Karangbawang, Ajibarang, Banyumas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 4 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q3322655
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
{{Ajibarang, Banyumas}}
{{kelurahan-stub}}
BABAD KARANGBAWANG
Di suatu daerah yang tak bernama sebelumnya. Daerah tersebut sepi dengan bebatuan yang terjal dan besar-besar serta pepohonan yang rindang menjulang tinggi. Di daerah itu hiduplah dua keluarga yang saling berjauhan antara ujung utara dan ujung selatan. Satu keluarga terdiri atas Mbok Rondo dan anaknya Juminten, sedangkan satu keluarga lagi seorang bapak dan anaknya yang gagah berani. Alkisah mbok Rondo dan Juminten tinggal di ujung selatan hutan itu.
Mbok Rondo : “Anakku cewek satu-satunya yang paling cantik ”
Juminten : “Ya ibu, ibu juga cantik”
Mbok Rondo : “Hidup disini harus rajin bekerja, tidak ada ayahmu, ayah sudah meninggal
waktu kamu masih kecil, kamu ingat tidak waktu kamu makan buah yang
manis itu”
Juminten : “Ya ibu, aku masih ingat, tapi ada lagi ga bu?”
Mbok Rondo : “Itulah makanan bisa kamu makan bila kamu bekerja”
Juminten : “Bu Ibu,”
Mbok Rondo : “Ya anakku”
Juminten : “Koq dari dulu saya tidak pernah melihat orang lain selain kita disini, yang
yang saya liat koq hanya monyet-monyet lucu bergelantungan di pohon”
Mbok Rondo : “Sebenarnya ada anakku selain kita disini”
Juminten : “Lalu dimana mereka bu? Koq saya tidak pernah melihat mereka”
Mbok Rondo : “Mereka tinggal di ujung sana”
Juminten : “Banyak bu?”
Mbok Rondo : “Mereka hanya berdua saja, sama dengan kita, Cuma mereka seorang laki-
laki dan anaknya yang gagah berani”
Juminten : “Ohhhhh begitu yah! Koq mereka tidak mau tinggal disini kenapa bu?”
Mbok Rondo : “Ibu juga tidak tahu, ya sudahlah, kamu senang kan tinggal berdua sama
ibu?”
Juminten : “Ya senanglah kana da ibu yang cantik, suka berdandan, suka menabung
dan tidak putus asa”
Mbok Rondo : “Ah kamu bisa aja”
Juminten : “Bener koq bu, he he he he he”
Mbok Rondo : “Cantikkan mana ibu dengan Syahrini?”
Juminten : “Ya jelas cantikkan ibulah, Syahrini seperti apa saja saya tidak tahu”
Mbok Rondo : “Anakku yang cantik”
Juminten : “Ya ibu”
Mbok Rondo : “Kamu ingin buah yang dulu pernah kamu makan?”
Juminten : “ya bu”
Mbok Rondo : “Kamu benar mau buah itu? Ibu jadi ingat ayah kamu.”
Juminten : “Maaf bu, Ibu jangan sedih”
Mbok Rondo : “Kalau kamu bener-bener ingin buah itu, besok kita cari bersama-sama”
Juminten : “Kemana bu kita mencarinya?”
Mbok Rondo : “Ibu juga tidak tahu, nak. Besok kita cari bersama-sama ya!”
Juminten : “Tapi ada yang tidak aku suka dari buah itu bu”
Mbok Rondo : “Emang kenapa dengan buah itu”
Juminten : “Yang tidak aku suka dari buah itu adalah bijinya yang keras bu”
Mbok Rondo : “Ya bijinya jangan dimakan. Sudah kita siap-siap bawa bekal yang
banyak biar tidak kelaparan dan jangan lupa bawa kail buat mincing ikan”
Juminten : “Ya bu”
Mbok Rondo dan Juminten anaknya sore itu sudah mempersiapkan segala sesuatu keperluan untuk melakukan perjalanan jauh. Mereka akan camping mencari jejak dimana gerangan buah yang manis rasanya itu berada. Pagi-pagi mereka berangkat ke arah timur, searah dengan terbitnya matahari pagi. Hingga tibalah di tepi sungai yang deras tapi jernih airnya. Kata ayahnya Juminten sungai itu bernama Sungai Tajum.
Juminten :”Bu…. Bu itu apa? Ih lucu-lucu. Kenapa dia tidak mati bu hidup di air?”
Mbok Rondo : “Itu yang namanya ikan. Ikan bernafas dengan insang. Makanya dapat
hidup di air”
Juminten : “Kenapa kalau saya di dalam air nafas saya jadi sesak?”
Mbok Rondo : “Itulah bedanya kamu dengan ikan. Anakku, coba kamu liat kesana, ke
atas bukit itu! Sepertinya ada pohon yang rindang. Kamu tahu nda pohon
apa itu?”
Juminten : “Saya tidak tahu pohon apa itu. Bagaimana kalau kita kesana, bu?”
Mbok Rondo : “Oohhhh, Ibu jadi ingat kata ayahmu. Kalau anak kita sudah besar dan
minta buah ini, ajaklah dia ke atas bukit di sebelah barat rumah kita”
Juminten : “Mungkin itu pohonnya, bu”
Mbok Rondo : “Anakku, kamu capai apa tidak?”
Juminten : “Lumayan capai bu”
Mbok Rondo : “Bagaimana kalau kita istirahat dulu?”
Juminten : “Ya bu, aku juga lapar bu”
Mbok Rondo : “Ya sudah kita istirahat dan makan. Itu singkong rebusnya dibuka!”
Juminten : “Asyik kita makan”
Mbok Rondo : “Ya anakku, sudah makan aja jangan malu-malu, kucing”
Mereka beristirahat sejenak menghilangkan letih dan capai sambil menikmati singkong rebus yang dibawanya dari rumah. Setelah beristirahat cukup, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke bukit itu. Sebelum senja mereka sampailah di kaki bukit, tiba-tiba …..
Juminten : “Bu buah apa ini bu”
Mbok Rondo : “Ibu tidak tahu. Apa buah ini berasal dari pohon di atas bukit itu? Atau dari
Pohon di sekitar sini yah? Tapi koq tidak ada pohon yang sedang berbuah”
Juminten : “Mungkin saja bu dari atas bukit itu”
Mbok Rondo : “Bagaimana kalau kita ke bukit saja, kamu masih kuat kan?”
Juminten : “Masih bu”
Ternyata buah yang mereka temukan adalah buah yang jatuh dari atas bukit dan bentuknya bulat. Wajar saja buah itu bisa sampai ke kaki bukit, karena bentuk buah itu bisa menggelinding ke bawah. Mereka melanjutkan perjalanan dan sampailah di bukit itu. Akan tetapi malam pun datang. Gelap gulita dan sepi sunyi suasana di bukit itu. Tiba-tiba angin berhembus kencang petir bergelegar. Hujan pun turun. Mereka berteduh di bawah ayaman pohon pisang yang ada disekitar tempat itu. Karena terlalu capai menaiki bukit itu hingga akhirnya mereka tertidur keletihan. Udara pagi berhembus sepoi-sepoi membangunkan dua insan yang lelap tertidur.
Juminten : “Bu…bu… buah itu sama dengan buah yang kemarin kita temukan di kaki
bukit”
Mbok Rondo : “Tapi buah apa yah? Apa benar ini buah yang dimaksud ayahmu dulu?
Sebentar saya ingat-ingat dulu buah apa yah? Ooh ibu ingat bapakmu
bilang kalau buah yang di atas bukit itu namanya buah Mbawang”
Juminten : “Tapi koq aneh ya bu!”
Mbok Rondo : “Aneh, kenapa?”
Juminten : “Ada pohon yang bisa tumbuh di atas karang tanpa ada tanahnya”
Mbok Rondo : “Ya inilah yang namanya keajaiban anakku” Bagaimana kalau kita namai
saja daerah ini Karangbawang, yaitu pohon mbawang yang tumbuh di
atas batu karang. Biar kelak daerah ini disebut Karangbawang”
TAMAT