Efek media: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''EFEK MEDIA'''
Efek media adalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan [[media massa]]. Menurut Donald F. Robert (Schramm dan Roberts:
[[Media massa]] seperti [[surat kabar]], [[majalah]], [[televisi]] dan [[radio]], sering dijadikan objek studi, karena memang dipandang sebagai suatu institusi penting dalam masyarakat. Asumsi itu ditopang oleh beberapa alasan, bahwa : <ref>Dennis McQuail, Mass Communication Theory, 2nd edition, 1991</ref>
Baris 11:
Pentingnya media massa, membuat peranannya begitu kuat dan hebat dalam mempengaruhi manusia. Manusia begitu tergantung pada media, hingga sampai ke urusan hidup sehari-hari. Media massa, seakan telah menjadi faktor penentu kehidupan manusia. Efek yang ditimbulkan oleh media itu sangat nyata dan jelas. Besarnya pengaruh media massa, tentunya menimbulkan efek pada kehidupan manusia. Karena itulah, efek yang ditimbulkan media massa menjadi perhatian para ahli. <ref name="nurudin">Nurudin, M.Si., Pengantar Komunikasi Massa, PT. Raja Grafindo Persada, 2007</ref>
'''JENIS-JENIS EFEK MEDIA'''
Menurut Keith R. Stamm & John E. Bowes (1990) Efek media dalam mempengaruhi manusia, dibagi menjadi dua bagian, yaitu : <ref name="kit">Keith R. Stamm & John E. Bowes, The mass communication process: a behavioral and social perspective, 1990</ref>
#Efek Primer, yaitu efek yang ditimbulkan karena adanya terpaan, perhatian dan pemahaman. Jika manusia tidak bisa lepas dari media massa, maka efek yang ditimbulkan sungguh-sungguh terjadi. Semakin memahami apa yang disampaikan oleh media, maka semakin kuat pula efek primer yang terjadi.
Contoh terjadinya efek primer adalah, saat media menayangkan atau menulis berita mengenai maraknya polisi ditembak oleh orang tidak bertanggung jawab, maka di saat yang sama, masyarakat tertarik menyimak berita itu dengan saksama. <ref>http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/11/0605455/Polisi.Kembali.Ditembak.Mati.Razia.pun.Digelar.Lagi.</ref>
#Efek Sekunder, yaitu efek yang ditimbulkan karena adanya perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap) dan perubahan prilaku (menerima dan memilih). Yang termasuk dari efek sekunder adalah prilaku penerima yang ada dibawah kontrol langsung si pemberi pesan.
Efek sekunder diyakini lebih menggambarkan realitas yang sungguh-sungguh terjadi di masyarakat. Salah satu bentuk efek sekunder adalah efek dari teori penggunaan dan kepuasan, atau uses and gratificationS, yang memfokuskan perhatian pada audience atau masyarakat sebagai konsumen media massa, dan bukan pada pesan yang disampaikan. Dalam perspektif teori tersebut, audience dipandang sebagai partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, meski tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama.
Contoh terjadinya efek sekunder adalah, saat media mengulas tentang peristiwa penembakan polisi oleh orang yang tidak bertanggungjawab, maka reaksi masyarakat begitu beragam. Mereka lebih berhati-hati. Tak hanya polisi yang membekali diri <ref>http://news.detik.com/bandung/read/2013/09/18/173238/2362607/486/pemprov-jabar-siap-beli-5000-ribu-rompi-antipeluru-buat-polisi</ref>, masyarakat pun akhirnya melakukan hal serupa, yaitu membekali diri mereka dengan membeli rompi dan helm anti peluru. Terbukti, bahwa tingkat penjualan rompi dan helm anti peluru, mengalami peningkatan. <ref>http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/09/15/ramai-ramai-beli-rompi-antipeluru</ref>
'''TEORI-TEORI EFEK MEDIA'''
Efek media pada manusia semakin besar, saat televisi komersial hadir di tengah masyarakat pada tahun 1935. Dimana sejarah awal studi tentang efek, lebih difokuskan pada segi sikap dan prilaku. Oleh karenanya, efek media terbagi dalam tiga periode, yaitu : <ref name="kit">
===Periode 1930-1950, dikenal sebagai Efek Tak Terbatas atau Unlimited Effects===
Baris 37:
Pada periode ini, media massa sudah tidak memiliki kekuatannya lagi, sebagaimana periode teori masyarakat massa atau periode efek tidak terbatas. Karena setelah berakhirnya perang, masyarakat tidak mudah dipengaruhi oleh isi pesan media massa. Teori yang mendukung terjadinya perubahan efek media pada masyarakat pada saat itu adalah Teori Perubahan Sikap atau Attitude Change Theory, yang dikenalkan oleh Carl Iver Hovland, pada awal tahun 1950-an. <ref name="hov">Hovland, Janis, and Kelley, The classic Communication and Persuasion, 1953</ref> Juga dikuatkan oleh Teori Penguatan atau Reinforcement Theory dari Joseph T. Klapper, yang muncul pada tahun 1960-an. <ref>Joseph T. Klapper, The Effects of Mass Communication, 1964</ref>
Teori perubahan sikap Carl Iver Hovland memberikan penjelasan, bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi, dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap atau tingkah laku seseorang. Menurut Hovland, seseorang akan merasa tidak nyaman bila dihadapkan pada informasi baru yang bertentangan dengan keyakinannya. Teori perubahan sikap, juga disebut sebagai Teori Disonansi, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. Untuk mengurangi ketidaknyamanan itu, maka akan ada proses selektif, yaitu penerimaan informasi selektif, ingatan selektif, dan persepsi selektif.
Sedangkan istilah efek terbatas, awal mulanya dikemukakan oleh Joseph Klapper dari Columbia University. Pada tahun 1960, ia menulis tentang efek terbatas media massa yang dipublikasikannya dengan judul ‘Pengaruh Media Massa’. Menurutnya, komunikasi massa bukanlah penyebab yang cukup kuat untuk menimbulkan efek bagi masyarakat, tetapi pengaruh komunikasi massa terjadi melalui berbagai faktor dan pengaruh perantara. Pemikiran Klapper tersebut dikenal dengan nama Phenomenistic Theory, atau lebih dikenal dengan nama Teori Penguatan, karena menekankan pada kekuatan media yang terbatas. Menurut Klapper, faktor psikologis dan sosial turut berpengaruh dalam proses penerimaan pesan dari media massa, yaitu karena adanya proses seleksi, proses kelompok, norma kelompok dan keberadaan pemimpin opini.
Efek terbatas bisa terjadi karena dua hal, yaitu :
|