Djohan Sjahroezah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Baris 24:
Djohan Sjahroezah melalui masa pendidikannya di [[Kota Medan|Medan]] ([[ELS]]), [[Kota Bandung|Bandung]] ([[MULO]]), [[Jakarta]] ([[AMS]]), serta mengikuti macam-macam kursus mandiri yang diselenggarakan oleh Golongan Merdeka di berbagai kota.
 
Ketika menjadi aktivis PPPI, ia menulis artikel di majalah Indonesia Raya yang mengecam keras kerja sama dengan [[Hindia-Belanda|Belanda]]. Akibatnya ia ditangkap dengan tuduhan menghasut untuk berbuat kekacauan. Ia diadili dan dihukum penjara selama 1,5 tahun di penjara [[Sukamiskin, Arcamanik, Bandung|Sukamiskin]], Bandung. Selepas dari penjara, ia menjalin pergerakan dengan teman-temannya yang tidak dibuang ke [[Digul]] untuk melanjutkan PNI-Pendidikan. Pada tahun 1937, bersama [[Adam Malik]] dan Pandoe Kartawiguna mendirikan [[ANTARA|KB Antara]] yang kelak menjadi kantor berita nasional hingga sekarang.
 
Pada tahun 1937, bersama Mr. Soemanang, [[Adam Malik]] dan Pandoe Kartawiguna mendirikan [[ANTARA|KB Antara]] yang kelak menjadi kantor berita nasional hingga sekarang, di mana Mr. Soemanang menjadi Direktur, Adam Malik sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur, dan Pandoe Kartawiguna sebagai Administratur. Tahun 1941 diutus oleh Mr. Soemanang bersama Adam Malik ke rumah [[Sugondo Djojopuspito]] (Tjioedjoengweg - Jl. Telukbetung belakang HI) agar Sugondo bersedia menjadi Direktur KB Antara, sedangkan Adam Malik tetap sebagai Redaktur/Wakil Direktur.
 
Pada masa pendudukan Jepang, ia mendirikan beberapa serikat buruh, terutama di industri perminyakan.<ref>J.D. Legge, Intellectuals and Nationalism in Indonesia: A Study of the Following Recruited By Sutan Sjahrir in Occupied Jakarta, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, 2010</ref> Setelah kemerdekaan, bersama [[Sutan Sjahrir]] ia membentuk Paras dan Parsi yang kemudian bergabung menjadi [[Partai Sosialis Indonesia]]. Dalam partai tersebut ia duduk sebagai sekretaris jenderal, dan mewakili partai dalam parlemen.
 
Pada tahun 1960, PSI dibubarkan dan beberapa pimpinannya dipenjarakan. Disaat otoriterisme [[Soekarno]] merajalela, PSI dibawah komandonya tetap menjadi organ politik yang kritis dan diperhitungkan. Djohan merupakan pribadi yang cukup pandai dalam membaca situasi, baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, maupun Orde Lama. Dia merupakan pemimpin yang mengakar kepada rakyatnya, dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan.<ref>Djoeir Moehamad, Memoar Seorang Sosialis, Yayasan Obor Indonesia, 1997</ref>
 
==Keluarga==