[[Berkas:Westerling.jpg|thumb|Raymond Westerling]]
'''Raymond Pierre Paul Westerling''' ([Istambul[Istanbul]], [[Turki]], [[31 Agustus]] [[1919]]–[[Purmerend]], Negri [[Belanda]], [[26 November]] [[1987]]) adalah [[komandan]] pasukan [[Belanda]] yang terkenal karena memimpin [[Pembantaian Westerling]] (1946-1947) di [[Sulawesi Selatan]] dan percobaan [[Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil|kudeta APRA]] di [[Bandung]], [[Jawa Barat]].
== Awal karir ==
Westerling lahir di [[IstambulIstanbul]], [[Turki]] sebagai anak kedua dari Paul Westerling (Belanda) dan Sophia Moutzou ([[Yunani]]). Westerling, yang dijuluki "si Turki" karena lahir di Istambul, mendapat pelatihan khusus di [[Skotlandia]]. Dia masuk dinas militer pada [[26 Agustus]] [[1941]] di [[Kanada]]. Pada [[27 Desember]] 1941 dia tiba di [[Inggris]] dan bertugas di ''[[Brigade Prinses Irene]]'' di [[Wolverhampton]], dekat [[Birmingham]]. Westerling termasuk 48 orang [[Belanda]] sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di [[Achnacarry]], di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di [[Indonesia]]. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai: "''It’s hell on earth''" (neraka di dunia). Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain "''unarmed combat''" (perkelahian tangan kosong), "''silent killing''" (penembakan tersembunyi), "''death slide''", "''how to fight and kill without firearms''" (berkelahi dan membunuh tanpa senjata api), "''killing sentry''" (membunuh pengawal) dan sebagainya. Setelah bertugas di [[Eastbourne]] sejak [[31 Mei]] [[1943]], maka bersama 55 orang sukarelawan [[Belanda]] lainnya pada [[15 Desember]] 1943 Sersan Westerling berangkat ke [[India]] untuk betugas di bawah [[Laksamana Madya]] [[Mountbatten]] Panglima South East Asia Command ([[Komando Asia Tenggara]]). Mereka tiba di India pada [[15 Januari]] [[1944]] dan ditempatkan di [[Kedgaon]], 60 km di utara kota [[Poona]].
Pada [[20 Juli]] [[1946]], Westerling diangkat menjadi komandan pasukan khusus, ''[[Depot Speciale Troepen]] – DST'' (Depot Pasukan Khusus). Awalnya, penunjukkan Westerling memimpin DST ini hanya untuk sementara sampai diperoleh komandan yang lebih tepat, dan pangkatnya pun tidak dinaikkan, tetap Letnan II (Cadangan). Namun dia berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasan ke Sulawesi Selatan, dan setelah “berhasil” menumpas perlawanan rakyat pendukung Republik di [[Sulawesi Selatan]], dia dianggap sebagai pahlawan namanya membubung tinggi.
|