Indonesia Sustainable Palm Oil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Indonesian Sustainable Palm Oil System''' (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untu...'
 
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Indonesian Sustainable Palm Oil System''' (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing [[minyak sawit]] Indonesia di [[pasar dunia]] dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi [[gas rumah kaca]] serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. ISPO dibentuk pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia<ref>{{cite web
| url = http://www.sustainablepalmoil.org/standards-certfication/certification-schemes/ | title = Certification schemes | accessdate = 10 September 2013}}</ref> untuk memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan. ISPO merupakan standar nasional mniyakminyak sawit pertama bagi suatu negara, dan negara lain kini mencoba mempertimbangkan untuk mengimplementasikan standar serupa di antara prdusenprodusen mintakminyak sawit. Beberapa hal yang diterapkan dalam pembukaan lahan kelapa sawit baru sesuai prinsip ISPO yaitu:<ref>{{cite web |url = http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1180/indonesia_sustainable_palm_oil__ispo__dalam_peningkatan_citra_kelapa_sawit_indonesia_dalam_perdagangan.html |title = Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam Peningkatan Citra Kelapa Sawit Indonesia dalam Perdagangan Internasional] |accessdate = 10 September 2013}}</ref>
 
* Tersedia SOP/ Instruksi atau prosedur teknis pembukaan lahan baru [[kelapa sawit]].
* Pembukaan Lahanlahan dilakukan tanpa [[tebang dan bakar|bakar]] dan memperhatikan [[konservasi lahan]].
* Sebelum pembukaan lahan dilakukan, pelaku usaha wajib melakkanmelakukan studi kelayakan dan [[AMDAL]].
* Lahan tidak dapat ditanami dengan kemiringan < 30%, lahan [[gambut]] dengan kedalaman < 3 meter dan hamparan lebih dari 70%.; Lahanlahan adat, sumber air, situs sejarah dan sebagainya tetap dijaga kelestariaanya.
* Untuk pembukaan lahan gambut hanya dilakukan pada lahan kawasan budidaya dengan ketebalan gambut 3 meter, kematangan ''saprik'' (matang) dan ''hemik'' (setengah matang) dan di bawah gambut bukan merupakan lapisan pasir [[kuarsa]] atau lapisan tanah [[sulfat]] asam serta mengatur [[drainase]] untuk mengurangi emisi [[gas rumah kaca]].
* Khusus untuk lahan gambut harus dibangun sistem tata air (''water management'') sesuai dengan ketentuan yang berlaku.