'''Orang Kanekes''' atau '''orang Baduy''' adalah suatu kelompok masyarakat adat [[orang Sunda|Sunda]] di wilayah [[Kabupaten Lebak]], [[Banten]]. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti [[Belanda]] yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya sungaiSungai CibaduyBaduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut,. sedangkan merekaMereka sendiri lebih suka menyebutkanmenyebut diri sebagai ‘Urang''urang Kanekes’Kanekes'' atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperiseperti ‘Urang''Urang Cibeo’Cibeo'' (Garna, 1993).
==Wilayah==
==Kelompok-kelompok dalam masyarakat Kanekes==
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu ''tangtu'', ''panamping'', dan ''dangka'' (Permana, 2001). Kelompok ''tangtu'' adalah kelompok yang dikenal sebagai [[Baduy Dalam]], yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di 3tiga kampung: (Cibeo, CikertawanaCikartawana, dan Cikeusik). Ciri khas Orang Baduy dalamDalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sedangkan kelompokKelompok masyarakat ''panamping'' adalah mereka yang dikenal sebagai [[Baduy Luar]], yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kadu KetukKaduketuk, Kadu KolotKadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas denganmengenakan pakaian hitam dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Baduy Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirah DayeuhSirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).
==Pemerintahan==
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu Puun"puun". Struktur pemerintahan secara adat Kanekes adalah sebagaimana tertera pada Gambar 1.
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah Puun"puun" yang ada di 3tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun -temurun, walaupunnamun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
[[Gambar:Struktur_pemerintahan_baduy.gif]]
Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat ''kapuunan'' (kepuunan) dilaksanakan oleh Jaro''jaro'', yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu ''jaro tangtu'', ''jaro dangka'', ''jaro tanggungan'', dan ''jaro pamarentah''. ''Jaro tangtu'' bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga ''tangtu'' dan berbagai macam urusan lainnya. ''Jaro dangka'' bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. ''Jaro dangka'' ini adaberjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai ''jaro duabelas''. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai ''jaro tanggungan''. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh ''pangiwa'', ''carik'', dan ''kokolot lembur'' atau tetua kampung (Makmur, 2001).
==Mata pencaharian==
|