NAMRU-2: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 61:
Didalam bukunya Siti mengungkapkan bahwa sejak tahun 1952 sebanyak 110 negara yang memiliki kasus kasus flu wajib berbagi contoh spesimen virus tanpa syarat.<ref name=CH2/> Virus virus ini dikumpulkan oleh GISN, menjadi milik mereka, dan oleh ahlinya kemudian melakukan pertimbangan resiko dan penelitian, dan sampingan lainnya yaitu membuat benih virus yang kemudian dibuat vaksin.<ref name=CH2/> Virus yang digolongkan sebagai ganas kemudian diteruskan pada Pusat Kolaborasi WHO ('''WHO-CCs''') yang merupakan laboratorium-laboratorium yang bekerja sama dengan WHO dan menjadi laboratorium rujukan. Laboratorium-laboratorium rujukan ini disetujui oleh Australia, Jepang, Inggris, dan A.S.<ref name=CH2/> Siti kemudian membandingkan vaksin dengan minyak, dimana ia mengungkapkan kekesalannya bahwa karena Indonesia tidak bisa mengolah minyak mentah maka harus mengimpor minyak siap pakai.<ref name=CH2/>
Negosiasi kemudian dimulai oleh Indonesia pada Pertemuan Kesehatan Tingkat Dunia (''WHA - World Health Assembly'') menuntut perpindahan virus-virus yang adil dan transparan, upaya ini banyak didukung oleh negara-negara lain yang tergabung di WHO.<ref name=CH/> Ada dua hal utama yang dipermasalahkan oleh Siti; (1) jalur distribusi pengiriman virus yang tidak transparan
Namun pertemuan ini menjadi singkat karena Menteri Fadila diminta kembali ke Indonesia karena adanya wabah dan banyak diskusi penting yang dijadwalkan tidak terjadi.<ref name=CH/>
|