Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
a |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh 125.165.99.240 dan Zeromus) dan mengembalikan revisi 7153430 oleh MimihitamBot |
||
Baris 25:
|image_map = Istana Siak.jpg
|capital = Buantan,<br /> Siak Sri Inderapura
|common_languages = [[Bahasa
|government_type = Monarki
|title_leader = Yang Dipertuan Besar
Baris 42:
{{Sejarah Indonesia}}
'''Kesultanan Siak Sri Inderapura''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] [[Islam]] yang pernah berdiri di [[Kabupaten Siak]], Provinsi [[Riau]], [[Indonesia]]. Kerajaan ini didirikan di [[Buantan]] oleh ''[[Raja Kecil
== Etimologi ==
Baris 54 ⟶ 52:
Perkembangan [[agama]] [[Islam]] di Siak, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini tidak lepas dari penggunaan nama ''Siak'' secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah [[Minangkabau]] yang terkenal: ''Adat menurun, syara’ mendaki'' dapat bermakna masuknya Islam ke dataran tinggi pedalaman Minangkabau dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan ''Orang Siak''.<ref name="Jasmi"/> Sementara di [[Semenanjung Malaya]], penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.<ref>Lamry, M. S., Nor, H. M., (1993), ''Masyarakat dan Perubahan'', Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, ISBN 9679422496.</ref><ref>www.jais.gov.my [http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf Iklan Jawatan Kosong]</ref>
Walau telah menerapkan [[hukum]] Islam pada masyarakatnya, namun
== Masa awal ==
Membandingkan dengan catatan [[Tomé Pires]] yang ditulis antara tahun 1513-1515, ''Siak'' merupakan kawasan yang berada antara ''Arcat'' dan ''Indragiri'' yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja [[Minangkabau]],<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref> kemudian menjadi vasal Malaka sebelum ditaklukan oleh [[Portugal]]. Munculnya [[VOC]] sebagai penguasa di Malaka, Siak diklaim oleh Johor sebagai bagian wilayah kedaulatannya sampai munculnya Raja
Dalam [[Syair Perang Siak]], [[Raja Kecik|Raja Kecil]] putra [[Pagaruyung]], didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di [[Bengkalis]], sekaligus melepaskan Siak dari pengaruh [[Kesultanan Johor|Johor]].<ref name="Syair"/> Sementara Raja
Sebelumnya dari catatan [[Belanda]], telah mencatat pada tahun 1674, ada datang utusan dari [[Johor]] untuk mencari bantuan bagi raja [[Minangkabau]] berperang melawan raja [[Jambi]].<ref>Andaya, L.Y., (1971), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca''. s.n.</ref> Dalam salah satu versi [[Sulalatus Salatin]] juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke Johor (1673),<ref>Samad, A. A., (1979), ''[[Sulalatus Salatin]]'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh [[Portugal]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]].<ref>Borschberg, P., (2004), ''Iberians in the Singapore-Melaka Area and Adjacent Regions (16th to 18th Century)'', Otto Harrassowitz Verlag, ISBN 3447051078.</ref><ref>Ricklefs, M.C., (2002), ''A History of Modern Indonesia Since C. 1200'', Stanford University Press, ISBN 0804744807.</ref> Kemudian berdasarkan surat dari raja [[Jambi]], [[Ingalaga dari Jambi|Sultan Ingalaga]] kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil dari Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.<ref>NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.</ref>
Pada tahun 1718 Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai [[Kesultanan Johor]]<ref name="Andaya2">Andaya, L.Y., (1972), ''Raja Kechil and the Minangkabau conquest of Johor in 1718'', JMBRAS, 45-2.</ref> sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar ''Yang Dipertuan Besar Johor'', namun pada tahun 1722 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas tahta Johor, dibantu oleh pasukan bayaran dari [[Bugis]]. Akhir dari peperangan ini, Raja Sulaiman mengukuhkan diri menjadi penguasa Johor di pedalaman Johor, sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke [[Bintan]] dan kemudian tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran [[Sungai Siak]] dengan nama ''Siak Sri Inderapura''.<ref name="Syair">Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society</ref> Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara [[Sungai Johor]] ditinggalkan begitu saja, dan menjadi ''status quo'' dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja
== Masa keemasan ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Sultan van Siak met rijksgroten in de afdeling Bengalis oostkust van Sumatra TMnr 60012313.jpg|thumb|250px|Sultan Siak dan Dewan Menterinya serta Kadi Siak pada tahun 1888]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Installatie van de Sultan van Siak in 1889 in aanwezigheid van resident Michielsen overste Van der Pol en assistent-resident Schouten Oost-Sumatra TMnr 10001571.jpg|thumb|250px|Upacara penobatan Sultan Siak pada tahun 1899]]
Dengan klaim sebagai pewaris [[Kesultanan Malaka|Malaka]],<ref name="Barnard">Barnard, T. P., (2003), ''Multiple centres of authority: society and environment in Siak and eastern Sumatra, 1674-1827'', KITLV Press, ISBN 90-6718-219-2.</ref> pada tahun 1724-1726 [[Raja Kecik|Sultan Abdul Jalil]] melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukan [[Rokan]] ke dalam wilayah Kesultanan Siak, membangun pertahanan armada laut di [[Bintan]]. Namun tahun 1728 atas perintah Raja Sulaiman, [[Yang Dipertuan Muda]] bersama pasukan Bugisnya, berhasil menekan Raja
Sementara Raja
Sepeninggal Raja
Pada [[1764]], Encik Lah menyusun sejarah perang Siak (''Syair Perang Siak'') di [[Palembang]].<ref>{{cite book |title=Bahasa Melayu, Bahasa Dunia - Sejarah Singkat |last=Collins |first=James T. |year=2005 |publisher=[[KITLV]] bekerja sama dengan [[Pusat Bahasa]] dan [[Yayasan Obor Indonesia]] |location=[[Jakarta]] |isbn=979-461-537-4 |page=69}}</ref> Sekitar tahun 1767, Raja Ismail, telah menjadi duplikasi dari Raja
Pada abad ke-18 Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur [[Sumatera]]. Tahun 1780 Kesultanan Siak menaklukkan daerah [[Langkat]], dan menjadikan wilayah tersebut dalam pengawasannya,<ref>''Penelitian dan pengkajian naskah kuno daerah Jambi'', Volume 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1989</ref> termasuk wilayah [[Deli]] dan [[Serdang]].<ref>Cribb, R. B., Kahin, A., (2004), ''Historical dictionary of Indonesia'', Scarecrow Press, ISBN 0-8108-4935-6.</ref> Di bawah ikatan perjanjian kerjasama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC menyerang dan menundukkan [[Selangor]],<ref>Karl Hack, Tobias Rettig, (2006), ''Colonial armies in Southeast Asia'', Routledge, ISBN 0-415-33413-6.</ref> sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan [[Raja Haji Fisabilillah]] di [[Pulau Penyengat]].
Baris 80 ⟶ 78:
== Perdagangan ==
Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui [[Selat Melaka]] serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783, ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka.<ref>Lee Kam Hing, (1986), ''The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study
of Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries'', in: Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp. 53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.</ref> Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di [[Pulau Pinang]].<ref>''The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world'', W. Baynes & Son, 1825.</ref> Namun disisi lain kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan [[Kepulauan Riau]]. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap [[Sultan Siak]], terlihat dalam [[Tuhfat al-Nafis]],<ref>[[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad]], (1997), ''[[Tuhfat al-Nafis]]'', Fajar Bakti.</ref> di mana dalam deskripsi ceritanya mereka mengambarkan Sultan Siak sebagai ''orang yang rakus akan kekayaan dunia''.
Peranan [[Sungai Siak]] sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri Inderapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari kapur barus, benzoar bahkan timah dan emas. Sementara pada saat bersamaan masyarakat Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka serta salah satu kawasan industri kayu terutama untuk pembuatan kapal maupun untuk bangunan. Dengan cadangan [[kayu]] yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada sumber [[beras]] dan [[garam]] di [[Pulau Jawa]], tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC namun tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.<ref>VOC 3470, ''Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775'', f. 339-34.</ref>
Baris 99 ⟶ 97:
== Struktur pemerintahan ==
Dewan menteri ini terdiri dari:
# Datuk Tanah Datar
Baris 106 ⟶ 104:
# Datuk Kampar
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di Eropa maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda atau Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]]
Perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau undang-undang, dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref>Junus, H., ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakat Melayu. Namun tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia-Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia-Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
Baris 196 ⟶ 194:
Berkas:id-sia15.GIF| Distrik Tanah Datar
</gallery>
</center>
== Lihat Pula ==
|