Gunting Syafruddin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Femmy (bicara | kontrib)
merombak paragraf-parafraf awal
k typos
Baris 1:
'''Gunting Sjafruddin''' adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh [[Syafruddin Prawiranegara]], [[Menteri Keuangan]] dalam [[Kabinet Hatta]], yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal [[10 Maret]] [[1950]].
 
Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang [[NICA]]) dan uang [[De Javasche Bank]] dari pecahan Rp5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setegahsetengah dari nilai semula sampai tanggal [[9 Agustus]] pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan [[obligasi]] negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar empat puluh tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di [[bank]]. Pecahan Rp2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI ([[Oeang Republik Indonesia]]).
 
Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi [[Indonesia]] yang saat itu sedang terpuruk--utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp1,5 milyar.
Baris 14:
 
Sudah tentu, dua kebijakan yang radikal itu menyulut pro-kontra. Sjafruddin pun mengakui, kebijakannya itu memberatkan para importir. Namun, ia tidak mau mengabaikan kepentingan para petani yang menghasilkan sebagian besar barang ekspor. Hasilnya ternyata mujarab. Kedudukan [[rupiah]] menguat, harga barang terutama kebutuhan pokok tidak naik, dan pemasukan pemerintah naik berlipat-lipat, dari Rp1,871 milyar menjadi Rp6,990 milyar.
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]