Pada 100 SM, Kekaisaran Seleukia yang pernah begitu digjayajaya kini hanya mencakup wilayah yang sedikit lebih luas daripada [[Antiokhia]] dan beberapa kota Suriah. Meskipun kekuasaannya jelas sudah hancur dan kerajaan mereka runtuh di sekitarnya, kaum bangsawannya terus memainkan peranan sebagai tokoh-tokoh berpengaruh dalam peta kekuatan di daerah itu, dengan sekali-sekali campur tangan dari [[Kerajaan Ptolemaik]] di Mesir dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dinasti Seleukid ada semata-mata karena tidak ada bangsa lain yang ingin mencaplok mereka. Mereka dianggap sebagai peredam di antara tetangga-tetangga mereka. Dalam berbagai peperangan di Anatolia antara [[Mithridates VI]] dari [[Pontus]] dan [[Sulla]] dari Romawi, Dinasti Seleukid umumnya dibiarkan oleh para petarung utamanya.
Namun demikian, menantu Mithridates yang ambisius, [[Tigranes Agung]], raja dari [[Kerajaan Armenia|Armenia]], melihat kesempatan untuk melakukan perluasan dalam untuk memperluas wilayahnya di tengah-tengah perang saudara yang berkelanjutan di selatan. Pada [[83 SM]], atas undangan dari salah satu pihak yang terlibat dalam perang saudara yang berkelanjutan itu, ia menyerang Suriah, dan segera menetapkan dirinya sebagai penguasa Suriah, dan praktis mengakhir kekuasaan Seleukia.