Perjanjian Lama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 115 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q19786
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
Ketika bahasa Ibrani bukan lagi menjadi bahasa pengantar di Palestina, banyak orang yang tidak mengerti isi kitab suci, karena kitab suci tertulis dalam bahasa Ibrani. Oleh karena itu diambil inisiatif, bahwa dalam ibadah di [[Sinagoga]], setelah dibacakannya kitab suci dalam bahasa Ibrani, teks Ibrani tersebut diterjemahkan (dalam tradisi lisan) ke dalam bahasa Aram. Terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Aram dalam tradisi lisan tersebut (targum, jamak: targumim) baru mulai sekitar tahun 300 M ditulis oleh ahli-ahli kitab suci. Oleh karena itu banyak terjadi kesalahan penerjemahan dan ketidak-tentuan, karena penerjemahannya sendiri lebih berdasarkan interpretasi. Namun di sisi lain, dalam kritik teks, Targum kadang juga menjadi penting untuk diperhatikan, karena dia merupakan terjemahan dari teks yang lebih tua dari teks Masoret. Terdapat dua Targum yang terkenal dan penting, yaitu Targum Palestina dan Targum [[Babilonia]].
 
=== PesyittaPeshitta ===
Pesyitta[[Peshitta]] merupakan terjemahan [[Perjanjian Lama]] dalam [[bahasa Suryani]] atau [[bahasa Aram]] menurut tradisi Kristen. Penerjemahannya sangat bergantung dengan Targum, sehingga kedudukannya dalam kritik teks tidaklah menduduki tempat yang penting. Selain bergantung dengan [[Targum]], [[PesyittaPeshitta]] juga menggunakan [[LXX]].
 
=== Terjemahan-terjemahan dalam Bahasa Latin ===
Sampai sekitar tahun 250 M bahasa Yunani merupakan bahasa pengantar resmi di seluruh kerajaan Romawi. Namun di beberapa provinsi, misalnya di [[Afrika Utara]], bahasa Latin masih menjadi bahasa pergaulan masyarakat, sehingga dibutuhkan penerjemahan kitab suci ke dalam bahasa Latin untuk masyarakat yang berdiam di provinsi-provinsi tersebut. Terjemahan-terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Latin tersebut mulai muncul pada awal abad ke-2 M. Tradisi penerjemahan yang tertua adalah terjemahan dari Afrika, dan yang lebih muda adalah terjemahan dari bahasa [[Italia]]. Terjemahan-terjemahan Latin ini disebut dengan nama "Vetus Latina" atau oleh orang Galia-Selatan disebut dengan nama "Itala" (versio Itala). Penerjemahan-penerjemahan ini berdasarkan teks LXX.
 
[[Paus Damasus]] (366-384) memutuskan untuk merevisi Alkitab latin dan hasil dari perevisian ini akan menjadi teks resmi gereja Katolik. Untuk mewujudkannya, dia memerintahkan kepa-dakepada [[Hieronimum|Sophronius Eusebius Hieronimus]] (347-419) untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa latin atau sedikitnya merevisi teks-teks latin yang sudah ada. Hieronimus menyelesaikan penerjemahannya pada tahun 406. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa latin tersebut disebut [[Vulgata]]. Pada tahun 801 Vulgata kembali direvisi oleh [[Abt Alkuin]].
 
Melalui keputusan pada [[Konsili Vatikan II]], Vulgata direvisi kembali dan revisi tersebut selesai pada tahun 1979. Hasil revisi Vulgata tersebut disebut [[Nova Vulgata]].
Baris 52:
Umat Yahudi mengakui 39 kitab (atau menurut mereka 22 kitab, karena kedua kitab Samuel ([[1 Samuel]] dan [[2 Samuel]]); kedua kitab Raja-raja ([[1 Raja-raja]] dan [[2 Raja-raja]]); kedua kitab Tawarikh ([[1 Tawarikh]] dan [[2 Tawarikh]]); kitab [[Kitab Ezra|Ezra]] dan kitab [[Kitab Nehemia|Nehemia]]; dan 12 kitab nabi-nabi kecil: masing-masing dihitung satu kitab; dan kitab [[Kitab Rut|Rut]] digabungkan dengan kitab [[Hakim-Hakim]]; dan kitab [[Kitab Ratapan|Ratapan]] digabungkan dengan kitab [[Kitab Nabi Yeremia|Yeremia]]) yang ditulis dalam bahasa [[Ibrani]] (veritas hebraica) sebagai [[kanon]].
 
Penetapan ke-39 kitab tersebut sebagai kanon menurut tradisi terjadi pada sekitar tahun 95 M dalam sebuah [[konsili]] yang diadakan di [[Yamnia]] (sekarang ini bernama [[Yabne]], terletak di dekat pantai Laut Tengah, di sebelah barat daya [[Israel]]. Setelah Yerusalem dihancurkan oleh tentara Roma pada tahun 70 M, kota ini menjadi pusat umat Yahudi yang sangat penting). Penetapan ini memberikan legitimasi, bahwa 39 kitab ini tergolong Kitab Suci. Orang-orang Yahudi dewasa ini masih tetap mengakui kanonisasi berdasarkan penetapan di [[konsili Yamnia]]. Tradisi Protestan juga menganut tradisi ini.
 
Di samping tradisi kanonisasi Ibrani terdapat juga di kalangan Yahudi kuno kanonisasi yang didasarkan pada kitab-kitab Yunani yang terdapat dalam Septuaginta. Kitab-kitab Yunani tersebut di kalangan Yahudi kuno (juga pada zaman Yesus dan jemaat Kristen perdana) diakui sebagai kanonis. Tradisi kanonisasi Yunani pada awalnya mempunyai wibawa di kalangan umat Yahudi, tetapi setelah tradisi ini dipegang oleh jemaat Kristen perdana dan setelah kanonisasi di Yamnia, maka tradisi kanonisasi Yunani tidak lagi diakui oleh umat Yahudi.