Kutukan Ham: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bluejelly (bicara | kontrib)
Bluejelly (bicara | kontrib)
Baris 90:
Penjelasan bahwa orang kulit hitam Afrika, sebagai "anak-anak Ham", terkutuk, mungkin "dihitamkan" oleh dosa mereka, muncul hanya sekali-sekali selama abad pertengahan, tetapi ia kemudian menjadi biasa selama perdagangan budak pada abad ke-18 dan ke-19.<ref>Benjamin Braude, "The Sons of Noah and the Construction of Ethnic and Geographical Identities in the Medieval and Early Modern Periods, "William and Mary Quarterly LIV (January 1997): 103–142. See also [http://www.jstor.org/pss/1853423 William McKee Evans], "From the Land of Canaan to the Land of Guinea: The Strange Odyssey of the Sons of Ham,"American Historical Review 85 (February 1980): 15–43</ref><ref name="Swift Superstition">John N. Swift and Gigen Mammoser, "'Out of the Realm of Superstition: Chesnutt's 'Dave's Neckliss' and the Curse of Ham'", ''American Literary Realism'', vol. 42 no. 1, Fall 2009, 3</ref> Pembenaran perbudakan itu sendiri melalui dosa Ham cocok dengan kepentingan ideologis orang-orang elit; dengan munculnya perdagangan budak, versi rasialnya membenarkan eksploitasi tenaga kerja Afrika.
 
Di beberapa bagian Afrika dimana Kekristenan tumbuh subur pada masa awal, tetapi masih ilegal di Roma, ide ini tidak pernah bertahan, dan interpretasi kitab suci tidak pernah diadopsi oleh [[Gereja Ortodoks Koptik AleksandriaAlexandria|Gereja Koptik]] Afrika. Komentar [[bahasa Amhar]] modern terhadap Kitab Kejadian mencatat teori abad ke-19 dan Eropa awal bahwa orang kulit hitam tunduk kepada orang kulit putih sebagai akibat dari "kutukan atas Ham", tetapi menganggap ini sebagai ajaran palsu yang tidak didukung oleh tulisan dalam Alkitab, dengan tegas menunjukkan bahwa kutukan Nuh tidak jatuh atas semua keturunan Ham, tetapi hanya keturunan Kanaan, dan menegaskan bahwa kutukan tersebut telah dipenuhi ketika Kanaan diduduki oleh Semit (Israel) dan [[Yafet]] (Filistin kuno). Komentar ini lebih lanjut mencatat bahwa orang-orang Kanaan tidak ada lagi secara politik setelah Perang Punic Ketiga (149 BC – Sebelum Kristus), dan bahwa keturunan mereka sekarang tidak diketahui dan berserak di antara semua bangsa.<ref>[http://good-amharic-books.com/images/PDFs/Gentee_04.pdf Amharic ''Commentary on Genesis'' pp. 133–142. (PDF)]</ref>
 
[[Robert Boyle]], seorang ilmuwan abad ke-17 yang juga seorang [[teolog]] dan [[Kristen]] yang saleh, menyangkal ide bahwa kulit hitam merupakan Kutukan Ham, dalam bukunya ''Experiments and Considerations Touching Colours'' (1664).<ref>David Mark Whitford (2009), "The curse of Ham in the early modern era", page 174-175; Nina G. Jablonski (2012), "Living Color: The Biological and Social Meaning of Skin Color", page 219</ref> Di sana Boyle menjelaskan bahwa ''Kutukan Ham'' digunakan sebagai penjelasan dari corak kulit dari orang-orang berwarna merupakan misinterpretasi yang dianut oleh "penulis vulgar", pelancong, pengkritik dan juga "orang pencatat" pada waktu mereka.<ref>Robert Boyle (1664), "[http://www.gutenberg.org/files/14504/14504-h/14504-h.htm#Page_160 Experiments and Considerations Touching Colours]", Henry Herringman, London, page 160</ref> Dalam karyanya, ia menantang visi itu dengan menjelaskan: