Arjosari, Adimulyo, Kebumen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
|nama pemimpin =Hartono
|luas =-
|penduduk =- ± 1000 jiwa
|kepadatan =-
}}
'''Arjosari''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Adimulyo, Kebumen|Adimulyo]], [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
 
{{kelurahan-stub}}
Arjosari adalah sebuah desa yang berbatasan dengan Meles di bagian Timur, Caruban dan Bonjok di selatan, Jatimulyo di Barat, dan Sidomukti dan Pekuwon di Utara. Sebagian besar dari tanahnya merupakan tanah sawah dengan produksi 2 (dua) kali panen padi setahun dengan palawija kacang hijau dll sebagai selingan pada musim kemarau. Jumlah penduduknya tidak terlalu padat, diperkirakan sekitar 1000 jiwa. Sebagian besar penduduknya hidup dengan bertani dan beternak ayam.Desa yang dilintasi 3 (tiga) sungai ini (sungai Kemit, sungai Abang, dan sungai Karanganyar) memiliki penduduk yang homogen. Hampir seluruh penduduknya adalah dari keturunan warga desa tersebut. Oleh karena itu hidup bergotong royong adalah ciri khas penduduk desa Arjosari. Kesenian tradisional yang berkembang pada saat ini di desa Arjosari adalah Seni Jamjaneng. Di Arjosari ada 2 (dua) kelompok seni Jamjaneng ialah 1. Al Mutaqin pimpinan Sumedi, SPd yang berada di dukuh Sasak (Arjosari bagian timur), 2. Al Mahrifat pimpinan H.Sihabuddin di dukuh Kemukus. Seni Jamjaneng biasanya ditampilkan pada malam hari (antara pukul 21.00 sd. 04.00) pada acara hajatan. Kesenian yang bernafaskan Islam ini dimainkan oleh laki-laki maupun perempuan dengan melantunkan nyanyian-nyanyian Islami yang diiringi dengan "terbang" (nama instrumental yang terbuat dari kayu dan kulit kambing). Sesekali nyanyian itu dilantunkan dengan suara yang syahdu, dan sesekali dengan nada tinggi melengking (ngelik). Sebelum tahun 1980-an di Desa Arjosari hampir setiap tahun diadakan pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk dalam acara selamatan desa (merdi desa). Biasanya dalang yang diundang pada saat itu adalah Ki Suwito dari Kedungbunder atau Ki Warsono dari Gombong (keduanya sudah almarhum). Tetapi pada saat ini hal itu jarang dilakukan. Pernah dilakukan pertunjukan Wayang Kulit pada tahun 2005 pada acara yang sama dengan dalang Ki Sunaryo, SIP dari Jakarta yang merupakan warga keturunan Arjosari yang merantau ke Jakarta dan belajar dalang.