Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 32:
Dari keterangan Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad [[Al-Biruni]], ahli geografi Persia, yang pernah mengunjungi Asia Tenggara tahun 1030 dan menulis catatan perjalanannya dalam '''Tahqiq ma li l-Hind''' (Fakta-fakta di Hindia) yang menyatakan bahwa ia mengunjungi suatu negeri yang terletak pada garis khatulistiwa pulau penghasil emas atau ''Golden Khersonese'' yakni pulau Sumatera<ref>{{cite web |url=http://sarasvati96.googlepages.com/suvarnadwipa.pdf |title=SUVARNADVIPA AND THE CHRYSE CHERSONESOS* |author=W.J. van der Meulen |date= |work= |publisher= |accessdate=4 February 2010}}</ref><ref>.Paul Wheatley, 1961, ''The Golden Khersonese'', University of Malaya Press, Kuala Lumpur.</ref>.
<!-- SEMENTARA DISEMBUNYIKAN KARENA MASIH KONTROVERSI APAKAH PRASASTI KEDUKAN BUKIT MERUPAKAN CERITA PENAKLUKAN SRIWIJAYA
== Penaklukan Sriwijaya ==
{{utama|Kerajaan Sriwijaya}}
Prasasti Kedukan Bukit menguraikan jayasiddhayatra (perjalanan jaya) dari penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang (Yang Dipertuan Hyang). Oleh karena Dapunta Hyang membawa puluhan ribu tentara lengkap dengan perbekalan, sudah tentu perjalanan itu adalah ekspedisi militer menaklukkan suatu daerah. Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data-data<ref name="Damais">Louis-Charles Damais, 1952, ''Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie'', BEFEO, tome 46.</ref>
:
Baris 42 ⟶ 44:
Pelabuhan Malayu merupakan penguasa lalu lintas Selat Malaka saat itu. Dengan direbutnya Minanga, secara otomatis pelabuhanpun jatuh ke tangan Kerajaan Sriwijaya. Maka sejak tahun 682 penguasa lalu lintas dan perdagangan Selat Malaka digantikan oleh kerajaan Melayu Sriwijaya<ref>{{cite book | first= Milton Walter| last= Meyer| authorlink= | coauthors= | origyear= | year= 1997| title= Asia: a concise history |edition= | publisher= Rowman & Littlefield Publishers | location= Lanham, Md| isbn= 0-8476-8063-0}}</ref><ref name="Muljana">Slamet Muljana. 2006. ''Sriwijaya''. Yogyakarta: LKIS</ref>.
-->
== Dari Minanga ke Dharmasraya ==
Baris 50 ⟶ 53:
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah [[Prasasti Grahi]] tahun [[1183]] di selatan [[Thailand]]. Prasasti itu berisi perintah ''Maharaja [[Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa]]'' kepada bupati Grahi yang bernama ''Mahasenapati Galanai'' supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama ''Mraten Sri Nano''.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu [[Prasasti Padang Roco]] tahun [[1286]]. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama ''Maharaja [[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]]''. Ia mendapat kiriman [[arca Amoghapasa]] dari
Dharmasraya dalam ''[[Pararaton]]'' disebut dengan nama Malayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun [[prasasti Grahi]] tidak menyebutnya dengan jelas.
Baris 62 ⟶ 65:
=== San-fo-tsi ===
<!-- Apabila San-fo-tsi masih dianggap identik dengan Sriwijaya, maka hal ini akan bertentangan dengan [[prasasti Tanyore]] tahun [[1030]], bahwa saat itu Sriwijaya telah kehilangan kekuasaannya atas Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain itu dalam daftar di atas juga ditemukan nama Pa-lin-fong yang identik dengan [[Palembang]]. Karena Palembang sama dengan Sriwijaya, maka tidak mungkin Sriwijaya menjadi bawahan Sriwijaya. -->
Kronik Cina mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan
Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan ''Ma-la-yu'' ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya. Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan [[Dharmasraya]], karena saat itu masa kejayaan Sriwijaya sudah berakhir.
Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna Sriwijaya tetap digunakan dalam berita Cina untuk menyebut [[Pulau Sumatera]] secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman [[Dinasti Ming]] dan [[Majapahit]]. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul ''[[Nagarakretagama]]'' tahun [[1365]] sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan Palembang.
Baris 86 ⟶ 87:
Adityawarman sendiri nantinya menggunakan gelar Mauli Warmadewa. Hal ini untuk menunjukkan kalau ia adalah keturunan Srimat Tribhuwanaraja.
== Dalam Kitab Nagarakretagama ==
{{utama|Kerajaan Majapahit}}
[[Kakawin Nagarakretagama]] yang ditulis tahun [[1365]] menyebut Dharmasraya sebagai salah satu
Pada tahun [[1339]] Adityawarman dikirim sebagai ''uparaja'' atau raja bawahan Majapahit untuk menaklukan wilayah Swarnnabhumi nama lain pulau Sumatera. Penaklukan Majapahit dimulai dengan menguasai Palembang. ''Kidung Pamacangah'' dan ''Babad Arya Tabanan'' menyebut nama '''Arya Damar''' sebagai ''Bupati Palembang'' yang berjasa membantu [[Gajah Mada]] menaklukkan Bali pada tahun 1343<ref>Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, 1996, ''Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan'', Denpasar: Upada Sastra.</ref>. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman<ref>C.C. Berg, 1985, ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara.</ref>.
Baris 94 ⟶ 95:
== Dari Dharmasraya ke Pagaruyung ==
{{utama|Kerajaan Pagaruyung}}
Setelah membantu Majapahit dalam melakukan beberapa penaklukan,
Dari catatan Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan bahwa di San-fo-tsi (Sumatera) terdapat tiga orang raja. Mereka adalah ''Sengk'ia-li-yu-lan'' (alias Adityawarman), ''Ma-ha-na-po-lin-pang'' (Maharaja Palembang), dan ''Ma-na-cha-wu-li'' (Maharaja Dharmasraya). Dan sebelumnya pada masa Dinasti Yuan (1271-1368), Adityawarman juga pernah dikirim oleh Jayanegara sebanyak dua kali sebagai duta ke Cina yaitu pada tahun 1325 dan 1332, dan tentu dengan nama yang sama pada masa Dinasti Ming masih dirujuk kepada Adityawarman, yang kemudian kembali mengirimkan utusan sebanyak 6 kali pada rentang tahun 1371 sampai 1377<ref>Casparis, J. G. de., (1992), ''Kerajaan Malayu dan Adityawarman'', Seminar Sejarah Malayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992, Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi, hlm. 235-256.</ref>. Dan kemudian dari berita ini dapat dikaitkan dengan penemuan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman, dimana pada naskah tersebut ada menyebutkan tentang Maharaja Dharmasraya. Jika dikaitkan dengan piagam yang dipahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, jelas Adityawarman bergelar Maharajadiraja, dan membawahi Dharmasraya dan Palembang<ref>Kozok, Uli, (2006), ''Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua'', Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.</ref>.
Baris 114 ⟶ 115:
|
|
|
|-
|1157-1182
|