Thibbun Nabawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibensis (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ibensis (bicara | kontrib)
Baris 2:
 
== Dasar hukumnya ==
Setiap penyakit itu ada obatnya, seperti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam{{saw}} yang artinya:
{{cquote|“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.” (HR. Bukhari no. 5678 dan Muslim)}}
{{cquote|“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453.<ref> Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451</ref>)}}
{{cquote|“Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim no. 5705)}}
{{cquote|"Barangsiapa berpura-pura jadi ''thabib'' (dokter) sedangkan ia tidak tahu mengenal pengobatan, maka dia harus bertanggung jawab (jika terjadi mala praktek)." (HR. Ibnu Majah no.3457<ref>http://id.lidwa.com/app/?k=ibnumajah&n=3457</ref> dan Abu Daud no.3971<ref>http://id.lidwa.com/app/?k=abudaud&n=3971</ref>, dengan derajat hadits ...)}}
 
Al-Qur`anul karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini.<ref>Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi</ref>