Jatingarang, Weru, Sukoharjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
|kecamatan =Weru
|kode pos =57562
|nama pemimpin =IswahyudiBayan Sularjo
|luas =-
|penduduk =-
Baris 13:
}}
'''Jatingarang''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Weru, Sukoharjo|Weru]], [[Kabupaten Sukoharjo|Sukoharjo]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
Terdapat sebuah tempat bersejarah yaitu Watu Kelir yang diabadikan sebagai nama Terminal di Jatingarang, dan perdukuhan yang menjadi Lintasan atau jalur alternatif baik antar kabupaten maupun antar propinsi adalah Dukuh Gaden, Di perdukuhan Dipimpin oleh Seorang Pejabat Administratif pemerintah desa Jatingarang yaitu Bayan Sularjo.
 
Makam Ki Ageng Banyubiru terletak di Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo ± 24 Km dari Kota Kabupaten Sukoharjo.
Sarehan, Jatingarang
Makam Ki Ageng Banyubiru terletak di Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo ± 24 Km dari Kota Kabupaten Sukoharjo.
Ki Ageng Pengging (Sepuh) yang bernama Adipati Handayaningrat Makurung adalah seorang Adipati yang pilih tanding, sakti mandraguna, maka tak pelak lagi jika disayang oleh Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V, sebagai bukti kasih sayangnya, maka Adipati tersebut dinikahkan dengan seorang putrinya yaitu Retno Pembayun yang keturunan dari Putri Cempa.
Dari hasil perkawinannya itu, lahirlah dua orang putra yang di beri nama Ki Kebo Kanigara dan Ki Kebo Kenanga. Selang beberapa tahun kemudian, Adipati Handayaningrat wafat dan digantikan oleh putranya yang kedua yaitu Ki Kebo Kenanga dengan gelar Adipati Pengging (Anom) sedangkan putra tertuanya yaitu Ki Kebo Kanogoro memilih jalan berkelana untuk menemukan jati diri sesungguhnya yang memeluk agama Budha.
Dalam berkelana atau pengembaraannya, Ki Kebo Kanigara singgah dibeberapa tenpat antara lain :
 
Dari Pengging, Ki Kebo Kanigara menuju Rawa Pening, Ambarawa, di tempat itu melakukan tapa kungkum atau merendam diri, selama tujuh tahun lamanya. Di sini Ki Kebo Kanigara menggunakan nama samaran Ki Ageng Arimurko. Dalam bertapanya, dia mendapat wahyu dari dimana air yang digunakan untuk bertapa berubah warnanya menjadi biru, sehingga Ki Ageng Arimurko sering disebut Ki Ageng Banyu Biru.
Dari Ambarawa, Ki Kebo Kanigara melanjutkan pengembaraannya ke daerah Tiyama Wonogiri, di tempat ini pula dia menjalankan tapa selama tujuh tahun lamanya dan menggunakan nama samaran Ki Ageng Kartawijaya.
Baris 24 ⟶ 25:
Setelah dari pertapaan Kaligayam, Ki Ageng kembali lagi bertapa di Rawa Pening, disini pula kembali menggunakan nama samaran sebagai Kyai Sidik Urip.
Namun akhirnya, Ki Kebo Kanigara menetap di Sk. Sarehan Ds. Jatingarang sampai dengan akhir hayatnya. Di tempat ini merupakan akhir dari pengembaraan yang memakan waktu bertahun-tahun dan disini pula Ki Kebo Kanigara dikenal sebagai Ki Ageng Purwata Sidik atau Ki Ageng Banyu Biru.
Agama yang dianutpun telah berubah yaitu memilih agama Islam karena selama pengembaraannya Ki Kebo Kanigoro juga menjadi murid dari Syeh Siti Jenar bersama-sama dengan diknya yaitu Ki Kebo Kenanga, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang, dan Ki Ageng Butuh.
 
 
Agama yang dianutpun telah berubah yaitu memilih agama Islam karena selama pengembaraannya Ki Kebo Kanigoro juga menjadi murid dari Syeh Siti Jenar bersama-sama dengan diknya yaitu Ki Kebo Kenanga, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang, dan Ki Ageng Butuh.
{{kelurahan-stub}}