Penyatuan Arab Saudi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 23:
|strength3=23,000
}}
'''Unifikasi Arab Saudi''' atau '''Penyatuan Arab Saudi''' adalah [[kampanye]] [[militer]] dan [[politik]] dimana berbagai [[suku]], [[syekh|kesyekhan]], dan [[emirat]] di sebagian besar wilayah [[Semenanjung Arab]] ditaklukkan oleh [[Dinasti Saud]] atau '''Bani Saud''' yang terjadi antara tahun [[1902]] dan [[1932]], dimana kemudian [[Kerajaan Arab Saudi]] diproklamasikan. Langkah penyatuan ini berada di bawah kepemimpinan [[Sultan]] [[Kesultanan Nejd|Nejd]] saat itu, [[Ibn Saud|Abdul Aziz As-Saud]] atau ''Ibnu Saud''. Wilayah kekuasaan Dinasti
Bani Saud telah diasingkan di [[Kuwait]] sejak [[1893]], setelah kehancuran Negara Saudi Kedua dan kebangkitan Emirat Jabal Shammar dibawah Dinasti Rashid. Pada tahun 1902, Ibnu Saud berhasil merebut kembali kota [[Riyadh]], bekas [[ibu kota]] Dinasti Saud. Dia melanjutkan untuk menaklukkan seluruh [[Najd]], [[Al-Hasa]], Jebel Shammar, [[Asir]], dan [[Hijaz]] (wilayah tempat dua kota suci [[Umat Islam]], [[Mekkah]] dan [[Madinah]]) antara tahun 1913 dan 1926. Kemudian dibentuk [[Kerajaan Nejd dan Hijaz]] pada tahun 1927 hingga kemudian dilanjutkan konsolidasi dengan Al-Hasa dan [[Qatif]], dan akhirnya terbentuklah '''Kerajaan Arab Saudi''' pada tahun 1932.
==Latar Belakang==
Menyusul kesepakatan [[Diriyah]] antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud, Bani Saud mendirikan Negara Saudi Pertama, sebuah [[negara]] [[kerajaan]] yang berdasarkan pemahaman [[Islam]] yang ketat. [[Ideologi]] yang lahir dari periode ini kemudian dijuluki gerakan [[Wahhabi]] atau '''Wahhabisme'''. Berawal dari wilayah [[Najd]] di tengah Semenanjung Arab, [[Negara Saudi Pertama]] menaklukkan sebagian besar wilayah Semenanjung Arab yang berpuncak pada perebutan kota suci [[Muslim]], [[Mekkah]] pada tahun 1802.
Terebutnya Mekah merupakan sebuah pukulan berat bagi [[Kesultanan Utsmaniyah]] yang telah berdaulat atas kota suci tersebut sejak 1517
Anggota Bani Saud bertahan hidup dalam [[pengasingan]] di Kuwait dan melanjutkan pendirian [[Negara Saudi Kedua]], yang dianggap telah berakhir dengan ditangkapnya cucu Muhammad bin Saud, pendiri [[Negara Saudi Pertama]], yakni [[Turki bin Abdullah]] dari [[Riyadh]] (wilayah yang dirancang sebagai ibu kota baru) pada tahun 1824 sampai [[Pertempuran Mulayda]] pada tahun 1891. Dibandingkan dengan Negara Saudi Pertama, periode [[Negara Saudi Kedua|Saudi Kedua]] ditandai dengan sedikit [[ekspansi]] teritorial dan kurangnya semangat religius. Hal ini juga ditandai dengan ketidakstabilan, yang dapat dieksploitasi oleh [[Bani Rashid]] dari [[Jabal Shammar]]. Pemimpin [[Negara Saudi Kedua|Saudi]], [[Abdul Rahman bin Faisal]], mencari perlindungan di Kuwait pada tahun 1893.
|