Kejawen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
melengkapi dan meluruskan ajaran kejawen
Baris 8:
# ''Mamayu Hayuning Sasama'' (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
# ''Mamayu Hayuning Bhuwana'' (sebagai rahmat bagi alam semesta)
berbeda dengan kaum [[abangan]] kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap tuhannya. jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.
 
== Etimologi ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Java man gezeten onder een waringinboom TMnr 60020257.jpg|thumb|Seorang petapa [[Jawa]] sedang bersamadhi di bawah pohon [[beringin]] di era [[Hindia Belanda]] [[1916]].]]
Baris 17:
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah ''laku'' (mirip dengan "[[ibadah]]"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan [[Konfusianisme]] (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.
 
Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti [[keris]], [[wayang]], pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan ''kewingitan ''(wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan [[perdukunan]] yang padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.
 
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik [[Hindu]], [[Buddha]], [[Islam]], maupun [[Kristen]]. Gejala [[sinkretisme]] ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.