Istishhab: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Ushul fiqih}}
'''Istishhab''' atau '''Istishab''' ([[Arab]] : استصحاب) berarti meminta kebersamaan (''thalab al-mushahabah''), atau berlanjutnya kebersamaan. (''istimrar ash-shuhbah'')
 
=Terminologi=
Baris 17 ⟶ 18:
 
Maksud dari definisi [[Imam]] [[Ibnu Qayyim]] adalah, suatu hukum baik dalam bentuk positif maupun negatif, tetap berlaku selama belum ada yang mengubahnya, dan status keberadaan hukum tersebut tidak memerlukan dalil lain untuk dapat tetap terus berlaku.
 
 
 
'''Imam Ibnu Hazm'''
Baris 23 ⟶ 26:
 
Maksud dari definisi [[Imam]] [[Ibnu Hazm]] adalah, suatu hukum dinyatakan terap berlaku, jika landasannya adalah [[nash]]. Dengan demikian, bahwa penetapan hukum tidak cukup ahnya berdasarkan prinsip kebolehan dasar, tetapi harus dikukuhkan oleh dalil yang bersumber dari nash.
 
=Dalil kehujjahan=
 
Baris 46 ⟶ 48:
Akan tetapi, ketentuan yang sebaliknya yaitu, pada dasarnya segala sesuatu yang menimbulkan [[mudharat]] atau bahaya adalah haram, meskipun tidak ada dalil khusus yang menegaskannya. Hal ini didasarkan sabda [[Rasulullah]] yang berbunyi:
 
"Tidak boleh berbuat madlaratmudharat & hal ygyang menimbulkan madlarat." (HR. Ibnu Majah : 2332)
 
Hadis ini mengandung pengertian umum, yaitu melarang segala macam bentuk yang membahayakan. Bagian pertama hadis tersebut mengamdung makna menafikkan segala sesuatu yang membahayakan dan merugikan orang lain yang bersumber dari seseorang secara sepihak, sedangkan bagian yang kedua menafikkan segala yang membahayakan dan merugikan yang ditimbulkan oleh masing-masing dari kedua belah pihak.
 
Sebagian ulama mengistilahkan istishhab ini dengan ''istishhab al-bara'ah al-ashliyyah'' (tetap berlakunya ketentuan sama sekali bebas dari kewajiban) atau ''bara'ah al-'adam al-ashliyyah'' (tetapnya ketentuan sama sekali tidak ada kewajiban). Penggunaan istilah ini karena melihat dari segi tidak adanya kewajiban syara' bagi seseorang, sampai ada dalil yang menunjukkan adanya kewajiban terhadap dirinya.
-akan dilanjutkan nati-
 
 
 
'''Istishhab ma dalla asy-syar'aw al-'aql'ala wujudih''' (istishhab terhadap sesuatu yang menurut akal atau syara' diakui keberadaannya)
 
Yang dimaksud istishhab bentuk kedua adalah tetap berlakunya hukum sesuatu, baik keberlakuannya ditinjau dari syara' maupun dari logika, sampai ada alasan atau dalil lain yang mengubah keberlakuan hukum tersebut.
 
 
 
'''Istishhab al-'umum ila an yarid at-takhshish''' (menetapkan hukum berlaku umum sampai ada yang mengkhususkannya)
 
Sebagian ulama lainnya menambahkan nama lain, yaitu: ''istishhab an-nash ila an yarid an-naskh'' (tetapnya hukum sesuatu yang didasarkan oleh suatu nash, sampai ada yang menashkannya.
 
Pada dasarnya semua [[ulama]] juga sepakat dengan istishhab bentuk ketiga ini, karena konteks pembicaraan pada bentuk yang ketiga ini berkaitan dengan waktu setelah datangnya syari'at sampai berhentinya wahyu karena wafatnya [[Rasulullah]]. Persoalan yang timbul hanya berkaitan dengan perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk menyatakan suatu ''nash'' bersifat '''amm'' atau ''khashsh''. Demikian juga perbedaan seputar apakah suatu ''nash'' dipandang tetap berlaku atau sudah dinashkan oleh dalil lain.
 
 
 
'''Istishhab al-khashsh bi al-washf''' (tetapnya suatu hukum yang secara khusus berlainan dengan sifat)
 
Para [[ulama]] berbeda pendapat dalam menjadikan bentuk istishhab yang keempat sebagai dalil syara'. Dalam hal ini, [[ulama]] [[Syafi'iyyah]] dan [[Hanabilah]] secara mutlak menerimanya sebagai dalil syara'. Sedangkan [[ulama]] [[Hanafiyah]] dan [[Malikiyyah]] berpendapat istishhab bentuk ini hanya dapat menjadi dalil untuk menolak ketentuan hukum yang baru, tetapi tidak dapat menjadikan dalil untuk menetapkan hukum yang berlaku.
 
=Referensi=
Baris 57 ⟶ 79:
[[Ushul fiqh]]
{{Portal|Islam}}
{{ProyekWiki Islam}}