NAMRU-2: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 52:
====Kontroversi menyusul penutupan NAMRU-2====
Pada tahun 2005 [[flu burung]] menjadi masalah kesehatan serius untuk dunia, dan Indonesia terkena dampak terparah dengan 141 kasus dan 115 yang terkena meninggal dunia.<ref name=CH2>{{en}} [http://www.currentconcerns.ch/index.php?id=774 Current Concern: Indonesian Minister of Health Demands Dignity, Equality and Transparency for all Countries in the World No. 7/8 2009]</ref> Dr. [[Siti Fadilah Supari]] pada awalnya patuh pada peraturan WHO dan mengikuti seluruh aturannya.<ref name=CH2/>
Salah satu purwarupa vaksinnya kemudian dikembangkan oleh perusahaan [[Australia]] [[CSL]] dan didukung dana oleh pemerintahan [[John Howard|Howard]] <ref name=ABC>{{en}} [http://www.abc.net.au/pm/content/2008/s2176988.htm ABC: Rudd under pressure over vaccine deal with Indonesia]</ref> Upaya ini ditujukan untuk melindungi pekerja medis apabila terjadi wabah, namun kemudian mantan Menteri Kesehatan Australia, [[Tony Abott]], memberi pernyataan media bahwa vaksinnya hanya akan tersedia untuk warga negara Australia.<ref name=ABC/> Hal ini kemudian memicu berhentinya kiriman contoh-contoh virus [[flu burung]] dari Indonesia ke seluruh dunia.<ref name=ABC/>
Pada tahun yang sama (2007) Siti, sebagai Menteri Kesehatan RI mengumumkan bahwa Indonesia tidak akan lagi menyerahkan virus-virus [[flu burung]]nya kepada Organisasi Kesehatan Dunia ([[WHO]]) Divisi Jaringan Pegawas Influenza yang dikenal sebagai GISN. <ref name=CH> {{en}} [http://www.currentconcerns.ch/index.php?id=801 Current Concern: Fairness, Transparency and Equity in International Public Health No. 11/ 2009 Interview with Dr. Siti Fadilah Supari at the 62nd World Health Assembly, 20 May 2009]</ref> Menurut Siti sistem yang ada tidak memperhatikan kebutuhan dan kepentingan negara berkembang.<ref name=CH/> Siti juga berpendapat bahwa WHO telah melanggar peraturan-peraturannya sendiri dimana virus dipindah tangankan menggunakan standar ganda, diterima dari negara yang terkena virus via GISN dan diserahkan pada perusahaan komersil untuk pengembangan vaksinnya.<ref name=CH/> Kemudian vaksin vaksin ini menjadi sangat mahal dan tidak tersedia di negara yang terkena dampak virus, sementara di negara industri yang kaya sibuk menimbun vaksin untuk berjaga jaga saat wabah melanda.<ref name=CH/> Pernyataannya ini kemudian dibukukan dengan judul "''It's Time For The World To Change''". <ref name=CH2/><ref name=CH/> Negosiasi kemudian dimulai oleh Indonesia pada Pertemuan Kesehatan Tingkat Dunia (''WHA - World Health Assembly'') menuntut perpindahan virus-virus yang adil dan transparan, upaya ini banyak didukung oleh negara-negara lain yang tergabung di WHO.<ref name=CH/>
Namun pertemuan ini menjadi singkat karena Menteri Fadila diminta kembali ke Indonesia karena adanya wabah dan banyak diskusi penting yang dijadwalkan tidak terjadi.<ref name=CH/> <!--
When it turned out that the Indonesian avian flu virus was a particularly aggressive specimen, Dr Supari became aware of a certain mechanism: Her country was made to hand over the virus to the Global Influenza Surveillance Network (GISN); they would pass it on to the WHO Collaboration Centers (WHO-CCs); that would produce a seed virus and vaccines in one of their laboratories and then sell the vaccine expensively to the rich countries. WHO-CCs are laboratories that co-operate with the WHO and who are acknowledged as reference laboratories by Australia, Japan, Great Britain and the USA.
-->
==Rujukan==
|