Mahabharata: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
M. Adiputra (bicara | kontrib)
tambah isi
Baris 28:
 
Antara tahun 1919 dan 1966, para pakar di ''[[Bhandarkar Oriental Research Institute]]'', [[Pune]], membandingkan banyak naskah dari wiracarita ini yang asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan suntingan teks kritis dari ''Mahabharata''. Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang dibagi menjadi 19 jilid. Lalu suntingan ini diikuti dengan ''Harivaṃsa'' dalam 2 jilid dan 6 jilid indeks. Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk telaah mengenai ''Mahabharata''.<ref>[http://www.virtualpune.com/html/channel/edu/institutes/html/bhandark.shtml Bhandarkar Institute, Pune]&mdash;Virtual Pune</ref>
 
==Ringkasan cerita==
[[Berkas:Ravi Varma-Shantanu and Satyavati.jpg|right|180px|thumb|Prabu Śantanu dan Dewi Satyawati, leluhur para Pandawa dan Korawa]]
===Kisah keluarga Bharata===
 
'''Mahābhārata''' merupakan kisah besar keluarga [[Bharata]]. Kisah tersebut diawali dengan pertemuan Raja [[Duswanta]] dengan [[Sakuntala]] yang kemudian menurunkan Sang [[Bharata]]. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan [[India Kuno]]. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut [[Bharatawarsha]] (konon meliputi Asia Selatan). Sang Bharata menurunkan Sang [[Hasti]], yang kemudian mendirikan [[Hastinapura]]. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang [[Kuru (Mahabharata)|Kuru]], yang menguasai sebuah daerah yang disebut [[Kurukshetra]] (terletak di negara bagian [[Haryana]], [[India Utara]]). Sang Kuru menurunkan [[Dinasti Kuru]] atau [[Wangsa Kaurawa]]. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah [[Pratipa]], yang menjadi ayah Prabu [[Santanu]], leluhur [[Pandawa]] dan [[Korawa]].
 
Prabu Santanu menikah dengan [[Dewi Gangga]], namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Prabu Santanu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama [[Dewabrata]] atau [[Bhisma]]. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi [[Satyawati]]. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang [[Chitrāngada]] dan [[Wicitrawirya]]. Chitrāngada wafat di usia muda kemudian digantikan oleh adiknya, Wicitrawirya. Wicitrawirya kemudian menurunkan [[Pandu]] dan [[Drestarastra]].
 
Saudara Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah [[Wangsa Yadawa]], karena kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja [[Yayati]], seorang kesatria dari [[Wangsa Chandra]] atau [[Dinasti Soma]], keturunan [[Pururawa]]. Dalam silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu [[Basudewa]], Raja di [[Kerajaan Surasena]], yang kemudian berputera Sang [[Kresna]], yang mendirikan [[Kerajaan Dwaraka]]. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan [[Pandawa]] dan [[Korawa]] dari Wangsa Kaurawa.
[[Berkas:Draupadi humiliated RRV.jpg|left|thumb|240px|Dropadi berusaha dihina di muka umum setelah Pandawa dan Korawa kalah main dadu]]
 
Kisah sentral keluarga besar Bharata (Mahābhārata) adalah perebutan kekuasaan antara lima putera [[Pandu]] ([[Pandawa]]) dengan seratus putera [[Drestarastra]] ([[Korawa]]) , yang merupakan saudara sepupu. Pandawa dan Korawa merupakan dua keluarga dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni [[Kuru]] dan [[Bharata]]. Korawa (khususnya [[Duryodana]]) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka.
 
Ayah para Korawa, Drestarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya – [[Sangkuni]] – beserta putera kesayangannya – [[Duryodana]] – agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa. Berkali-kali Korawa hendak melenyapkan Pandawa, namun selalu gagal berkat perlindungan yang seksama dari Widura dan Kresna.
 
Hingga pada suatu hari, Pandawa kalah main dadu dengan Korawa. Dalam peristiwa tersebut, [[Dropadi]] berusaha dihina di muka umum dengan menarik pakaiannya, namun usaha tersebut tidak berhasil berkat pertolonan gaib dari Sri [[Kresna]]. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 13 tahun dan tinggal di hutan. Setelah masa pengasingan habis, sesuai dengan perjanjian, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin [[Duryodana]]. Namun Duryodana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri [[Kresna]], namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
 
===Pertempuran di Kurukshetra===
[[Berkas:Kurukshetrawar.jpg|right|thumb|300px|Suasana menjelang perang di “Medan Kuru” atau [[Kurukshetra]]]]
: Artikel utama: [[Perang di Kurukshetra]]
 
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari [[Kerajaan Kekaya]], [[Kerajaan Pandya]], [[Kerajaan Chola]], [[Kerajaan Kerala]], [[Kerajaan Magadha]], [[Yadawa|Wangsa Yadawa]], [[Kerajaan Dwaraka|Dwaraka]], dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di [[Bharatawarsha]] seperti misalnya: [[Drupada]], [[Satyaki]], [[Drestadyumna]], [[Srikandi]], [[Wirata]], dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu [[Duryodana]] meminta [[Bhisma]] untuk memimpin pasukan [[Korawa]] sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh Rsi [[Drona]] dan putranya [[Aswatama]], kakak ipar para Korawa—[[Jayadrata]], guru [[Kripa]], [[Kritawarma]], [[Salya]], [[Sudaksina]], [[Burisrawas]], [[Bahlika]], [[Sangkuni]], dan masih banyak lagi.
 
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti: [[Abimanyu]], [[Drona]], [[Karna]], [[Bhisma]], [[Gatotkaca]], [[Irawan]], Raja [[Wirata]] dan puteranya, [[Bhagadatta]], [[Susharma]], [[Sangkuni]], dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari ke-18, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: [[Pandawa|Lima Pandawa]], [[Yuyutsu]], [[Setyaki]], [[Aswatama]], [[Kripa]] dan [[Kritawarma]]. Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, [[Parikesit]]. Kemudian, ia bersama Pandawa dan [[Dropadi]] mendaki gunung [[Himalaya]] sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Parikesit berputera [[Janamejaya]]. Janamejaya dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kaurawa di [[Hastinapura]].
 
== Silsilah keluarga Bharata ==