Serat Sindujoyo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Sindu Joyo''' Sebagai nelayan Kyai Sindujoyo tidak seperti nelayan umumnya dalam kerjanya. Beliau menarik seroh (sodoh) tak ubahnya seorang yang melaksanakan lelaku...' Tag: |
tambahan serat |
||
Baris 9:
Dibawah pimpinan Kyai Sindujoyo ternyata ekspedisi ini berhasil merahi kemenangan dan Kyai Sindujoyo berhasil membunuh Kidang Palih. Mendengar berita kekalahan pasukan Gumeno dan kematian Kidang Palih membuat istri Kidang Palih tidak Terima. Beliau ingin membalas kematian suaminya kepada Kyai Sindujoyo. Dengan berdandan bak seorang lelaki, istri Kidang Palih berkuda mengejar Kyai Sindujoyo. Pertarungan terjadi Istri Kidang palih tewas dengan tikaman tombak tepat di dadanya. Begitu mengetahui yang terbunuh seorang wanita, Kyai sindujoyo amat menyesal dan meninggalkan medan perang tanpa pamit dengan pasukan yang dipimpinnya.<br />
Seperti halnya di Surakarta, Kyai Sindujoyo menolak pemberia hadiah dari raja Ampel Dento. Ratusan kerbau itu diberikan pada Rakyat Gumeno yang telah ditinggalkan pemimpinnya, dan beliau memilih satu kerbau untuk dijadikan tempat bertapa. Dari kali Tanggok beliau masuk ke dalam kerbau selama empat puluh hari, dan sampailah bangkai kerbau tersebut di desa KARANG PASUNG sekarang jadi kelurahan KROMAN. Saat keluar dari kerbau Kyai Sindujoyo menjumpai anak buaya yang terjepit akar pohon bakau(Tanjang). Lalu buaya kecil itu diangkat dan dikembalikan ke laut. Kyai Sindujoyo membuka lahan dengan membabat hutan bakau ini untuk membuat rumah yang baru di desa KARANG PASUNG.
'''Serat Sindujoyo'''
Serat Sindujoyo merupakan manuskrip yang ditulis oleh Ki Tarub Agung
pada tahun 1856 M, sesuai dengan yang tertulis pada kolofon naskah yaitu :
<em>''Bismillahir rohmanirrohim. ''</em>
<em>''Kalanipun duk sinerat,''</em>
<em>''ing dina ngahat ta mangko,''</em>
<em>''wayahipun pukul songo,''</em>
<em>''manis pakenaniro,''</em>
<em>''ing sasi Ramelan iku,''</em>
<em>''tanggalipun ping sawelas.''</em>
<em>'' ''</em>
<em>''Taun jimakir winarni,''</em>
<em>''Ing windu karar punika,''</em>
<em>''Sadasa iku mangsane,''</em>
<em>''Wukune landep punika,''</em>
<em>''Sampune sinengkalan,''</em>
<em>''”Gajah pepitu puniku,''</em>
<em>''Sapta tunggal” Kang winarna.''</em>
Yang artinya:
Dengan menyebut nama Allah yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang,
Awal waktu penulisan kisah ini,
Pada hari Ahad,
Jam sembilan,
Di hari pasaran legi,
Dalam bulan Ramadhan,
Tanggal sebelas.
Tahun jimaki,
Dalam windu karar,
Mangsa sepuluh
Wuku landep,
Sesudahnya diberi candra sengkala (prasasti),
”Gajah pepitu itu,
Sapta tunggal (tahun 1778 Saka)”.
Dari keterangan tersebut dapat kita runtutkan tahun
penulisannya yaitu Gajah = esti = 8, pepitu = 7, sapta= 7, tunggal= 1.
Maka naskah ini ditulis pada tahun 1778 Çaka. Jika dikonversikan ke
dalam masehi yaitu tahun 1856 M.
Naskah ini berjumlah 188 halaman, dengan 107 halaman di antaranya
berisi ilustrasi, 76 halaman di antaranya berisi ilustrasi penuh.
Ilustrator dari manuskrip ini adalah Kyai Buder.
Naskah Serat Sindujoyo ini menceritakan tentang seorang santri Sunan
Prapen (cucu Sunan Giri) yang gemar melakukan perjalanan. Sindujoyo
sendiri bernama asli Pangaskarta(beberapa orang menyebutnya Bangaskarta)
<nowiki> </nowiki>yang merupakan putra dari Kyai Kening dari desa Kelanting, Lamongan.
Suatu ketika, Pangaskarta dan Imam Sujono -salah satu santri lainnya-
mengadakan perjalanan ke arah barat. Di tengah perjalanan mereka berdua
bertemu dengan dua kakak beradik yang kemudian mengikuti mereka untuk
bertapa di Gua Sigolo-Golo yang berada di Sragen, Jawa Tengah. Setelah
tiga bulan bertapa di Gua Sigolo-Golo, Sunan Amangkurat Kertasura
memanggil mereka untuk mengikuti sayembara guna menangkap Tumenggung
Banyumas yang sombong. Keempat orang tersebut pun akhirnya berhasil
memenangkan sayembara tersebut. Sunan Amangkurat Kertasura memberi
mereka hadiah berupa kebo bule. Begitulah salah satu bagian cerita dalam
<nowiki> </nowiki>Serat Sindujoyo ini. Bagian cerita berikutnya merupakan kisah
perjalanan Sindujoyo dalam menghadapi musuh-musuhnya dan menegakkan
ajaran Islam.
Saat ini naskah Serat Sindujoyo yang asli terdapat di Makam Dalem,
yaitu makam Sindujoyo di desa Karang Poh kabupaten Gresik dengan kondisi
<nowiki> </nowiki>yang memprihatinkan. Beberapa halaman sobek karena termakan usia.
Naskah ini ditulis dengan huruf pegon berbahasa Jawa.
<br />
|