Si Tjonat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
{{under construction}} |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 31:
}}
'''''Si Tjonat''''' adalah film bandit [[Hindia Belanda]] (sekarang Indonesia) tahun 1929 yang disutradarai [[Nelson Wong]] dan diproduseri Wong dan Jo Eng Sek. Diadaptasi dari [[Tjerita Si Tjonat|novel]] karya [[F.D.J. Pangemanan]], film ini mengisahkan seorang pria [[pribumi Indonesia\pribumi]] yang kabut ke Batavia (sekarang [[Jakarta]]) setelah membunuh temannya dan menjadi bandit. Film bisu yang lebih ditujukan pada penonton [[Cina Indonesia|etnis Tionghoa]] ini mendapat beragam tanggapan dan pendapatan yang tidak jelas. Meski ditujukan sebagai [[film seri]], sekuelnya tidak pernah dibuat; rumah produksinya, Batavia Motion Picture, segera ditutup. Film ini diduga [[film hilang|hilang]] dari peredaran.
==Alur==
Tjonat<!--(Lie A. Tjip)-->, seorang [[Pribumi Indonesia|pribumi]], membunuh temannya dan kabur ke Batavia (sekarang [[Jakarta]]), ibu kota [[Hindia Belanda]], lalu bekerja untuk seorang pria Belanda. Tjonat lantas merampok pria tersebut dan merayu nyainya. Tjonat meninggalkan rumah tersebut dan menjadi perampok. Saat meminta Lie Gouw Nio (Ku Fung May), putri seorang petani [[Cina Indonesia|''peranakan'' Cina]], agar menjadi kekasihnya, Lie menolaknya. Karena marah, Tjonat berusaha menculiknya namun digagalkan oleh tunangan Lie, Thio Sing Sang (Herman Sim), yang sangat menguasai bela diri.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Si Tjonat}}; {{harvnb|Said|1982|p=18}}; {{harvnb|Sen|2006|p=123}}</ref>
==Produksi==
[[File:Tjerita Si Tjonat cover.jpg|alt=A plain book cover, reading "Tjerita Si Tjonat" at the top, "Oleh" in the middle, and "F.D.J. Pangemanann" on the bottom.|thumb|250px|''Si Tjonat'' diadaptasi dari ''[[Tjerita Si Tjonat]]'' (1900).]]
''Si Tjonat'' disutradarai [[Wong Bersaudara|Nelson Wong]], yang memproduseri film ini bersama rekan bisnisnya Jo Eng Sek. Keduanya mendirikan Batavia Motion Picture tahun 1929.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Si Tjonat}}; {{harvnb|Biran|2009|p=234}}; {{harvnb|Said|1982|p=17}}</ref> Wong sebelumnya menyutradarai satu [[film fiksi]], ''[[Lily van Java]]'' (1928), yang didanai oleh seorang karyawan [[General Motors]] tingkat tinggi di Batavia, David Wong.{{efn|No relation}}{{sfn|Biran|2009|p=82}} Jo Eng Sek, seorang pemilik toko, belum pernah memproduksi film.{{sfn|Biran|2009|p=93}}
Cerita ''Si Tjonat'' diadaptasi dari novel ''[[Tjerita Si Tjonat]]'', buah karya reporter [[F.D.J. Pangemanann]] dan pertama diterbitkan tahun 1900.{{sfn|Toer|1982|pp=28–9}} Cerita ini terbukti populer di kalangan pembaca etnis Cina.{{sfn|Biran|2009|p=93}} Novel ini sering diangkat ke pementasan panggung oleh grup sandiwara [[suku Betawi|Betawi]] dalam bentuk lenong.{{efn|Cerita ini tetap populer sampai era setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945 {{harv|Toer|1982|pp=28–9}}.}}{{sfn|Toer|1982|pp=28–9}} Cerita ini dipilih oleh Jo Eng Sek.{{sfn|Sen|2006|p=123}}
Film bisu ini direkam menggunakan kamera [[hitam putih]] dan dibintangi <!--Lie A. Tjip,-->Ku Fung May dan Herman Sim.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Si Tjonat}} Sim, keturunan ''peranakan'' Cina, sebelumnya pernah terlibat dalam industri perfilman di [[Shanghai]], Cina.{{sfn|Biran|2009|p=94}} Ku Fung May justru belum punya pengalaman akting. Adegan bela diri di film ini terinspirasi oleh film-film Hollywood yang waktu itu terkenal di Hindia Belanda.{{sfn|Sen|2006|p=123}}
==Rilis dan tanggapan==
''Si Tjonat'' dirwas tahun 1929. Meski merupakan karya fiksi, film ini dipasarkan sebagai kisah nyata.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Si Tjonat}} Film ini satu dari beberapa [[Daftar film Hindia Belanda|film domestik]] yang ditargetkan pada penonton etnis Cina, setelah ''[[Lily van Java]]'' dan ''Setangan Berloemoer Darah'' (both 1928). Sejarawan film [[Misbach Yusa Biran]] menulis bahwa ini dapat dilihat dari dominasi etnis Cina pada tim produksi dan pemerannya.{{efn|Kelompok etnis Cina dan pribumi terbelah secara hukum dan budaya. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan undang-undang yang membagi tingkatan penduduk Hindia Belanda menjadi tiga, warga Cina berada di antara warga Belanda (kelas atas) dan pribumi (kelas bawah). Secara budaya, peranakan Cina cenderung menyatukan dirinya dengan daratan Cina, bukan budaya pribumi seperti [[suku Sunda|Sunda]] atau [[suku Jawa|Jawa]]. Meski etnis Cina adalah minoritas di Hindia Belanda, mereka memiliki standar hidup yang lebih tinggi daripada pribumi {{harv|Sukma|1999|pp=171–172}}.}} Penonton pribumi juga menikmati film ini, terutama adegan-adegan aksinya.{{sfn|Biran|2009|p=93}} Kritikus film Indonesia Salim Said menulis bahwa film ini berorientasi komersial.{{sfn|Said|1982|p=18}}
Jumlah penjualan tidak jelas. Said mengatakan film ini sukses di pasaran,{{sfn|Said|1982|p=19}} sementara Biran – mengetahui Batavia Motion Picture dibubarkan tidak lama setelah ''Si Tjonat'' dirilis – berpendapat film ini gagal.{{sfn|Biran|2009|p=94}} Ulasannya juga beragam. Pada umumnya, pers mengkritik penekanan alur pembunuhan dan kejahatan. Sementara itu, di majalah ''Panorama'', [[Kwee Tek Hoay]] menulis bahwa film ini "lumayan juga",{{efn|Teks asli: "''... atoerannja loemajan djoega''".}}{{sfn|Biran|2009|p=93}} berfokus pada akting Sim, terutama kemampuan bela dirinya.{{sfn|Biran|2009|p=94}}
Meski awalnya ''Si Tjonat'' direncanakan menjadi [[film serial]], produksi film kedua terhambat setelah Batavia Motion Picture ditutup.{{sfn|Said|1982|p=19}} Jo Eng Sek menarik diri dari industri perfilman, lalu kembali tahun 1935 untuk memproduksi ''Poei Sie Giok Pa Loei Tay''.{{sfn|Biran|2009|pp=94, 152}} Wong tetap aktif di industri ini bersama saudara-saudaranya, Joshua dan Othniel. Dengan nama Halimoen Film, mereka melibatkan lagi Sim dalam film ''[[Si Pitoeng (film 1931)|Si Pitoeng]]'' (1931).{{sfn|Biran|2009|p=113–4}} Baik Lie A. Tjip maupun Ku Fung May tidak lagi terlibat di film lain.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Ku Fung May}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Lie A Tjip}}</ref> Beberapa film bercerita tentang bandit, termasuk ''Si Ronda'' (1929) besutan [[Lie Tek Swie]] dan ''Si Pitoeng'' besutan Wong Bersaudara dan ''Rampok Preanger'' (1929) langsung dirilis setelah ''Si Tjonat''.{{sfn|Biran|2009|pp=105, 113}}
''Si Tjonat'' bisa jadi tergolong [[film hilang]]. Antropolog visual Amerika Serikat [[Karl G. Heider]] menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.{{sfn|Heider|1991|p=14}} Akan tetapi, ''Katalog Film Indonesia'' yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di [[Sinematek Indonesia]] dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di [[Dinas Informasi Pemerintah Belanda]].{{sfn|Biran|2009|p=351}}
==Catatan penjelas==
|