Puisi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Aeerdy (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh EmausBot
Tag: menghilangkan bagian [ * ]
Baris 306:
:Maulah aku menurutkan dikau ( c )
:([[Muhammad Yamin]])
 
=== Puisi Kontemporer ===
Kata ''kontemporer'' secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
 
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
* [[Sutardji Calzoum Bachri]] dengan tiga kumpulan puisinya ''O'', ''Amuk'', dan ''O Amuk Kapak''
* [[Ibrahim Sattah]] dengan kumpulan puisinya ''Hai Ti''
* [[Hamid Jabbar]] dengan kumpulan puisinya ''Wajah Kita''
 
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
* [[Puisi mantra]] adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. [[Sutardji Calzoum Bachri]] adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
# Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
# Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
# Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
 
Contoh:
:Shang Hai
 
:ping di atas pong
:pong di atas ping
:ping ping bilang pong
:pong pong bilang ping
:mau pong? bilang ping
:mau mau bilang pong
:mau ping? bilang pong
:mau mau bilang ping
:ya pong ya ping
:ya ping ya pong
:tak ya pong tak ya ping
:ya tak ping ya tak pong
:sembilu jarakMu merancap nyaring
:([[Sutardji Calzoum Bachri]] dalam ''O Amuk Kapak'', [[1981]])
 
* [[Puisi mbeling]] adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah ''Aktuil'' yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu [[Remy Silado]], lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
# Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
:Sajak Sikat Gigi
 
:Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
:Di dalam tidur ia bermimpi
:Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
 
:Ketika ia bangun pagi hari
:Sikat giginya tinggal sepotong
:Sepotong yang hilang itu agaknya
:Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
:Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
:([[Yudhistira Ardi Nugraha]] dalam ''Sajak Sikat Gigi'', [[1974]])
 
# Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
# Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, [[Taufik Ismail]] menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
 
* [[Puisi konkret]] adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
:Doktorandus Tikus I
 
:selusin toga
:me
:nga
:nga
:seratus tikus berkampus
:diatasnya
:dosen dijerat
:profesor diracun
:kucing
:kawin
:dan bunting
:dengan predikat
:sangat memuaskan
:([[F.Rahardi]] dalam ''Soempah WTS'', [[1983]])
 
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
* Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi ([[rima]]) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
* Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
* Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
* Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
 
== Pranala Luar ==