Sugondo Djojopuspito: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
Pada tahun 1933 ketika Pemerintah Hindia Belanda di bawah Pemerintahan Gubernur General Mr. [[Bonifacius Cornelis de Jonge]], maka para aktivis politik mulai ditangkap. Ir. [[Soekarno]] ditangkap dan diasingkan ke [[Flores]] kemudian dipindahkan ke [[Bengkulu]]. Pada saat itu PNI pimpinan Ir. [[Soekarno]] beralih pimpinan pecah menjadi dua, yaitu dilanjutkan sebagai ''Partindo'' (Partai Inonesia) pimpinan ''Mr. Sartono'' dan ''Pendidikan Nasional Indonesia'' (PNI) pimpinan ''Drs. Mohammad Hatta'' dan ''Sutan Syahrir''. Sugondo memilih masuk dalam ''Pendidikan Nasional Indonesia'' (PNI) pimpinan Syahrir. Kemudian pada tahun 1934 gilirannya [[Mohammad Hatta]] dan [[Sutan Syahrir]] ditangkap dan diasingkan ke [[Boven Digoel]] kemudian dipindahkan ke [[Banda Neira]].
Dan selanjutnya tahun 1934 itu juga, giliran Sugondo juga ditangkap, namun tidak terbukti bahwa ia anggauta partai, sehingga ia hanya mendapat larangan mengajar (''Onderwijs Verbod'') oleh Pemerintah Hindia Belanda. Setelah larangan mengajar dicabut tahun 1935 ia pindah ke Bogor dan mendirikan Sekolah ''Loka Siswa'', namun sepi murid, sehingga ditutup. <ref> Suwarsih Djojopuspito, ''Manusia Bebas'', PT Djambatan 1975 </ref>
Setelah gagal mendirikan Sekolah ''Loka Siswa'' di Bogor, Sugondo pada tahun 1936 pindah mencari pekerjaan ke Semarang, dan ia mengajar di sekolah Tamansiswa Semarang, sedangkan isterinya bekerja di sekolah pimpinan Drs. Sigit. Namun kemudian akhir tahun 1936 ia pindah ke Surabaya bekerja sebagai wartawan lepas ''De Indische Courant Soerabaia''.
|