Kesultanan Deli: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baris 69:
 
[[Berkas:Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah.jpg|thumb|[[Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah]], Sultan Deli XI ([[1945]]-[[1967]]).]]
Revolusi Sosial Sumatera Timur adalah gerakan sosial di [[Sumatera Timur]] oleh rakyat yang dihasut oleh kaum [[komunis]] terhadap penguasa kesultanan-kesultanan Melayu yang mencapai puncaknya pada bulan [[Maret]] [[1946]]. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem [[monarki]] dengan alasan antifeodalisme.
 
Karena sulitnya komunikasi dan transportasi, berita proklamasi kemerdekaan [[17 Agustus]] baru dibawa oleh Mr. [[Teuku Mohammad Hasan|Teuku Muhammad Hasan]] selaku Gubernur Sumatera serta Mr. Amir selaku Wakil Gubernur Sumatera dan diumumkan di Lapangan Fukereido (sekarang Lapangan Merdeka), [[Medan]] pada tanggal [[6 Oktober]] [[1945]]. Pada tanggal [[9 Oktober]] [[1945]] pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen. T.E.D. Kelly mendarat di [[Belawan]]. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan dan membebaskan tawanan perang orang-orang [[Belanda]] di [[Medan]].
 
Meletusnya revolusi sosial tidak terlepas dari sikap beberapa kelompok bangsawan yang tidak segera menentukanmendukung sikap[[republik]] setelah adanya [[Proklamasi Kemerdekaan [[Indonesia]]. Beberapa kelompok bangsawan tidak begitu antusias dengan pembentukan [[republik]], karena setelah [[Jepang]] masuk, [[Jepang]] mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Beberapa bangsawan merasa dirugikan dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Walaupun saat itu juga banyak kaum bangsawan dan sultan yang mendukung kelompok pro-republik, seperti [[Amir Hamzah]] dari [[Kesultanan Langkat]] dan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah dari [[Kesultanan Serdang]].
 
Sementara itu, pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah [[Sumatera Timur]] agar sistem pemerintahan [[swapraja]] dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan secara kooperatif untuk membujuk beberapa bangsawan dan kubu radikal (yang didukung kaum [[komunis]]) yang menginginkan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan.