Oei Tiong Ham Concern: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aditreeslime (bicara | kontrib)
sejarah
Aditreeslime (bicara | kontrib)
k link to phapros
Baris 19:
Oei Tiong Ham meninggal di Singapura pada tahun [[1924]], ia menetapkan sembilan anaknya sebagai ahli waris, salah satunya adalah Oei Tjong Hauw yang ditunjuk untuk memimpin Kian-gwan Indonesia selanjutnya. Dibawah Tjong Hauw, OTHC terus berekspansi dengan membuka pabrik karet di Sumatra dan cabang-cabang di luar negeri. Tjong Hauw juga memimpin perusahaan pada zaman penjajahan Jepang dan awal kemerdekaan Indonesia, pada masa-masa ini banyak aset-aset seperti pabrik yang hancur akibat perang. Tjong Hauw meninggal secara mendadak pada tahun [[1950]].<ref name="Oei Tjong Tjay" />
 
Setelah Tjong Hauw meninggal, kepemimpinan OTHC di Indonesia dipegang oleh putra bungsu Oei Tiong Ham yaitu Oei Tjong Tjay.<ref name="Oei Tjong Tjay">[http://www.semarang.nl/oei-tiong-ham/oei-tiong-ham-interview-oei-tjong-tjay-1.html Oei Tjong Tjay Interview], Interview dengan Oei Tjong Tjay.</ref> Tjong Tjay yang masih berumur 27 tahun pada saat itu agak sulit beradaptasi dengan iklim bisnis di Indonesia, terutama karena ia besar di luar negeri dan tidak begitu fasih berbahasa indonesia. Kondisi politik Indonesia yang tidak menentu pada saat itu juga membuat OTHC sulit untuk berekspansi; banyak yang menganggap OTHC sebagai pro-Belanda karena kedekatan mereka dengan pihak Belanda pada saat perang.<ref name="Oei Tjong Tjay" /> Di masa ini OTHC banyak mendirikan perusahaan patungan dengan tokoh-tokoh lokal dan pemerintah seperti [[PT Phapros]]. Tjong Tjay sendiri memilih untuk mendukung [[Partai Sosialis Indonesia]] dan [[PNI]], namun hal ini kelak menjadi bermasalah ketika tokoh-tokoh PSI ditangkap dan diasingkan ke luar negeri.<ref name="Oei Tjong Tjay" />
 
Sengketa dengan pemerintah Indonesia, yang diawali dengan perkara penuntutan terhadap [[Bank Indonesia]] di Amsterdam tentang pencairan dana OTHC yang macet di bank tersebut, mengakibatkan hubungan OTHC dan pemerintah semakin buruk.<ref name="Oei Tjong Tjay" /> Pada bulan Juli tahun 1961, pemerintah Indonesia melalui pengadilan ekonomi di Semarang memutuskan untuk menyita dan mengambil alih aset-aset OTHC di Indonesia dan pada tahun 1964 dibentuk [[BUMN]] [[Rajawali Nusantara Indonesia]] untuk mengelola aset-aset tersebut.<ref name="Oei Tjong Tjay" /> Kejadian ini menyebabkan berakhirnya OTHC secara ''de facto'', walaupun cabang-cabang Kian-Gwan di luar negeri tetap bisa bertahan di bawah putra-putra Oei Tiong Ham. Salah satu cabang luar negeri yang terbesar adalah Kian-Gwan Bangkok yang kelak memiliki usaha di bidang properti dan distributor alat-alat elektronik.