Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh 180.251.39.141 (pembicaraan) diidentifikasi sebagai vandalisme ke revisi terakhir oleh Hysocc. (TW)
Andylumut (bicara | kontrib)
Baris 30:
 
==== Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda ====
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal [[Moichiro Yamamoto]], Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (''Gunseikan'') di [[Hindia Belanda]] tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh [[Tadashi Maeda]] dan memerintahkan agar Mayor Jenderal [[Otoshi Nishimura]], Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal [[16 Agustus]] [[1945]] telah diterima perintah dari [[Tokyo]] bahwa Jepang harus menjaga ''status quo'', tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di [[Dalat]], [[Vietnam]]. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah TokioTokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
 
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah [[Maeda Tadashi|Laksamana Maeda]] (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks [[Proklamasi]]. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh [[Soekarni]], [[B.M. Diah]], Sudiro (Mbah) dan [[Sayuti Melik]]. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.