Pulau Sebesi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Margapesisir (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Margapesisir (bicara | kontrib)
tulisan miring
Baris 22:
 
===Pangeran Cecobaian===
Menurut legenda, dahulu pulau ini berada dibawah kekuasaan [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]]. Lalu pada akhir abad ke-16 seorang ''Mekhanai'' (Pemuda) Lampung dari Desa Damaian datang ke gunung Raja Basa dan menetap di wilayah yang saat ini dihuni oleh 4IV Marga yaitu :
# Marga Kesugihan (sekarang Marga Legun)
# Marga Ratu (Ratu Menangsi)
Baris 31:
 
===Pangeran Singa Brata===
Setelah [[Pangeran Cecobaian]] wafat, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi ini pada akhirnya diwariskan pada Pangeran Singa Brata, yang juga menjabat sebagai Kepala [[Marga Raja Basa]]. [[Pangeran Singa Brata]] adalah keturunan ke-18 dari Pangeran Cecobaian<ref name="pangerantjetjobaian" />. Ia juga merupakan salah satu pejuang dari [[Karesidenan Lampung]], [[onderafdeeling Katimbang]], yang turut membantu [[:id:Radin_Inten_II|Raden Inten II]] berjuang melawan pemerintah Hindia-Belanda<ref>Pemerintah Provinsi Lampung. Dinas Pendidikan. ''Pahlawan Nasional Radin Intan II'', Leaflet. 2004.</ref>. Sempat terjadi sengketa kepemilikan Pulau Sebesi dan Sebuku antara [[Pangeran Singa Brata]] dengan seorang penduduk [[Teluk Betung, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung|Teluk Betung]] yang bernama Haji Abdurrachman bin Ali. Haji Abdurrachman bin Ali mengajukan permintaan tertanggal 17 Juli 1848 kepada ''Civiele en Militaire Gezaghebber ''agar diperbolehkan menanam di Pulau Sebesi dan Sebuku. Hal ini diduga dilakukan untuk melemahkan perjuangan Pangeran Singa Brata terhadap penjajah. Pangeran Singa Brata pun mengajukan keberatan pada pihak pemerintah. Lalu pemerintah [[Hindia - Belanda]] pada saat itu melakukan penyelidikan terhadap status hukum Pulau Sebesi dan Sebuku. Dari hasil investigasi itu diketahui bahwa [[Pangeran Singa Brata]] adalah pemilik yang sah atas Pulau Sebesi dan Sebuku<ref name="besluitpangeransingabrata">Nederlands-Indië. 1864. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Besluiten van den Gouvernement 6 April 1864. Staatblad No. 54. 1864'']</ref>. Namun pada tahun 1856 Pangeran Singa Brata tertangkap oleh tentara [[Hindia-Belanda]] dan dibuang ke [[Manado|Manado, Sulawesi Utara]]. Untuk mengakhiri konflik, maka hak kepemilikan [[Pangeran Singa Brata]] atas pulau ini disahkan melalui ''Besluit'' (Keputusan) [[Gubernur Jenderal Hindia-Belanda|Gubernur Jenderal Hindia - Belanda]] tahun 1864. Selama masa pengasingan Pangeran Singa Brata ke Manado, pemerintahan Marga Raja Basa dan pengelolaan [[Pulau Sebesi]] dan [[Sebuku]] ditangani oleh para keluarga dari Pangeran Singa Brata, antara lain [[Pangeran Warta Manggala I]] (saudara kandung), [[Raden Tinggi]] (anak dari Pangeran Warta Manggala I), dan [[Dalom Mangku Minggar]] (tetua dalam marga Raja Basa)<ref name="pangerantjetjobaian"></ref>.
 
Tahun 1879, atau 23 tahun setelah menjalani pengasingannya, Pangeran Singa Brata dipulangkan ke Raja Basa atas permintaan 14 kepala kampung di pesisir dengan jaminan bahwa [[Pangeran Singa Brata]] tidak akan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Namun 4 tahun setelah kepulangannya, tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1883, [[Krakatau]] meletus dengan dahsyat yang memporak-porandakan wilayah pesisir gunung Raja Basa. Pangeran Singa Brata turut menjadi korban atas peristiwa ini dan ia dinyatakan tewas.<ref name="pangerantjetjobaian"></ref>