[[Berkas:Inscription at Candi Ceta.JPG|thumb|Inskripsi pada gapura teras ke-7]]
Pada keadaannya yang sekarang, kompleks Candi Ceto terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk [[candi bentar]], pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk (yaitu teras kelimaketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman. danPada diaras siniketiga terdapat [[petilasan]] Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Ceto.
Sebelum memasuki aras ketigakelima (teras ketujuh), pada dinding kanan gapura terdapat inskripsi (tulisan pada batu) dengan aksara Jawa Kuna berbahasa Jawa Kuna berbunyi ''pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397''<ref name="board"/>. Tulisan ini ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 [[Tahun Saka|Saka]] atau 1475 Masehi. Di teras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, [[surya Majapahit]] (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol ''phallus'' ([[penis]], alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan [[tindik tubuh|tindik]] (''piercing'') bertipe ''ampallang''. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti [[mimi]], [[katak]], dan [[ketam]]. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai [[suryasengkala]] berangka tahun 1373 [[Tahun Saka|Saka]], atau 1451 era modern. Dapat ditafsirkan bahwa kompleks candi ini dibangun bertahap atau melalui beberapa kali renovasi.
Pada aras selanjutnya dapat ditemui jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah [[SudhamalaSudamala]], seperti yang terdapat pula di [[Candi Sukuh]]. Kisah ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa sebagai dasar upacara [[ruwatan]]. Dua aras berikutnya memuat bangunan-bangunan pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Sampai saat ini pendapa-pendapa tersebut digunakan sebagai tempat pelangsungan upacara-upacara keagamaan. Pada aras ketujuh dapat ditemui dua [[arca]] di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan arca [[Sabdapalon]] dan di selatan [[Sabdapalon|Nayagenggong]], dua tokoh setengah mitos (banyak yang menganggap sebetulnya keduanya adalah satutokoh yang orangsama) yang diyakini sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang [[Brawijaya|Prabu Brawijaya]] V.
Pada aras kedelapan terdapat arca ''phallus'' (disebut "kuntobimo") di sisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud ''mahadewa''. Pemujaan terhadap arca [[phallus]] melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi setempat. Aras terakhir (kesembilan) adalah aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Di sini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.