya sebagai penunjang kepentingan terapan. Database genom populasi tidak sekadar menguak kejahatan. Variasi DNA bisa menunjukkan struktur kekerabatan populasi, pola migrasi, hingga penyakitnya.
 
==Penelitian DNA Madagascar dan Indonesia ==