Cosmas Michael Angkur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Orang p-a (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Orang p-a (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 53:
Tugas pertama sebagai gembala umat dijalaninya sebagai Pastor Paroki Waning-Ndoso, Flores-NTT pada bulan November 1967, beberapa bulan setelah ia mengikuti kursus kateketik di Muntilan. Masa pemagangan pastoral di sini didampingi oleh Pater Mezaros SVD dan tiga pater fransiskan lainnya. Sebagai imam muda ia merasakan betapa beratnya bekerja melayani umat, terutama pada saat musim hujan dan tiadanya alat transportasi yang memadai. Kuda merupakan alat transportasi utama. Pengalaman menjadi pastor di Waning, yang hanya berlangsung dua tahun, dirasakannya sebagai pengalaman berpastoral yang paling menyenangkan.
 
Pada bulan Januari 1969, bersama Bruder Innocentius Kedang OFM, ia berangkat ke Papua (d.h. disebut Irian Barat) dalam rangka ikut serta membangun persaudaraan fransiskan Indonesia bersama saudara-saudara fransiskan misionaris yang masih merupakan anggota dari OFM Provinsi Belanda. Ia diutus menjadi Pastor Paroki Sentani dan merangkap menjadi Direktur Asrama Siswa-siswi SMP Misi di Sentani. Situasi Papua pada waktu itu masih cukup rawan karena sedang menghadapi pergolakan untuk PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat), atau yang dikenal dengan nama ACT OF FREE CHOICE. Sebagian rakyat Irian Barat pada waktu itu menginginkan merdeka dan lepas dari [[Republik Indonesia]].
 
Setengah tahun kemudian, pada bulan Juni 1969, kedua saudara ini dipindahkan ke Lembah Balim, di Pegunungan Jayawijaya, di Kota Wamena. Tujuannya untuk bersama para misionaris yang lain membangun persaudaraan dengan Suku Balim, seraya membangun persaudaraan fransiskan Indonesia. Kemudian pada pertengahan Juli 1969 ia untuk sementara diminta pindah ke Enarotali-Paniai, menggantikan Pater Filiphs Tettero OFM yang sedang cuti. Waktu itu di Enarotali sedang terjadi pergolakan politik antara pemerintah Indonesia dengan gerakan [[Organisasi Papua Merdeka]], yang ingin melepaskan diri dari Indonesia. Pergolakan ini menyebabkan penderitaan bagi masyarakat, yang terpaksa mengungsi ke hutan. Itulah sebabnya, ketika Pater Michael Angkur OFM tiba di Enarotali, praktis tak ada penduduk asli di sana. Yang ada hanyalah anggota ABRI. Dari tempat baru ini, ia juga mendapat tugas melayani Paroki Epouto, yang ditinggal lari umatnya ke hutan karena isu operasi militer yang berawal dari kawasan Waghete. Akhir Agustus ia kembali ke Wamena.
 
Dari Wamena ia membidani lahirnya sebuah paroki baru di Desa Hepuba, di pintu selatan Lembah Balim, pada bulan November 1969, yang wilayahnya meliputi daerah pesisir gunung bagian barat Lembah Balim, dari Wilayah Silimo sampai Sungai Ibele. Di tempat ini ia harus tidur di HONAI, rumah adat masyarakat setempat, dan merayakan ekaristi di lapangan terbuka.
Baris 68:
Sekembalinya dari studi di EAPI Manila, tugas berat telah menantinya, sebagai Vikarius Ordo Fransiskan (1979-1982) untuk Vikariat Misi Fransiskan Indonesia, yang berkedudukan setaraf dengan Provinsial. Pada waktu itu, Ordo Fransiskan di Indonesia belum menjadi sebuah provinsi yang mandiri. Kemudian ia dipilih untuk menjadi Vikarius untuk masa bakti tiga tahun berikutnya (1982-1985).
 
Vikariat Misi Fransiskan Indonesia ditingkatkan statusnya menjadi provinsi fransiskan di Indonesia pada bulan November 1983, dengan nama Provinsi Santo Michael Malaekat Agung. Pater Michael kemudian ditunjuk oleh Pimpinan Ordo untuk menjadi Provinsial pertama, dengan masa bakti 6 tahun (s.d. 1989). Selama memimpin Ordo Fransiskan di Indonesia, ia sempat menjadi Ketua MASI (Majelis Antar Serikat Imam), dan sekaligus menjadi Ketua MASRI (Majelis Antar Serikat Religius Indonesia). Ia juga terlibat sebagai anggota dalam kerjasama Keluarga Besar Fransiskan Indonesia. Dalam kedudukannya sebagai Provinsial OFM, ia juga ditunjuk oleh Mgr. [[Leo Soekoto]], [[Yesuit|SJ]], [[Uskup Agung Jakarta]] pada waktu itu, untuk menjadi anggota Dewan Imam dan anggota Kolegium Konsultor KAJ.
 
Merasa prihatin dengan situasi di [[Timor Timur]], maka atas nama Ordo Fransiskan Indonesia, pada tahun 1988, Pater Michael membuka komunitas OFM di Same atas permintaan Uskup Dioses Dili. Setahun kemudian ia membuka komunitas di Dotik dan Alas, yang kemudian berkembang ke Welaluha (Kiras). Ia ingin membawa misi Santo Fransiskus di tempat ini, "Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai". Dalam situasi konflik perjuangan kemerdekaan Timor Leste, komunitas ini bertahan dalam situasi amat kritis bersama umatnya. Kini, komunitas telah diwarnai oleh putra-putra Timor Leste sendiri, dan telah semakin berkembang.
 
== Pengabdian dalam Bidang Kemasyarakatan ==
Baris 90:
# Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta
# Fakultas Teologi Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma
 
== Riwayat Karya ==
# Pastor Paroki Waning-Ndoso, Flores-NTT (1967)
# Pastor Paroki Sentani (1969)
# Direktur Asrama Siswa-siswi SMP Misi, Sentani (1969)
# Pastor Paroki Enarotali-Paniai (1969)
# Pastor Paroki Epouto (1969)
# Pastor Paroki Wamena (1974)
# Pastor Paroki Katedral Jayapura (1977)
# Pastor Paroki Santo Paskalis, Cempaka Putih, Keuskupan Agung Jakarta (1989-1993)
# Uskup Bogor (1994-2013)
 
== Riwayat Organisasi ==
# Pemimpin Resort Balim dan Pegunungan Bintang (1974-1977)
# Vikarius Ordo Fransiskan (1979-1985)
# Provinsial Fransiskan Indonesia (1983-1989)
# Ketua Komisi Keluarga KWI (1994-2000)
# Ketua Komisi Pendidikan dan Ketua MNPK (2000-2003)
 
== Riwayat Jabatan ==
# Ketua DPRD Tk. II Jayawijaya (1970-1971)
# Anggota DPRD Tk. I Provinsi Irian Jaya (1971-1982)
 
== Referensi ==