Karate di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- diantara + di antara )
Baris 7:
Beberapa tahun kemudian berdatangan mantan mahasiswa Indonesia dari Jepang seperti Setyo Haryono (pendiri [[Gojukai]]), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping mantan mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: [[Matsusaki]] ([[Kushinryu]]-1966), [[Ishi]] ([[Gojuryu]]-1969), Hayashi ([[Shitoryu]]-1971) dan [[Oyama]] ([[Kyokushinkai]]-1967)
 
Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantaradi antara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama [[Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia]] ([[FORKI]]).
 
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar (PB). telah dipimpin oleh tujuh orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannyapun mengalama tiga kali perobahan masa periodisasi yaitu ; periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun 1972–1977) periodisasi tiga tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997-1980) dan periodisasi empat tahun (berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).