Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ricky Setiawan (bicara | kontrib)
←Membatalkan revisi 755396 oleh Ricky setiawan (Bicara)Revert. Loh? Pieter dah tewas ya? Cupu nih referensi saya :D
Ricky Setiawan (bicara | kontrib)
menambahkan, ubah format
Baris 1:
[[Gambar:Nicolaas Pieneman - The Submission of Prince Dipo Negoro to General De Kock.jpg|right|thumb|Lukisan Persitiwa Pengkapan Pangeran Diponegoro oleh VOC]]
 
'''Perang Diponegoro''', atau dikenal juga dengan sebutan '''Perang Jawa''' adalah perang antara pasukan penjajah Belanda dengan seorang pangeran Yogyakarta bernama [[Pangeran Diponegoro]] yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia) antara tahun [[1825]]-[[1830]].
'''Perang Diponegoro''', atau dikenal juga dengan sebutan '''Perang Jawa''', '''''The Java War''''', atau '''''De Java Qorlog''''', adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di [[Jawa]], Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara pasukan penjajah Belanda melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama [[Pangeran Diponegoro]]. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.
 
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa.
 
==Latar belakang==
Setelah kekalahannya dalam [[Perang Napoleon]] di Eropa, pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang ketika itu sudah sangat menderita.
'''Sebab tidak langsung'''
 
Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha menguasai kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, kemenakannya, [[Sultan Hamengku Buwono V]] yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh [[Patih Danuredjo]], seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan/adat keraton.
Beberapa sebab tidak langsung Perang Diponegoro namun cukup berpengaruh adalah:
 
UntukPada membuatpertengahan jalanbulan rel[[Mei]] kereta api[[1825]], pemerintah Belanda menancapkanyang tonggak-tonggakawalnya pembatasmemerintahkan pembangunan jalan keretadari api[[Yogyakarta]] yangke melewati[[Magelang]] daerahlewat Tegalrejo[[Muntilan]], dimengubah Jawarencananya Tengahdan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro marah luar biasa, dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut.
* Banyaknya jumlah [[pajak]]: Pemerintah kolonial Belanda menarik pajak yang jumlahnya cukup banyak, seperti Pajak Jembatan (untuk rakyat yang melintasi jembatan, kira-kira mirip dengan pembayaran jalan tol untuk saat ini), pajak pintu, pajak gerbang, dan sebagainya. Pajak-pajak ini amat mencekik rakyat Indonesia yang saat itu sangat menderita.
 
*Pada tanggal [[20 Juli]] [[1825]], Belanda mengirim serdadunya dari Yogyakarta untuk menangkap Diponegoro. Tegalreja direbut dan dibakar, Diponegoro berhasil melarikan diri dan mengumumkan pemberontakan. Dimulai lah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "''Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati''". Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan [[Diponegoro]]. Perjuangan Diponegoro dibantu [[Kyai Maja]] yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. <!--Pemberontakan ini juga menyerang orang-orang keturunan Tionghoa KARENA??-->
* Campur tangan Belanda dalam urusan istana: Dalam sejarahnya, semasa (Nusantara) dijajah Belanda, Belanda akan selalu memanfaatkan/mengadu domba pihak kerajaan yang saat itu menguasai sepetak demi sepetak tanah Nusantara, hingga nantinya seluruh Nusantara akan takluk di hadapan Belanda. Hal ini juga terjadi pada kesultanan [[Ngayogyakarta Hadiningrat]] yang saat itu diperintah seorang sultan bergelar [[Hamengkubuwono V]]. Kala Sri Sultan wafat, Belanda mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan/adat keraton. Hal ini juga tidak disenangi oleh [[Diponegoro]].
 
* Lain-lain: Sebab-sebabnya antara lain adalah anggota keluarga kerajaan Jawa yang merasa dikhianati oleh pihak [[Belanda]] karena mereka tidak lagi dapat menyewakan tanah dengan harga yang tinggi. Selain itu, ada pula beberapa masalah dengan pergantian kekuasaan di [[Yogyakarta]]: Diponegoro adalah anak yang tertua, tetapi karena ibunya bukan seorang ratu, dia tidak berhak meneruskan ayahnya.
 
'''Sebab langsung'''
 
Sebab yang menetapkan hati Pangeran Diponegoro untuk segera mengangkat senjata melawan Belanda adalah penancapan tonggak-tonggak pembuatan jalan rel kereta api.
 
Untuk membuat jalan rel kereta api, Belanda menancapkan tonggak-tonggak pembatas jalan kereta api yang melewati daerah Tegalrejo di Jawa Tengah. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro marah luar biasa, dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda.
 
==Jalannya perang==
[[gambar:Mataram Baru 1830.png|thumb|Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830]]
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan [[infantri]], [[kavaleri]] dan [[artileri]] —yang sejak [[perang Napoleon]] menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal— di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan [[kota]] dan [[desa]] di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur [[Iogistik]] dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang [[mesiu]] dibangun di [[hutan|hutan-hutan]] dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Perang Diponegoro bukan perang yang mudah bagi Belanda, karena pada saat Perang Diponegoro dimulai tahun 1825, Belanda sedang menghadapi [[Perang Padri]] di Sumatera Barat. Perang Jawa, berpusat di daerah [[Yogyakarta]].
 
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan [[hujan|penghujan]]; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit [[malaria]], [[disentri]], dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak" melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan [[provokator]] mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
* Mei [[1825]], Sebuah jalan baru akan dibangun di dekat [[Tegalreja]]. Jalan tersebut melewati makan dan tanah leluhur Diponegoro yang membuat Diponegoro tersinggung.
 
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti [[Jawa Tengah]] dan sebagian [[Jawa timur]] dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (''open warfare''), maupun metoda perang gerilya (''geurilia warfare'') yang dilaksanakan melalui taktik ''hit and run'' dan penghadangan. ini bukan sebuah ''tribal war'' atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (''psy-war'') melalui [[insinuasi]] dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (''spionase'') dimana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
* [[20 Juli]] 1825, Belanda mengirim serdadunya dari Yogyakarta untuk menangkap Diponegoro. Tegalreja direbut dan dibakar, Diponegoro berhasil melarikan diri dan mengumumkan pemberontakan. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan [[Diponegoro]]. Perjuangan Diponegoro dibantu [[Kyai Maja]] yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Pemberontakan ini juga menyerang orang-orang keturunan Tionghoa
 
* [[1827]] Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng. Pasukan Diponegoro terjepit. Penyakit [[kolera]], [[malaria]], [[disentri]] menyerang kedua belah pihak.
 
* April [[1829]], Kyai Maja tertangkap.
 
* September 1829, Paman Pangeran Diponegoro, Pangeran [[Mangkubumi]] dan panglima utamanya [[Sentot Alibasya]] menyerah.
 
* Maret [[1830]], Diponegoro melakukan perundingan di Magelang, namun perundingan itu hanya merupakan tipu muslihat Belanda untuk menangkap Diponegoro. Perundingan terjadi pada hari suci umat Muslim (Idul Fitri 1245H). Diponegoro ditangkap dan diasingkan.
 
* Januari [[1855]], Diponegoro Wafat di Makassar
 
*Pada tahun [[1827]], Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun [[1829]], Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran [[Mangkubumi]] dan panglima utamanya [[Sentot Alibasya]] menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada bulan [[Maret]] [[1830]], Diponegoro melakukan perundingan di [[Magelang]], namun perundingan itu hanya merupakan tipu muslihat Belanda untuk menangkap Diponegoro. Perundingan terjadi pada hari suci umat Muslim (Idul Fitri 1245H). Diponegoro ditangkap dan diasingkan.
 
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 [[pribumi]], dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
Baris 45 ⟶ 29:
Di sisi lain, sebenarnya Belanda sedang menghadapi [[Perang Padri]] di [[Sumatera Barat]]. Penyebab Perang Paderi adalah perselisihan antara Kaum Padri (alim ulama) dengan Kaum Adat (orang adat) yang mempermasalahkan soal agama Islam, ajaran-ajaran agama, mabuk-mabukan, judi, ''maternalisme'' dan ''paternalisme''. Saat inilah Belanda masuk dan mencoba mengambil kesempatan. Namun pada akhirnya Belanda harus melawan baik kaum adat dan kaum paderi, yang belakangan bersatu. Perang Paderi berlangsung dalam dua babak: babak I antara 1821-1825, dan babak II.
 
Untuk menghadapi Perang Diponegoro, Belanda terpaksa menarik pasukan yang dipakai perang di Sumatera Barat untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yang bergerilya dengan gigih. Sebuah gencatan senjata disepakati pada tahun [[1825]], dan sebagian besar pasukan dari Sumatera Barat dialihkan ke Jawa. Namun, setelah Perang Diponegoro berakhir (1830), kertas perjanjian gencatan senjata itu disobek, dan terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada tahun [[1837]] pemimpin Perang Paderi, [[Tuanku Imam Bonjol]] akhirnya menyerah. Berakhirlah Perang Padri.
 
Setelah tahun 1830 Perang Diponegoro berakhir, kertas perjanjian gencatan senjata antara Belanda dan kaum Paderi disobek, dan terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada tahun [[1837]] pemimpin Perang Paderi, [[Tuanku Imam Bonjol]] akhirnya menyerah. Berakhirlah Perang Padri.
 
==Lihat pula==
*[[Perang Jawa Britania-Belanda]]
 
==Pranala luar==
[http://artikel.us/art05-61.html Mengenang 180 Tahun Perang Diponegoro] oleh Yanto.
 
[[category:Sejarah Nusantara]]
[[kategori:Perang|Diponegoro]]
 
{{artikel bagus utama}}
 
[[en:Java War]]