Kesultanan Deli: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 22:
|date_end =
|event_start =
|event_end = [[Revolusi Sosial Sumatera Timur]]
|image_map = Istana maimoon.jpg
|caption image_map_caption = [[Istana Maimun]] di [[Medan]]
|capital = [[Deli Tua, Deli Tua, Deli Serdang|Deli Tua]], [[Labuhan Deli, Deli Serdang|Labuhan Deli]], [[Kota Medan]]
|common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
|government_type = [[Monarki]] [[Kesultanan]]
|title_leader = Tuanku Panglima, Sultan
|leader1 = Sri Paduka Tuanku Panglima Gocah Pahlawan
|year_leader1 = 1632-1669
|leader2 = Sri Paduka Tuanku [[ Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah]]
|year_leader2 = 1945-1967
|leader3 = Sri Paduka Tuanku [[Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam)]]
|year_leader3 = 2005-Sekarang
|currency =
|footnotes =
}}
'''Kesultanan Deli''' adalah sebuah [[kesultanan]] yang didirikan pada tahun [[1669]] oleh Tuanku Panglima Perunggit di wilayah bernama Tanah Deli (kini [[Medan]] dan [[Kabupaten Deli Serdang]], [[Indonesia]]). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya [[Perang Dunia II]] dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
 
== Sejarah ==
Menurut ''Hikayat Deli'', seorang pemuka [[Aceh]] bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam [[Kesultanan Aceh]]. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari [[Delhi]], [[India]] yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan [[Samudera Pasai]]. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut.
 
=== Pendirian ===
Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun [[1630]]. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Menurut ''Hikayat Deli'', seorang pemuka [[Aceh]] bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam [[Kesultanan Aceh]]. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari [[Delhi]], [[India]] yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan [[Samudera Pasai]]. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungaiSungai Lalang-Percut.
 
Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun [[1630]]. Setelah Dalik meninggal pada tahun [[1653]], putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun [[1669]] mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun [[1720]] menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya [[Kesultanan Serdang]]. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut [[Kesultanan Siak Sri Indrapura]] dan Aceh.
 
Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun [[1720]] menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya [[Kesultanan Serdang]]. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut [[Kesultanan Siak Sri Indrapura]] dan Aceh.
Pada tahun [[1858]], Tanah Deli menjadi milik [[Belanda]] setelah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun [[1861]], Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya. Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan terutamanya [[tembakau]] dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya [[Istana Maimun]].
 
=== Masa Kolonial ===
Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya [[Perang Dunia II]] dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Studioportret van Ma'amun Al Rashid Perkasa Alam Shah Sultan van Deli TMnr 60038052.jpg|thumb|[[Sultan Ma'moen Al Rasyid]], Sultan Deli IX ([[1873]]-[[1924]]).]]
Pada tahun [[1858]], Tanah Deli menjadi milik [[Belanda]] setelah Sultan Siak, Sultan Al-Sayyid Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun [[1861]], Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya. Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan, terutamanya [[tembakau]], dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya [[Istana Maimun]].
 
Tembakau Deli merupakan komoditas unggul yang sangat bernilai jual di dunia internasional saat itu. Kemajuan perkebunan tembakau Deli berawal di tahun [[1862]] ketika perusahaan [[Belanda]], JF van Leuween, mengirimkan ekspedisi ke Tanah Deli yang kala itu diwakili oleh Jacobus Nienhuys. Setiba di Deli, mereka menemukan lokasi yang masih perawan, Deli saat itu adalah dataran rendah berawa-rawa dan mayoritas ditutupi hutan-hutan primer.
 
Usaha awal ini gagal, JF van Leuween memutuskan mundur setelah membaca laporan tim perusahaan, tetapi Jacobus Neinhuys tidak putus asa. Setelah mendapat konsesi tanah dari [[Sultan Mahmud Al Rasyid]], Neinhuys menanam tembakau di Tanjung Spasi. Kali ini usahanya berasil, contoh daun tembakau hasil panen yang dikirim ke [[Rotterdam]] diakui sebagai tembakau bermutu tinggi. Sejak itulah, tembakau Deli yang bibitnya diperkirakan berasal dari Decatur County, [[Georgia]], [[Amerika Serikat]] menjadi terkenal. Deli Maatschappij, perusahaan perkebunan yang didirikan oleh Jacobus Neinhuys, P.W. Jenssen, dan Jacob Theodore Cremer, pada tahun [[1870]] telah berhasil mengekspor tembakau sedikitnya 207 kilogram. Pada tahun [[1883]] perusahaan ini mengekspor tembakau Deli hampir 3,5 juta kilogram, dan ditaksir nilai kekayaan perusahaan ini mencapai 32 juta [[gulden]] pada tahun [[1890]]. Puncaknya pada awal abad ke-20 ketika Deli Maatschappij tampil sebagai "raja tembakau Deli". Diperkirakan lebih 92 % impor tembakau cerutu [[Amerika Serikat]] berasal dari Kesultanan Deli.
 
[[Sultan Ma'moen Al Rasyid]] sebagai kepala pemerintahan saat itu berusaha melakukan perubahan sistem pemerintahan dan perekonomian. Perubahan sistem ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan pembangunan pertanian dan perkebunan dengan cara meningkatkan hubungan dengan pihak [[swasta]] yang yang menyewa tanah untuk dijadikan perkebunan internasional. Hubungan tersebut hanya sebatas antara pemilik dan penyewa. Hasil perkebunan yang meningkat dan hasil penjualan yang sangat menguntungkan membuat pihak [[Belanda]] semakin ingin memperluas lahan yang telah ada. Pihak [[Belanda]] kemudian melakukan negosiasi baru untuk mendapatkan lahan yang lebih luas dan lebih baik lagi. Keuntungan ini tidak hanya didapati oleh pihak [[swasta]] saja, pihak kesultanan juga mendapat hasil yang sangat signifikan. Dana melimpah kesultanan saat itu digunakan untuk meperbaiki fasilitas pemerintahan, pertanian, perkebunan, dan lainnya.
 
=== Masa Pendudukan Jepang ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het Istana Maimun paleis van de sultan van Deli TMnr 60038069.jpg|thumb|left|[[Istana Maimun]] di [[Medan]] sekitar tahun [[1890]]-[[1905]].]]
Pada tanggal [[12 Maret]] [[1942]] mendarat pasukan "Imperial Guard" (pasukan penjaga kaisar yang sangat terlatih dan terpilih) di Perupuk Tanjung Tiram ([[Batubara]]) di bawah pimpinan Jenderal Kono dan dari sana mereka segera menuju [[Medan]]. Sementara itu pasukan [[KNIL]] dan Stadwacht [[Belanda]] berhasil melarikan diri menuju Tanah [[Karo]] untuk bertahan di Gunung Setan (Tanah Alas), tetapi di tengah jalan banyak orang-orang pribumi yang merampas pakaian seragam [[Belanda]] itu dan kembali ke kampung masing-masing. Karena sisa pasukan [[Belanda]] yang 3.000 orang itu tidak akan sanggup melawan pasukan [[Jepang]] sebanyak 30.000 orang yang terlatih dan berpengalaman perang, maka pada tanggal [[29 Maret]] [[1942]] Jenderal Overakker dan Kolonel Gosenson menyerah kepada [[Jepang]].
 
Sejak direbutnya [[Malaya]], [[Singapura]], dan [[Sumatera]] oleh Bala Tentara ke 25 Jepang, maka tanggung jawab pemerintahan dipikul oleh markas Bala Tentara ke 25 yang berkedudukan di [[Singapura]]. Sampai sekitar [[April]] [[1943]], kesatuan pemerintahan masih dipegang oleh Bala Tentara ke 25 sebelum akhirnya dipindahkan ke [[Bukittinggi]]. Sejak itu pemerintahan administrasi Sumatera dan Malaya/Singapura terpisah. Di Sumatera, [[Jepang]] hampir-hampir tidak melakukan perubahan sistem pemerintahan yang ada. Setiap Residen disebut ''syu'' dan dibawah pengawasan seorang pejabat militer yang disebut ''gunseibu''. Eksistensi kesultanan-kesultanan di [[Sumatera Timur]] masih tetap diakui. Bala Tentara ke 25 membagi [[Sumatera Timur]] menjadi 5 pusat konsentrasi militer [[Jepang]], yaitu sekitar [[Binjai]] (Padang Brarang), Sungai Karang (Galang), Dolok Merangir, [[Kisaran]], dan perkebunan Wingfoot.
 
=== Revolusi Sosial Sumatera Timur ===
:''Lihat: [[Revolusi Sosial Sumatera Timur]]''
 
[[Berkas:Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah.jpg|thumb|[[Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah]], Sultan Deli XI ([[1945]]-[[1967]]).]]
Revolusi Sosial Sumatera Timur adalah gerakan sosial di [[Sumatera Timur]] oleh rakyat yang dihasut oleh kaum [[komunis]] terhadap penguasa kesultanan Melayu yang mencapai puncaknya pada bulan [[Maret]] [[1946]]. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem [[monarki]] dengan alasan antifeodalisme.
 
Karena sulitnya komunikasi dan transportasi, proklamasi kemerdekaan [[17 Agustus]] baru dibawa oleh Mr. [[Teuku Mohammad Hasan|Teuku Muhammad Hasan]] selaku Gubernur Sumatera serta Mr. Amir selaku Wakil Gubernur Sumatera dan diumumkan di Lapangan Fukereido (sekarang Lapangan Merdeka), [[Medan]] pada tanggal 6 Oktober 1945. Pada tanggal [[9 Oktober]] [[1945]] pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen. T.E.D. Kelly mendarat di [[Belawan]]. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan dan membebaskan tawanan perang orang-orang Belanda di Medan.
 
Meletusnya revolusi sosial tidak terlepas dari sikap beberapa kelompok bangsawan yang tidak segera menentukan sikap setelah adanya Proklamasi Kemerdekaan [[Indonesia]]. Beberapa kelompok bangsawan tidak begitu antusias dengan pembentukan [[republik]], karena setelah [[Jepang]] masuk, [[Jepang]] mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Beberapa bangsawan merasa dirugikan dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Walaupun saat itu juga banyak kaum bangsawan dan sultan yang mendukung kelompok pro-republik, seperti [[Amir Hamzah]] dari [[Kesultanan langkat]] dan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah dari [[Kesultanan Serdang]].
 
Sementara itu, pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah [[Sumatera Timur]] agar sistem pemerintahan [[swapraja]] dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan secara kooperatif untuk membujuk beberapa bangsawan dan kubu radikal (yang didukung kaum [[komunis]]) yang menginginkan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan.
 
Revolusi oleh kaum radikal akibat hasutan kaum [[komunis]] pecah pada [[Maret]] [[1946]]. Berawal di [[Kesultanan Asahan]], revolusi menjalar ke seluruh monarki [[Sumatera Timur]], termasuk Kesultanan Deli. Istana Sultan Deli ([[Istana Maimun]]) beserta Sultan dan para bangsawan berhasil terlindungi karena penjagaan TRI dan adanya benteng pertahanan tentara [[sekutu]] di [[Medan]].
 
== Sultan ==
:''Lihat: [[Daftar Sultan Deli]]''
Sultan Deli dipanggil dengan gelar ''Sri Paduka Tuanku Sultan''. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh Putranyaputranya. Sultan Deli saat ini adalah [[Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam]], Sultan Deli XIV, yang bertahta sejak tahun [[2005]].
 
== Sistem Pemerintahan ==
Berlainan dengan Kerajaan-Kerajaan [[Melayu]] di [[Sumatera Timur]] lainnya, pemerintahan Kesultanan Deli bersifat [[federasi]] yang longgar sesuai dengan pepatah yang terdapat di Deli '''"Raja Datang, Orang Besar Menanti"'''. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan sebagai Raja Pertama di Tanah Deli yang ditunjuk oleh [[Sultan]] [[Aceh]] sebagai wakilnya di [[Sumatera Timur]] atau Tanah Deli.
 
Di masa pemerintahan Panglima Parunggit (Raja Deli ke II), Deli memproklamirkan kemerdekaannya dari [[Kesultanan Aceh]] di tahun [[1669]] mengikuti jejak-jejak negeri pesisir, dan berhubungan dagang dengan [[VOC]] di [[Melaka]]. Pada masa pemerintahan Panglima Paderap (Raja Deli ke III) terjadi perluasan wilayah di pesisir pantai hingga [[Serdang]] dan Denai. Menurut laporan Jhon Anderson yang berkunjung ke Deli pada tahun [[1823]], bahwa [[Sultan Amaluddin Mangendar]] (Sultan Deli ke VI) mendapat gelar "Sultan" setelah Deli ditaklukan [[Kesultanan Siak]] pada tahun [[1814]]. Menurut laporan Jhon Anderson pula, Sultan Deli dalam memerintah dibantu oleh 8 orang [[menteri]] dimana Sultan berkonsultasi soal perang, mengatur pemerintahan sehari-hari, mengadili perkara pidana, dan lain-lain. Mereka itu ialah :
 
* Nahkoda Ngah bergelar Timbal Timbalu
* Wak-Wak
* Salim
* Tok Manis
* Dolah
* Wakil
* Penghulu Kampong
 
Di samping [[menteri]]–[[menteri]], masih ada lagi Syah Bandar (Hamad)yang mengurus hubungan perdagangan dan biasanya dibantu seorang mata-mata (seorang wanita yang pandai bernama Encek Laut) yang bertugas memungut cukai. Kemudian ada lagi para pamong praja, penghulu, para panglima, dan mata-mata yang melaksanakan tugas bila di kehendaki Sultan, serta kurir istana yang mengantar surat ke berbagai kerajaan. Jika Sultan mangkat, apabila penggantinya masih belia, maka Tuan Haji Cut atau Kadi (ulama tertinggi) bertindak dan melaksanakan semua fungsi pemerintahan kerajaan. Di bidang agama [[Islam]] Tuan Haji Cut juga bertindak sebagai mufti kerajaan, kemudian di bawahnya ada bilal, imam, khalif, dan penghulu masjid. Merekalah yang menangani masalah yang berhubungan dengan keagamaan. Kehidupan mereka diperoleh dari sumbangan masyarakat.
 
== Lihat Pula ==
Sultan Deli dipanggil dengan gelar ''Sri Paduka Tuanku Sultan''. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh Putranya.
* [[Kesultanan Serdang]]
* [[Kesultanan Langkat]]
* [[Kesultanan Asahan]]
* [[Medan]]
* [[Kabupaten Deli Serdang]]
* [[Istana Maimun]]
 
== Rujukan ==
Baris 54 ⟶ 110:
* {{id}} http://students.ukdw.ac.id/~22992220/home.html - diakses [[23 Juli]] [[2005]]
* {{id}} http://www.waspada.co.id/portal/info_wisata/ - diakses [[21 Juli]] [[2005]]
* {{id}} http://www.istanamaimoon.com/ - diakses [[16 Februari]] [[2014]]
 
== Pranala luar ==