Penis manusia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 57:
Penis yang ereksi, dikenal sebagai ''[[phallus]]'', seringkali menjadi perlambang kesuburan. Kebudayaan Indik (yang terpengaruh [[Hinduisme]]) banyak mengadopsi perlambang ini dan diwujudkan dalam figur [[lingga|lingam]] atau lingga. Lingga juga diwujudkan dalam bentuk [[arsitektur|bangunan]] dan [[pahat]]an ([[arsitektur phallik]]), seringkali di[[stilisasi|stilistik]] sehingga tidak tampak jelas.
Kebudayaan [[Yunani Kuna]] dan [[Kebudayaan Romawi|Romawi]] mengenal Dewa [[Priapus]], yaitu dewa kesuburan yang digambarkan memiliki penis yang besar. Kepercayaan ini bahkan memasuki beberapa kelompok kultus "[[agama baru]]", sehingga terdapat "gereja" yang khusus dibangun untuk memujanya ([[Gereja
Beberapa kelompok etnis [[Dayak]] di [[Kalimantan]] dan orang [[Cebu]] di [[Luzon]], [[Filipina]]<ref>[http://www.nhcp.gov.ph/index.php?option=com_content&task=view&id=741 Maria Clara and the Golden Tara By Peter Jaynul V. Uckung]</ref>, dilaporkan menjalankan tradisi [[tindik|menindik]] penis. Hal ini dilakukan sebagai simbol kedewasaan (''[[rite de passage]]''). Praktik menindik penis juga dikenal dalam Hinduisme. Beberapa patung di [[Candi Sukuh]] dan [[Candi Ceto]], dua candi yang dibangun pada periode akhir [[Majapahit]], memperlihatkan sosok patung dengan penis ditindik. Beberapa kelompok masyarakat modern juga mempraktikkan tindik dan [[rajah]] penis untuk alasan [[estetika]] dan [[rekreasi]].
|