Seni rupa Buddhisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib) |
M. Adiputra (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
'''Seni rupa Buddha''' atau '''Seni Buddhis''' adalah [[seni rupa]] yang dipengaruhi ajaran [[Agama Buddha]]. Karya seni ini meliputi beberapa media seperti: [[arca]], [[relief]], dan [[lukisan]] yang menampilkan [[Buddha]], [[bodhisatwa]], dan entitas lainnya; tokoh-tokoh Buddhis yang terkenal, baik tokoh sejarah atau pun tokoh mitologis; adegan kisah kehidupan para tokoh Buddhis; benda-benda yang dikaitkan dengan praktik ritual Buddha seperti [[wajra]], [[genta]], dan [[stupa]]; [[mandala]] dan media pencitraan lainnya; arsitektur [[candi]] dan [[wihara]] Buddha, juga termasuk seni rupa Buddha.
Seni rupa Buddha berasal dari [[anak benua India]] berdasarkan sejarah kisah kehidupan dan ajaran [[Gautama Buddha|Siddhartha Gautama]], pada abad ke-6 sampai ke-5 SM, berkembang dan berevolusi karena bersentuhan dengan budaya lain, kemudian menyebar ke sebagian besar wilayah benua [[Asia]] dan dunia.<ref name="Art History">{{cite book|author=Boundless|title=Art History, Volume II: 1400-present|url=http://books.google.co.id/books?id=Ra7pAAAAQBAJ&pg=PA232&dq=art+history+buddhist+art&hl=id&sa=X&ei=DCTnUrG4Osm5lQWRgoGYCg&ved=0CDQQ6AEwBg#v=onepage&q=art%20history%20buddhist%20art&f=false|page=232-234|publisher=Boundless|date=23
Seni rupa Buddha tumbuh mengikuti penyebaran penganutnya sesuai dengan perkembangan ajaran [[dharma]]. Dari India seni rupa Buddha menyebar ke utara memasuki [[Asia Tengah]], dan kemudian berkembang ke [[Asia Timur]] membentuk cabang utara seni rupa Buddha. Seni rupa Buddha juga berkembang ke arah timur, dari India menuju [[Asia Tenggara]] dan kemudian membentuk cabang selatan seni rupa Buddha.<ref name="Art History"/> Di luar India, seni rupa ini diterapkan, diadaptasi, dan berkembang sedemikian rupa sesuai dengan gaya negara-negara yang mengembangkannya. Di India, seni rupa Buddha berkembang dan kemudian memengaruhi perkembangan seni rupa Hindu dan [[Jainisme|Jaina]], hingga kemundurannya pada abad ke-10 akibat pesatnya perkembangan agama Hindu dan Islam di India.
Baris 11:
Pada periode abad ke-2 hingga ke-1 SM, seni pahat Buddhis semakin jelas menggambarkan episode kehidupan Buddha dan ajarannya. Bentuk karyanya berupa kepingan tablet nazar pemujaan atau ukiran, biasanya terkait dengan hiasan [[stupa]]. Meskipun India memiliki tradisi seni patung yang panjang serta keahlian dalam ikonografi yang kaya, Buddha pada periode ini tidak pernah digambarkan dalam wujud manusia, melainkan hanya melalui simbolisme Buddha.
Simbol-simbol yang mewakili sosok Buddha antara lain singgasana kosong, ''Buddha-pada'' (telapak kaki Buddha), ''chattra'' (payung), [[stupa]], [[pohon Bodhi]] (melambangkan pencerahan Buddha), ''Dharma-chakra'' (roda hukum dharma), dan ''Triratna'' (tiga permata). Motif satwa juga digunakan sebagai perlambang episode kehidupan Buddha Gautama, seperti gajah yang melambangkan episode kelahiran Siddharta ketika [[Mahamaya|Ratu Maya]] bermimpi gajah putih memasuki rahimnya; kuda yang melambangkan episode kepergian Pangeran Sidharta melarikan diri keluar dari istana demi menjadi pertapa; dan rusa yang melambangkan episode wejangan pertama Buddha di Taman Rusa [[Sarnath]], Benares. Periode ini dapat disebut periode tanpa ikon dalam kesenian Buddha.<ref name="ExoticIndia">{{cite web|title=Putting The Ocean in a Bowl - The Origin of the Buddha Image|url=http://www.exoticindiaart.com/articleprint/buddhaimage|date=April 2004|publisher=Exotic India|accessdate=28
Para seniman pada periode ini enggan menggambarkan Sang Buddha dalam wujud manusianya, dan mengembangkan simbol-simbol tanpa ikon untuk menghindari menggambarkan wujud manusia Buddha. Bahkan dalam adegan naratif yang menampilkan figur manusia tokoh lain tapi tidak menampilkan sosok Buddha.
[[Berkas:KanishkaI.jpg||thumb|260px|Koin emas peninggalan [[Kanishka]], menampilkan sosok Buddha, dengan tulisan "Boddo" dalam [[aksara Yunani]].]]
Ada banyak teori yang berusaha menjelaskan ketiadaan sosok Buddha dalam lima abad pertama perkembangannya. Salah satu teori menyebutkan Buddha Gautama sendiri melarang perwujudan dirinya, meskipun teori ini tidak didukung oleh literatur Buddhis. Kutipan dari Vinaya Sarvastivadin menyebutkan murid Sang Buddha, Anathapindika, bertanya kepada Sang Guru Agung, "Dunia menghormatimu, jika citra dirimu tidak boleh dibuat, bagaimanakah sebaiknya? setidaknya bolehkah kami membuat citra Bodhisatwa
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa perwujudan Buddha sudah ada sejak masa hidup Buddha Gautama. Akan tetapi pada masa awal ini wujud Buddha dibuat dari patung kayu, dan mungkin telah lapuk dan musnah ditelan waktu. Menurut tradisi Tibet, China, dan Jepang, patung pertama Buddha diukir dari kayu [[cendana]],<ref name="ExoticIndia"/> dan tradisi pemujaan dengan memberikan sesaji persembahan sekantung serbuk kayu cendana, hingga kini masih bertahan di Jepang. Meskipun demikian, tidak ada bukti arkeologi yang mendukung pendapat ini, karena bukti arkeologi perwujudan sosok Buddha tertua ditemukan pada koin emas [[Kekaisaran Kushan|wangsa Kushan]], dari kurun 150 sampai 50 SM.<ref name="ExoticIndia"/>
Baris 27:
Perwujudan manusia Buddha mulai muncul pada abad pertama masehi di [[India Utara]]. Dua pusat perkembangan kesenian Buddha adalah di [[Gandhara]], kini terletak di [[Khyber Pakhtunkhwa|Provinsi perbatasan Barat Laut]] di [[Pakistan]], dan di kawasan Mathura, [[Uttar Pradesh]], di pusat India Utara.
Seni rupa Gandhara diuntungkan karena selama berabad-abad bersentuhan dengan [[Yunani Kuno|kebudayaan Yunani]] sejak penaklukan [[Aleksander Agung]] pada tahun 332 SM. Tumbuhnya kerajaan Yunani-Baktria dan kerajaan Indo-Yunani mendorong tumbuhnya [[Seni Buddha-Yunani]]. Arca-arca Buddha dari Gandhara menampilkan pengaruh artistik Yunani, dan disebutkan bahwa gagasan "[[setengah dewa|manusia-dewa]]" sesungguhnya diilhami oleh budaya [[Mitologi Yunani]].<ref name="AsianArt">{{cite book|Author=MobileReference|title=Asian Art, Mobi History Series|author=|url=http://books.google.co.id/books?id=NWJI4bK9kQ8C&pg=PT87&lpg=PT87&dq=man-god+greco+Buddha&source=bl&ots=KTa4yTVew8&sig=OafTfvx3i1sX6PMlkm18ZR7cXjk&hl=id&sa=X&ei=R4HnUuj1Fs6xrgfShIGADg&ved=0CC4Q6AEwADgK#v=onepage&q=man-god%20greco%20Buddha&f=false|publisher=MobileReference|isbn=9781605011875|date= 1 Jan 2007 |accessdate=28
Secara artistik, disiplin aliran seni patung Gandhara telah menyumbangkan beberapa karakteristik pada perwujudan Buddha, seperti rambut ikal bergelombang, pakaian berjubah, sepatu dan sandal, serta hiasan sulur bunga pada kesenian Buddha. Selain penggambaran wujud Buddha, seni rupa Buddha juga diperkaya penggambaran tokoh-tokoh lain, seperti [[Bodhisatwa]], [[Tara (Bodhisatwa)|Tara]], serta makhluk-makhluk mitologis seperti [[yaksa]], [[kinnara]] dan kinnari, [[gandarwa]], [[apsara]], [[Bidadari|widyadhara]], [[asura]], [[dwarapala]], [[kala]], [[makara]], serta pohon [[Kalpawreksa]].<ref>{{cite web|title=The Indian Buddhist Iconography|author=Benoytosh Bhattacharyya, M.A.,Ph.o.|url=http://archive.org/stream/indianbuddhistic033312mbp/indianbuddhistic033312mbp_djvu.txt|publisher=Osmania University Library|website=Internet Archive|accessdate=29
Seni Mathura tampaknya lebih berdasarkan pada tradisi India yang kuat, dengan contoh penggambaran dewata dan makhluk suci seperti Yaksa, meskipun secara gaya masih terlihat kaku dibandingkan perwujudan Buddha kemudian. Seni aliran Mathura menyumbangan pengaruhnya pada seni rupa Buddha, seperti jubah yang menutup bahu kiri dan terbuka pada bahu kanan dari bahan muslin tipis, cakra pada telapak tangan, singgasana teratai, dan lain-lain.
Baris 64:
Seni rupa Buddha di [[Afganistan]] ([[Baktria]] Kuno) bertahan selama beberapa abad hingga penyebaran Islam pada abad ke-7 masehi. Contohnya adalah [[Patung Buddha Bamiyan]]. Patung lainnya termasuk stuko dan patung tanah liat, menampilkan pengaruh kuat campuran seni India pasca-Gupta dan pengaruh klasik Helenisme, bahkan mungkin pengaruh Yunani-Romawi.
Dampak awal [[penaklukan Islam]] terhadap seni rupa Buddha secara umum bersifat merusak.<ref name="Art History"/> Meskipun Islam bertoleransi terhadap agama lain yang termasuk [[Ahli Kitab]] ([[Yahudi]] dan [[Nasrani]]), Islam di Afganistan tidak toleran terhadap Buddhisme yang dianggap agama pemujaan [[berhala]]. Perwujudan manusia juga dilarang dalam Islam, sehingga mendorong penakluk Muslim menghancurkan banyak biara dan artefak Buddha. Akibatnya, seni rupa Buddha di Afganistan menderita serangan, vandalisme, dan perusakan, yang mencapai puncaknya pada pemerintahan rezim [[Taliban]]. Arca Buddha di Bamiyan dan patung-patung di Hadda, serta beberapa artefak di museum Afganistan telah dihancurkan.<ref name="UNESCOBamiyan">{{cite news|title=Cultural Landscape and Archaeological Remains of the Bamiyan Valley|author=Advisory Body Evaluation|url=http://whc.unesco.org/en/list/208|date=2003|publisher=UNESCO|accessdate=28
Konflik berkepanjangan sejak 1980 telah mengarah pada penjarahan sistematis pada situs-situs arkeologi yang menjual artefak-artefak ini ke pasar kolektor benda antik internasional.<ref name="NatGeo">{{cite news|title=Who's Stealing Afghanistan's Cultural Treasures? The plunder of antiquities will leave the country's history in the dark|first=John|last=Wendle|url=http://news.nationalgeographic.com/news/whos-stealing-afghanistan-cultural-treasures/|date=
===Asia Tengah===
{{lihat|Gua Mogao|Jalur Sutra}}
[[Asia Tengah]] sejak lama memainkan peranan sebagai penghubung antara peradaban Cina, India, dan [[Iran|Persia]]. Pada abad ke-2 SM, perkembangan [[Dinasti Han]] ke barat meningkatkan kontak dengan peradaban Hellenisme di Asia, terutama kerajaan Yunani-Baktria. Dari India Utara, Pakistan, dan Afganistan, ajaran Buddha menyebar ke utara melalui celah-celah pegunungan, memasuki Asia Tengah, mengikuti [[Jalur Sutra]] lalu berbelok ke timur mencapai Cina.<ref name="Leiden">{{cite web|title=The transformation of Buddhism across Central Asia from India to Cina|author=Yamada, Meiji|url=https://studiegids.leidenuniv.nl/courses/show/32884/the-transformation-of-buddhism-across-central-asia-from-india-to-Cina|publisher=Universiteit Leiden|date=2012-2013|accessdate=28
[[Berkas:SerindianGroup.jpg|thumb|upright|Seni Serindia, abad ke-6 sampai ke-7 masehi, [[terakota]], Tumshuq (Xinjiang).]]
Baris 79:
===Cina===
{{lihat|Agama Buddha di Cina}}
Ajaran Buddha tiba di [[Cina]] sekitar abad pertama masehi, dan memperkenalkan seni rupa jenis baru ke Cina, terutama dalam bidang seni patung. Dalam penerimaan kultur agama Buddha, ciri Cina yang kuat dimasukkan ke dalam kesenian tersebut. Kebudayaan Buddha dari India ini disaring melalui Cina, dan kemudian diteruskan ke daerah lain di Asia Timur.<ref name="Longman">{{cite web|title= The Spread of Chinese Civilization |url=http://wps.ablongman.com/long_stearns_wc_4/17/4396/1125407.cw/index.html|publisher=Pearson Longman |accessdate=29
====Dinasti-dinasti Utara====
[[Berkas:NorthernWeiMaitreya.JPG|thumb|upright|Buddha Maitreya dinasti Wei Utara Cina, 443 M.]]
Pada abad ke-5 dan ke-6, dinasti-dinasti Utara mengembangkan wujud seni abstrak yang simbolik dengan garis-garis skematik. Gayanya bersifat agung dan resmi.<ref name="Art History"/> Kekurangan "korporealitas"
Situs yang melestarikan gaya Wei Utara antara lain:
Baris 91:
====Dinasti Tang====
Menyusul transisi pada masa [[Dinasti Sui]], seni patung Buddha [[Dinasti Tang]] berevolusi menuju gaya dan ekspresi yang lebih hidup.<ref name="Art History"/> Karena sikap dinasti ini yang terbuka akan pengaruh asing, pertukaran budaya antara Cina dan India diperbarui kembali dengan sejumlah perjalanan ziarah biksu Cina ke India. Salah satunya perjalanan Biksu [[Xuanzang]] yang mengilhami novel sastra Cina ''[[Perjalanan ke Barat]]''.<ref>{{cite web|title=The Complete 'Monkey'|author=David Lattimore|url=http://www.nytimes.com/1983/03/06/books/the-complete-monkey.html?pagewanted=all "The Complete Monkey," ''New York Times'', March 6, 1983|date=
|publisher=New York Times|accessdate=29
[[Berkas:TangBodhisattva.JPG|thumb|upright|[[Bodhisatwa]] dari dinasti Tang.]]
Baris 102:
Lukisan awal karya para biksu Chan cenderung menjauhkan diri dari realisme rumit dari lukisan gaya Gongbi, dan lebih menuju lukisan monokrom hitan-putih yang lebih bergairah dalam upaya untuk mengekspresikan dampak pencerahan atas guratan kuas mereka.<ref>Cotterell, A; ''The imperial capitals of Cina: an inside view of the celestial empire'', Random House 2008, ISBN 978-1-84595-010-1 p179</ref>
Kebangkitan Neo-Konghucu di bawah Zhu Xi di abad ke-12 menimbulkan kritik atas karya biksu-pelukis. Dihubungkan dengan Buddhisme Chan yang saat itu tidak populer, akibatnya karya mereka dibuang dan diabaikan. Beberapa lukisan diselamatkan dan dibawa ke Jepang oleh biksu Zen yang berkunjung ke Cina; meskipun demikian lukisan Chan secara perlahan memudar.<ref>{{citation| last = Ortiz
====Dinasti Qing====
Pada masa [[Dinasti Qing]], para kaisar [[Manchuria|Manchu]] mendukung dan melindungi ajaran dan praktik agama Buddha atas dasar politis dan pribadi. [[Kaisar Shunzi]] adalah penganut Buddha aliran Chan yang taat, sementara penerusnya, [[kaisar Kangxi]] mempromosikan Buddhisme Tibet, dan mengaku bahwa dirinya adalah penitisan boddhisatwa [[Manjusri]].<ref>{{citation | author = Weidner, Marsha Smith,
Karya yang dihasilkan pada periode ini bercirikan paduan unik antara pendekatan artistik Cina dan Tibet, menggabungkan ketelatenan akan detail ikonografi Tibet dengan elemen dekorasi Cina. Tulisan kadang ditulis dalam bahasa Cina, Manchu, Tibet, Mongolia, dan Sanskerta, sementara lukisan seringkali dibuat dengan warna-warna cerah.<ref>Berger 1994,
Sebagai tambahan, Kaisar Qianlong memulai beberapa proyek besar; pada tahun 1744 ia mendedikasikan Kuil Yonghe sebagai biara Buddhisme Tibet utama di Beijing; menyumbangkan banyak lukisan, patung, tekstil, dan prasasti untuk kuil ini.<ref>Berger 1994, pg.114</ref> Kuil Xumi Fushou, dan karya seni yang tersimpan di dalamnya dibangun oleh Kaisar Qianlong yang menampilkan perpaduan gaya artistik Tibet dan Manchu yang menjadi ciri seni rupa Buddha pada masa Kaisar Qianlong.
Setelah mundurnya Kaisar Qianlong pada tahun 1795, popularitas Buddhisme Tibet di istana Qing mulai menurun. Motif promosi Buddhisme Tibet ditafsirkan sebagai aksi penuh perhitungan dan manipulasi untuk membina ikatan antara masyarakat Manchu, Mongol, dan Tibet, meskipun pendapat ini kemudian ditentang oleh peneliti lain.<ref>{{citation| author = Berger, Patricia Ann
====Warisan====
Kepopuleran ajaran Buddha di Cina menjadikan negara ini sebagai salah satu pemilik koleksi seni rupa Buddha terkaya di dunia. [[Gua Mogao]] dekat Dunhuang dan Gua Kuil Bingling dekat Yongjing di provinsi [[Gansu]], [[Gua Longmen]] dekat [[Luoyang]] di provinsi [[Henan]], [[Gua Yungang]] dekat [[Datong]] di provinsi [[Shanxi]], dan ukiran batu Dazu dekat [[Chongqing]] adalah contoh peninggalan seni patung Buddha terkenal di Cina. [[Buddha Raksasa Leshan|Patung Buddha raksasa di Leshan]], setinggi 71 meter yang diukir dari dinding bukit batu pada abad ke-8 pada masa dinasti Tang adalah patung Buddha batu terbesar di dunia.<ref>{{cite web|title=Mount Emei Scenic Area, including Leshan Giant Buddha Scenic Area|url=http://whc.unesco.org/en/list/779l|publisher=UNESCO World Heritage Site|accessdate=31
===Korea===
Seni rupa Buddha di [[Korea]] umumnya mencerminkan interaksi antara pengaruh Buddha lainnya dengan budaya Korea asli. Sebagai tambahan, ditemukan juga pengaruh kebudayaan stepa Siberia dan kebudayaan [[Skithia]] yang terbukti melalui penemuan artefak dan benda bekal kubur, seperti mahkota Silla, sabuk, dan pisau.<ref>{{cite web|url=http://www.metmuseum.org/explore/Korea/koreaonline/crown.htm|title= Crown| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Arts of Korea| accessdate=9 Januari 2007
====Tiga kerajaan Korea====
[[Berkas:Bangasayusang.jpg|upright|thumb|right|Bangasayusang, Maitreya tengah merenung setengah terduduk, mungkin dari periode Silla sekitar awal abad ke-7.]]
Di antara [[Tiga Kerajaan Korea]], kerajaan [[Goguryeo]] adalah yang pertama kali menerima ajaran Buddha pada tahun 372.<ref name=graysonp25>Grayson (2002),
Diperkenalkannya ajaran Buddha memicu kebutuhan akan seniman untuk menciptakan citra dan [[Buddharupa]] untuk pemujaan, arsitek kuil, dan sastra kitab suci Buddha yang akhirnya mengubah peradaban Korea. Hal penting dalam penyebaran gaya seni Buddhis mutakhir pada masa itu adalah kesenian suku Tuoba, suku non-Han (bukan suku mayoritas Cina) yang mendirikan Dinasti Wei Utara di Cina pada tahun 386. Gaya Wei Utara secara khusus sangat memengaruhi kesenian Goguryeo dan Baekje. Seniman Baekje kemudian meneruskan gaya ini bersama dengan elemen dinasti Song Selatan dan elemen Korea yang khas ke Jepang. Seniman Korea sangat selektif dalam gaya yang diambilnya dan menerapkannya dalam gaya yang merupakan perbaduan gaya regional untuk menciptakan gaya seni rupa Korea yang khas.<ref>Grayson (2002), pp. 27 & 33.</ref><ref>{{cite web|url=http://www.metmuseum.org/toah/hd/kobs/hd_kobs.htm| title=Korean Buddhist Sculpture, 5th–9th Century| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Timeline of Arts History| accessdate=9 Januari 2007
[[Berkas:Seokguram Buddha.JPG|upright|thumb|left|[[Gua Seokguram]] adalah situs warisan dunia dan berasal dari periode kerajaan Silla bersatu.]]
Ketika seni Buddha Goguryeo menampilkan vitalitas dan gerakan yang mirip purwarupa gaya Wei Utara, kerajaan Baekje lebih dipengaruhi kesenian Dinasti-dinasti Selatan Cina, melalui kedekatan kontak dan hubungan diplomatik, dan dicontohkan dengan proporsi patung gaya Baekje yang halus, yang mencapai mahakaryanya dengan menampilkan senyum misterius yang dikenal oleh sejarawan seni sebagai "senyuman Baekje".<ref>{{cite web|title=Korean Buddhist Sculpture (5th–9th century) |author=Soyoung Lee |url=http://www.metmuseum.org/toah/hd/kobs/hd_kobs.htm|publisher=The Metropolitan Museum of Art, Heilbrunn Timeline on Art History|accessdate=28
|first=Holland|last=Cotter|url=http://www2.kenyon.edu/Depts/Religion/Fac/Adler/Reln275/Jap-Kor-art.htm|date=April 6, 2003|publisher=The New York Times|accessdate=28
|url=http://books.google.com/books?vid=ISBN0750622679&id=Gt1jTpXAThwC&pg=PA716&lpg=PA716&vq=horyuji&dq=horyuji&sig=hiMUDjxVEe938FZSZioeaLY_eGg|publisher=Architectural Press, 1996|isbn=9780750622677|accessdate=28
|url=http://www.orientalarchitecture.com/nara/horyujiindex.htm orientalarchitecture.com|publisher=Asian Historical Architecture|accessdate=28
Seni Rupa Buddha Korea abad ke-6 menampilkan pengaruh budaya Cina dan India, tetapi mulai menunjukkan karakteristik aslinya. Karakteristik asli ini dapat dilihat pada kesenian awal Buddha di Jepang dan beberapa kitab suci Buddha dipercaya berasal dari Korea, khususnya Baekje. Seniman Korea juga ada yang hijrah ke Yamato, Jepang. Contoh khususnya adalah [[Maitreya]] teremenung setengah terduduk bergaya Korea yang dibawa ke Jepang sebagai Miroku Bosatsu dan arca Siddhartha Chugu-ji. Meskipun kebanyakan sejarawan hanya menggambarkan Korea sebagai penerus ajaran Buddha, namun Tiga Kerajaan Korea, khususnya Baekje, berperan penting sebagai agen yang membentuk tradisi Buddha di Jepang pada kurun 538 atau 552.<ref>{{cite book|title=Korea: A Religious History|last=Grayson|first=James Huntley|url=http://books.google.com/books?vid=ISBN070071605X&id=e1BzL2lwPqEC&pg=PA33&lpg=PA33&dq=korean+buddhist+art&sig=4XlpYzvL4PF3TKAR7BO3ZwFBXbg|publisher=Psychology Press, 2002|isbn=9780700716050|page=33|accessdate=28
====Silla Bersatu====
[[Berkas:Goryeo Pagoda.jpg|thumb|upright|Pagoda Gyeongcheonsa Pagoda dari periode Goryeo di [[Museum Nasional Korea]].]]
Pada masa kerajaan Silla Bersatu, Asia Timur dalam kondisi yang stabil karena baik Cina atau pun Korea disatukan dalam pemerintahan bersatu. Gaya Silla bersatu awal menggabungkan gaya Silla dan gaya Baekje. Seni rupa Buddha Korea juga dipengaruhi oleh gaya kesenian [[Dinasti Tang]] sebagaimana terbukti melalui motif populer Buddha baru dengan arca Buddha berwajah penuh. Dinasti Tang Cina adalah pusat persimpangan budaya Asia Timur, Tengah, dan Selatan, demikian pula menjadi pusat kesenian Buddha yang pada periode ini menampilkan gaya internasional. Negara menyokong kesenian Buddha yang bersemi di periode ini. Puncak mahakarya zaman ini adalah [[Gua Seokguram]].<ref>{{cite web| title=Seokguram Grotto and Bulguksa Temple| url=http://whc.unesco.org/en/list/736|publisher=UNESCO|accessdate=29
====Dinasti Goryeo====
Runtuhnya kerajaan Silla bersatu dan terbentuknya Dinasti Goryeo pada tahun 918 menandai periode baru kesenian Buddha Korea. Raja-raja Goryeo juga secara mewah mensponsori kesenian Buddha, khususnya seni lukis dan kitab sutra bergambar yang dilapisi tinta emas dan perak. Puncak pencapaian periode ini adalah ukiran 80.000 balok kayu [[Tripitaka Koreana]] yang dibuat dua kali.<ref name="UNESCO_Korea">{{Cite web|url=http://whc.unesco.org/archive/repcom95.htm#737 |title= Convention Concerning The Protection of The World Cultural And Natural Heritage |author=World Heritage Committee |publisher=[[UNESCO]]|date=4–9
====Dinasti Joseon====
[[Dinasti Joseon]] secara aktif menindas ajaran Buddha pada tahun 1406. Akibatnya, penciptaan karya seni dan kuil Buddha menurun secara drastis dalam kualitas dan kuantitas, meskipun sejak 1549 kesenian Budda tetap terus dihasilkan.<ref>{{cite web |title=Circa 1492: Art in the Age of Exploration|author=Jay A. Levenson, National Gallery of Art (U.S.)|url=http://books.google.com/books?vid=ISBN0300051670&id=wMK-Ba0-RG4C&pg=PA335&lpg=PA335&dq=korean+buddhist+art&sig=_kCe2AGEUno0itMIz1VXdKH5KOI|publisher=Yale University Press, 1 Jan 1991 |isbn=9780300051674|accessdate=28
===Jepang===
Baris 153:
Mulai tahun 711, berbagai kuil dan biara mulai dibangun di ibu kota [[Nara]], termasuk pagoda bertingkat lima, balairung emas [[Horyuji]], dan kuil [[Kofukuji]]. Banyak lukisan dan patung dihasilkan, sering kali dengan dukungan pemerintah. Pengaruh India, Yunani, Cina, dan Korea berpadu menjadi karya asli yang bergaya penuh keanggunan dan realisme. Penciptaan seni rupa Buddha Jepang sangat kaya pada kurun abad ke-8 hingga abad ke-13 M pada [[Zaman Nara]], [[Zaman Heian|Heian]], dan [[Zaman Kamakura|Kamakura]]. Jepang mengembangkan seni figuratif panteon dewata Buddhis yang sangat kaya, terkadang digabungkan dengan pengaruh Hindu dan [[Shinto]]. Karya seni ini dapat demikian beraneka ragam, kreatif, dan berani.
Sejak abad ke-12 dan ke-13, perkembangan selanjutnya adalah Buddha aliran [[Zen]], dan mengalami masa keemasanya pada [[Zaman Muromachi]], menyusul diajarkannya paham ini oleh [[Dogen]] dan [[Eisai]] sekembalinya mereka dari Cina. Karya seni Zen pada umumnya dicirikan dengan karya lukisan orisinil (seperti ''[[sumi-e]]'') dan puisi (khususnya [[haiku]]), yang berusaha mengungkapkan hakikat dunia sejati melalui visualisasi yang impresionis, sederhana tanpa dihias-hias. Usaha mencari pencerahan "dalam momen" juga mengarah kepada pengembangan seni derivatif seperti ''[[Chanoyu]]'' ([[upacara minum teh]]) atau seni merangkai bunga [[Ikebana]]. Evolusi ini mengarah lebih jauh hingga menganggap semua kegiatan manusia sebagai seni dengan muatan estetika dan spiritual yang kuat, salah satu aktivitasnya terkait dengan perkembangan teknik [[bela diri]].
Ajaran Buddha tetap hidup hingga kini di Jepang. Kini sekitar 80.000 kuil Buddha masih dilestarikan. Kebanyakan berbahan kayu dan secara berkala dipugar kembali.
Baris 159:
===Tibet dan Bhutan===
[[Berkas:Yama tibet.jpg|thumb|upright|left|Lukisan [[Yama]] dari Tibet, abad ke-18.]]
Buddha aliran [[Tantra]] bermula sebagai gerakan di India Timur sekitar abad ke-5 atau ke-6 M. Banyak praktik Tantra Buddha berasal dari [[Brahmanisme|Brahmanisme Weda]] (melalui penggunaan japa [[mantra]] dan [[yoga]], serta pembakaran sesajen). Tantra menjadi bentuk dominan Buddhisme di [[Tibet]] sejak abad ke-8. Karena letak geografisnya di pusat Asia, Buddhisme Tibet menerima pengaruh kesenian dari India, [[Nepal]], Yunani-Buddha, dan Cina. Pada saat ajaran Buddha sampai ke Tibet pada abad ke-7 M, ekspresi artistik aliran Mahayana telah mencapai tingkat inspirasi yang tinggi. Buddha Sakyamuni, berbagai Buddha semesta, bodhisatwa laki-laki dan perempuan digambarkan dengan anggun dan megah, semua digambarkan dalam lingkungan seindah swargaloka.<ref name="Tibet">{{cite web|title=Buddhist Art & Architecture: Tibetan Buddhist Art|url=http://www.buddhanet.net/tibart.htm|publisher=Buddhanet|accessdate=29
Seni lukis mencapai tingkatan kecanggihan, kehalusan, kerumitan yang luar biasa di Tibet dan Bhutan. Salah satu karakteristik kreasi seni rupa Buddha Tibet adalah [[mandala]], diagram "kuil surgawi" terbuat dari lingkaran yang terkurung bujur sangkar. Pembuatan mandala bertujuan agar penganut Buddha dapat memusatkan perhatiannya melalui meditasi dan mengikuti jejak langkah Buddha di pusat gambar. Media lukisan Tibet paling terkenal adalah [[thangka]], yaitu gulungan lukisan Buddhis. Thangka biasanya dilukis di atas kain katun, atau kadang-kadang kain sutra; warna tradisional dibuat dari pewarna alami dari bahan mineral atau tumbuhan.<ref name="Tibet"/>
Baris 167:
Kesenian Buddha Cina sangat kuat memengaruhi [[Vietnam]] utara (Tonkin) antara abad pertama dan ke-9 M, dan ajaran [[Konghucu]] serta Buddha Mahayana paling menonjol. Secara umum, kesenian Vietnam sangat dipengaruhi kesenian Cina.<ref name="Longman"/>
Di Vietnam Selatan berkembang kerajaan [[Champa]] (sebelum akhirnya negerinya direbut oleh bangsa Vietnam dari utara). Champa memiliki tradisi kesenian Hindu-Buddha yang kuat,<ref>{{cite web|title=Hindu-Buddhist Art Of Vietnam: Treasures From Champa |url=http://www.amazon.com/Hindu-Buddhist-Art-Of-Vietnam-Treasures/dp/0834804859 |first=Emmanuel |last=Guillon |date=
==Seni rupa Buddha Selatan==
Baris 177:
Antara abad pertama dan abad ke-8, beberapa kerajaan bersaing untuk memperebutkan pengaruh di kawasan ini (terutama [[Kerajaan Funan]] di Kamboja dan Kerajaan Mon di Burma) menyumbangkan karakteristik artistik, kebanyakan dipengaruhi gaya [[Kekaisaran Gupta|Gupta]]. Dipadukan dengan gaya Hindu yang telah meresap, rupa Buddha, loh pemujaan, dan prasasti berbahasa Sanskerta ditemukan di kawasan ini.
Sejak abad ke-9 hingga ke-13, di Asia Tenggara tumbuh bersemi kemaharajaan kuat yang menjadi demikian giat dalam penciptaan seni rupa dan arsitektur Buddha. Kemaharajaan [[Sriwijaya]] di selatan dan [[Kerajaan Khmer]] di utara saling bersaing memperebutkan pengaruh dan kejayaan, keduanya menganut ajaran Buddha aliran Mahayana, dan mengekspresikan daya keseniannya dalam perwujudan panteon [[Bodhisatwa]] yang demikian kaya. Seni rupa Buddha gaya Sriwijaya dipengaruhi seni rupa [[Sailendra]] dari Jawa, berkembang pada abad ke-9 di Jawa Tengah, lalu menyebar ke Sumatera, Semenanjung Malaya sampai Thailand Selatan.<ref name="ThaiWorld">{{cite web|title=Srivijaya Art In Thailand|url=http://www.thailandsworld.com/index.cfm?p=183 Srivijaya Art In Thailand|publisher=Asia's World|accessdate=28
Buddha aliran [[Theravada]] dan kitab-kitab berbahasa Pali mulai diperkenalkan ke kawasan ini dari Sri Lanka sekitar abad ke-13, dan mulai dianut oleh kebanyakan [[orang Thai]] di [[Kerajaan Sukhothai]]. Buddha Theravada dari periode ini mengutamakan biara tempat Biksu tinggal sebagai bagian penting dari tata kota mereka para Biksu ini memberi petunjuk dan menengahi perselisihan para warga kota. Pembangunan "kompleks biara" memainkan peran penting dalam ekspresi artistik di Asia Tenggara pada periode ini.
Baris 184:
===Sri Lanka===
Menurut tradisi, ajaran Buddha sampai ke Sri Lanka pada abad ke-3 masehi, disebarkan oleh penyebar ajaran Buddha di bawah bimbingan Thera Mahinda, putra Kaisar [[Ashoka]] dari wangsa [[Maurya]]. Sebelum penyebaran Buddha, rakyat Sri Lanka hidup dalam ajaran animisme yang dipenuhi takhayul. Asimilasi dan perpindahan iman dari kepercayaan pra-Buddha ini berlangsung lambat. Agar mendapat pijakan yang kuat, maka Buddhisme di Sri Lanka harus menyerap berbagai kepercayaan akan dewata, roh atau makhluk supernatural. Kompleks biara paling awal dibangun oleh Devānampiyatissa dan didedikasikan untuk Mahinda Thera. Biara Mahāvihāra menjadi pusat doktrin ortodoks Theravada, dan posisi unggulnya tetap tak terkalahkan hingga dibangunnya Abhayagiri Vihāra sekitar tahun 89 SM oleh Vaţţagāmaņĩ. Abhayagiri Vihāra menjadi pusat doktrin reformasi Mahayana. Persaingan antara biksu Mahāvihāra dan Abhayagiri mengarah kepada perpecahan lebih lanjut dan pembangunan Jetavanarama dekat Mahāvihāra. Sifat umum Buddha Sinhala adalah pembagian menjadi tiga kelompok utama ''nikāyas'', dinamai berdasarkan tiga kompleks biara utama di Anurādhapura; yaitu aliran Mahāvihāra, Abhayagiri, dan Jetavanārāma. Hal ini merupakan hasil dari penyimpangan disiplin (''vinaya'') dan pertikaian doktrin dari ketiga aliran ini. Sri Lanka termasyhur atas karya arca Buddha dari batu dan cetakan logam perunggu.
===Myanmar===
Baris 194:
Kemudian, ribuan candi Budha yang dibangun di [[Bagan]], ibu kota Burma, antara abad ke-11 dan ke-13, dan sekitar 2.000 dari candi-candi itu masih berdiri. Beberapa mahakarya patung yang indah dari Sang Buddha tersisa dari periode itu. Penciptaan masih berlanjut meskipun kota itu diperebutkan oleh [[bangsa Mongol]] pada tahun 1287.
Selama periode Ava, dari abad ke-14 sampai abad ke-16, gaya perwujudan Buddha Ava (Innwa) sangat populer. Dalam gaya ini, Sang Buddha memiliki telinga yang menonjol besar, alis melengkung berlebihan ke atas, mata setengah tertutup, bibir tipis dan sanggul rambut yang meruncing ke atas, biasanya digambarkan dalam [[mudra]] (sikap tangan) Bhumisparsa.<ref>{{cite web|url=http://www.seasite.niu.edu/burmese/cooler/Chapter_4/Part1/post_pagan_period__part_1.htm|title=The Post Pagan Period - 14th To 20th Centuries Part 1|publisher=Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University|accessdate=28
Sepanjang masa Dinasti Konbaung, pada akhir abad ke-18, citra Buddha gaya Mandalay mulai mucul, gaya ini tetap populer hingga kini.<ref>{{cite web|url=http://www.seasite.niu.edu/burmese/cooler/Chapter_4/Part3/post_pagan_period__part_3.htm|title=The Post Pagan Period - 14th To 20th Centuries Part 3|publisher=Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University|accessdate=28
Salah satu gaya pencitraan Buddha yang umum adalah gaya Shan, karya orang Shan yang menghuni pegunungan Myanmar. Dalam gaya ini Buddha ditampilkan dengan bentuk yang bersudut, dengan hidung yang besar menonjol, serta gelung sanggul rambut yang menyerupai gaya Thai, dengan mulut yang kecil dan tipis.<ref>http://www.buddhaartgallery.com/shan_buddha_statues.html</ref>
Baris 208:
[[Angkor]] berada di tengah-tengah perkembangan ini, dengan kompleks candi Hindu dan Buddha dan organisasi perkotaan yang mampu mendukung sekitar 1 juta penduduk kota. Banyak dari patung Buddha Kamboja ditemukan di Angkor, namun, penjarahan terorganisasi memiliki dampak buruk pada banyak situs di seluruh negeri.
Contoh seni rupa Buddha Kamboja periode Angkor adalah wajah Bodhisatwa [[Lokeswara]] berukuran besar yang berseri-seri menghiasi gerbang [[Angkor Thom]] dan prasat (menara-menara) candi [[Bayon]].<ref name="BuddhaNet">{{cite web|title=Historical Buddhist Sites|publisher=Buddha Dharma Education association & BuddhaNet|url=http://www.buddhanet.net/e-learning/history/sites.htm|accessdate=28
===Thailand===
Baris 229:
[[Berkas:Avalokiteçvara, Malayu Srivijaya style.jpg|thumb|upright|Arca Awalokiteshwara perunggu berlapis emas gaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Jambi, Sumatera.]]
Karya arsitektur yang halus dan kaya dapat ditemukan di Jawa dan Sumatera. Contoh yang paling luar biasa adalah [[Borobudur]], bangunan Buddha terbesar di dunia, dibangun pada kurun 780-825 M,<ref name="Guiness">
{{cite web| url=http://www.guinnessworldrecords.com/records-3000/largest-buddhist-temple/| title=Largest Buddhist temple| publisher=Guinness World Records| work=[[Guinness World Records]]| accessdate=27
{{cite web
| url=http://whc.unesco.org/en/list/592
Baris 238:
}}</ref> [[Candi]] ini dibangun berdasarkan bentuk [[stupa]] dan [[mandala]], sebagai model perwujudan alam semesta dalam ajaran Buddha, sekaligus perwujudan tingkatan ranah ''dhatu'', dari alam manusia yang masih terikat hawa nafsu menuju pencerahan dan terbebas dari belenggu hasrat duniawi dan keterbatasan fisik.<ref name="BuddhaNet"/> Candi ini memiliki 505 arca Buddha, stupa unik berwujud seperti lonceng berterawang yang didalamnya terdapat arca Buddha. Borobudur dihiasi serangkaian [[relief rendah]] yang menggambarkan kisah-kisah dari kitab suci Buddha. Seni rupa Buddha di Indonesia mencapai puncaknya pada masa wangsa Sailendra di Jawa Tengah. Arca-arca [[Bodhisatwa]], [[Tara (Bodhisatwa)|Tara]], dan [[Kinnara]] yang ditemukan di [[Candi Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Sari|Sari]], dan [[Candi Plaosan|Plaosan]] adalah contoh keanggunan dan keteduhan ekspresi seni rupa. Sementara di dalam [[Candi Mendut]] terdapat arca Buddha [[Wairocana]], [[Awalokiteswara]], dan [[Wajrapani]] berukuran besar. Arca-arca seni rupa Buddha Indonesia dari periode Jawa kuno dan Sriwijaya memiliki ciri; wujudnya yang realis-naturalis, perhatian terhadap ekpresi, proporsi tubuh, dan keluwesan sikap tubuh, kehalusan pengerjaan, selera estetika yang unggul, serta kecanggihan teknik pembuatannya.
Di [[Sumatera]] kerajaan Sriwijaya kemungkinan membangun [[Candi Muara Takus]] dan [[Candi Muaro Jambi]]. Sementara di Sumatera Utara [[Kerajaan Panai]] mungkin membangun kompleks [[Candi Bahal]]. Kemaharajaan Sriwijaya mulai mundur karena terlibat konflik dengan kerajaan Chola dari India. Contoh mahakarya seni rupa Buddha dari periode klasik Jawa adalah arca [[Prajnaparamita]] (koleksi [[Museum Nasional Indonesia]] Jakarta), arca dewi kebijaksanaan transendental dari periode [[Kerajaan Singhasari]].<ref>{{cite book|title=Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia|first=Natasha|last=Reichle|url=http://books.google.co.id/books?id=4DQDOTLw4d4C&hl=id&source=gbs_similarbooks|publisher=University of Hawaii Press, 2007|isbn=9780824829247|accessdate=28
==Seni rupa Buddha kontemporer==
Banyak seniman kontemporer terilhami oleh spiritualisme Buddha dan mengangkat tema Buddhisme dalam karya mereka. Contohnya adalah karya Bill Viola, berupa instalasi video,<ref>Buddha Mind in Contemporary Art, University of California Press, 2004</ref> karya seni patung John Connell,<ref>ARTlines, April 1983</ref> dan karya Allan Graham berupa seni rupa multi-media "Time is Memory".<ref>The Brooklyn Rail, December 2007</ref> Sementara beberapa seniman kontemporer tergerak untuk mencontoh dan melestarikan mahakarya seni rupa Buddha klasik, misalnya Paul Hendrick (Biksu Ajahn Vimalo) yang membut replika arca [[Prajnaparamita]] dari Jawa Kuno.<ref>{{cite web|title=Prajna Paramita|author=Ajahn Vimalo|publisher=Forest Sangha|url=http://www.fsnewsletter.amaravati.org/html/84/perfection_wisdom.htm|accessdate=29
Di Inggris Raya The Network of Buddhist Organisations tertarik untuk memperhatikan penganut Buddha melalui berbagai jalur seni. Pada tahun 2005 organisasi ini menggelar festival seni Buddha seluruh Inggris bertajuk "A Lotus in Flower"; pada tahun 2009 membantu untuk menggelar konferensi dua hari bertema "Buddha Mind, Creative Mind". Sebagai hasilnya, asosiasi seniman Buddhis akhirnya terbentuk.<ref>{{cite web|title=Launched at Buddha Mind - Creative Mind ?
|publisher=Dharma Arts|url=http://dharmaarts.ning.com/|accessdate=29
==Lihat
{{portal|Seni|Agama Buddha}}
* [[Borobudur]]
Baris 261:
==Catatan kaki==
{{
==Referensi==
{{reflist|2}}
* {{cite book|title=Korea: A Religious History| author= James Huntley Grayson| isbn=0-7007-1605-X| publisher= Routledge| year=2002| location=UK}}▼
* {{cite book|last=Gibson|first=Agnes C. (Tr. from the 'Handbook' of Prof. Albert Grunwedel)|coauthors=Revised and Enlarged by Jas.Burgess |title=Buddhist Art in India |url=http://www.archive.org/stream/buddhistartinind00gruoft#page/n5/mode/2up|year=1901|publisher=Bernard Quaritch, London}}▼
==Daftar pustaka==
*von Schroeder, Ulrich. (1990). ''Buddhist Sculptures of Sri Lanka''. (752 p.; 1620 illustrations). Hong Kong: Visual Dharma Publications, Ltd. ISBN 962-7049-05-0▼
*von Schroeder, Ulrich. (1992). ''The Golden Age of Sculpture in Sri Lanka - Masterpieces of Buddhist and Hindu Bronzes from Museums in Sri Lanka'', [catalogue of the exhibition held at the Arthur M. Sackler Gallery, Washington, D. C., 1 November 1992 – 26 September 1993]. Hong Kong: Visual Dharma Publications, Ltd. ISBN 962-7049-06-9▼
*{{cite book | title=[http://libmma.contentdm.oclc.org/cdm/compoundobject/collection/p15324coll10/id/33392/rec/2 ''Along the ancient silk routes: Central Asian art from the West Berlin State Museums''] | location=New York | publisher=The Metropolitan Museum of Art | year=1982 | isbn=9780870993008}}
* {{cite book |author=Foltz, Richard C.|authorlink=Richard Foltz|title=Religions of the Silk Road: Premodern Patterns of Globalization |location=New York, New York, USA|publisher=Palgrave Macmillan|year=2010|isbn=978-0-230-62125-1}}
▲* {{cite book|last=Gibson|first=Agnes C. (Tr. from the 'Handbook' of Prof. Albert Grunwedel)|coauthors=Revised and Enlarged by Jas.Burgess |title=Buddhist Art in India |url=http://www.archive.org/stream/buddhistartinind00gruoft#page/n5/mode/2up|year=1901|publisher=Bernard Quaritch, London}}
* Grünwedel, Albert: Buddhist art in India / transl. from the 'Handbuch' of Albert Grünwedel by Agnes Gibson. Rev. and enlarged by Jas. Burgess, London: Quaritch, 1901 [http://archive.org/details/buddhistartinind00gruoft Internet Archive]
* {{cite book | first = Jean-François | last = Jarrige | year = 2001 | title = Arts asiatiques- Guimet | edition = Éditions de la Réunion des Musées Nationaux | location = Paris | isbn = 2-7118-3897-8}}
▲* {{cite book|title=Korea: A Religious History| author= James Huntley Grayson| isbn=0-7007-1605-X| publisher= Routledge| year=2002| location=UK}}
*{{cite book | author=Kossak, S.M., et al. | title=[http://libmma.contentdm.oclc.org/cdm/compoundobject/collection/p15324coll10/id/101557/rec/1 ''Sacred visions: early paintings from central Tibet''] | location=New York | publisher=The Metropolitan Museum of Art | year=1998 | isbn=9780870998614}}
*{{cite book | first = Sherman | last = Lee | year = 2003 | title = A History of Far Eastern Art (5th Edition)| publisher = Prentice Hall | location = New York | isbn = 0-13-183366-9}}
Baris 283 ⟶ 280:
*Tulisan D. G. Godse dalam Bahasa Marathi.
* von Schroeder, Ulrich. 1981. ''Indo-Tibetan Bronzes''. (Hong Kong: Visual Dharma Publications, Ltd.).
▲*von Schroeder, Ulrich.
▲*von Schroeder, Ulrich.
* von Schroeder, Ulrich. 2001. ''Buddhist Sculptures in Tibet''. Vol. One: ''India & Nepal''; Vol. Two: ''Tibet & China''. (Hong Kong: Visual Dharma Publications, Ltd.).
|