Haji Misbach: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 77:
Bulan Mei [[1919]] akibat pemogokan-pemogokan petani yang dipimpinnya, Misbach dan para pemimpin pergerakan lainnya di Surakarta ditangkap. Pada [[16 Mei]] [[1920]], ia kembali ditangkap dan dipenjarakan di [[Pekalongan]] selama 2 tahun 3 bulan. Pada [[22 Agustus]] [[1922]] dia kembali ke rumahnya di Kauman, Surakarta. Maret [[1923]], ia sudah muncul sebagai [[propagandis]] PKI/SI Merah dan berbicara tentang keselarasan antara paham Komunis dan Islam. Pada tanggal 20 Oktober 1923, Misbach kembali dijebloskan ke penjara dengan tuduhan terlibat dalam aksi-aksi revolusioner yaitu pembakaran bangsal, penggulingan kereta api, pemboman dan lain-lain. Bulan Juli [[1924]] ia ditangkap dan dibuang ke [[Manokwari]] dengan tuduhan mendalangi pemogokan-pemogokan dan teror-teror/sabotase di Surakarta dan sekitarnya. Walaupun bukan yang pertama diasingkan tapi ia-lah orang yang pertama yang sesungguhnya berangkat ke tanah pengasingan di kawasan Hindia sendiri.
 
Terkait dengan "teror-teror" yang terjadi di Jawa tersebut, Misbach tetap dipercaya sebagai otaknya. Dia ditangkap. Dalam pengusutan sejumlah fakta memberatkannya meskipun belakangan para saksi mengaku memberi kesaksian palsu karena iming-iming bayaran dari [[Hardjosumarto]], orang yang "ditangkap" bersamanya. Hardjosumarto sendiri juga mengaku menyebarkan pamflet bergambar palu, arit, dan tengkorak, membakar bangsal [[sekatenan]], dan mengebom [[Mangkunegaran]]. Namun Misbach tetap tidak dibebaskan. Dia dibuang ke [[Manokwari]], [[Papua]], beserta dengan istri dan tiga anaknya. Ternyata pembuangan tidak membuatnya berhenti bergerak, dia masih sempat mendirikan [[Sarekat Rakyat]] cabang [[Manokwari]], yang anggotannya tidak pernah lebih dari 20 karena gangguan Polisi Belanda. Selain itu, dia juga menyusun artikel berseri "[[Islamisme dan Komunisme]]". Medan Moeslimin kemudian memuat artikel tersebut,
 
''"…agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada [[Tuhan]] Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum."''