Suku Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mersamjambi (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Mersamjambi (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 15:
}}
'''Suku Melayu Palembang'''
Suku Melayu Palembang umumnya bermata pencaharian Sebagai Petani. Suku Palembang juga tidak mendiami wilayah Kota Palembang saja, tetapi juga mendiami wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Seperti Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya). Dan wlayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Seperti Kecamatan Kota Kayu Agung, dan Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan suku Palembang ini juga banyak menyebar di wilayah [[Bengkulu]], dan [[Jambi]]. Suku Melayu Palembang banyak menganut Agama [[Islam]], sisanya beragama [[Buddha]]. Tetapi masih ada juga yang beragama ''animisme'', mereka juga hidup secara berdamping-dampingan dan damai.
== Kebudayaan Suku Palembang ==
Kalau bicara kota dengan pendapatan perkapita paling tinggi di [[Indonesia]], maka semua akan tertuju pada kota Palembang. Kota Palembang merupakan salah satu kota di provinsi [[Sumatera Selatan]] sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi [[Sungai Musi]].
Dari 12 juta penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku [[Palembang]]. Suku Palembang dibagi dalam dua kelompok, yaitu [[Wong Jeroo]] dan [[Wong Jabo]]. Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah rakyat biasa.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa [[Arab]], [[Cina]], suku [[Jawa]] dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia.
Banyak orang Palembang banyak menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang berkeja sebagai pedagan di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan tangan Luasnya ladang minyak di Palembangn menjadi kekayaan tersendiri kota Palembang.
Tradisi yang telah mengakar dalam budaya suku Palembang dan telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang, ialah sebagian kecil pedagang menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatera Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan lain-lain.
Banyak orang Palembang yang masih tinggal di rumah yang didirikan di atas air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Palembang yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir.
Suami atau ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah dalam sistem kekeluargaan suku Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah surgaku”. Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki dari pada anak perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai (jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).
[[Islam]] menjadi agama yang dianut sebagaina besar orang [[Palembang]]. ''Sondok piyogo'' atau dalam bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at dijunjung” merupakan semboyan yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan adat kebiasaan suku Palembang.
Lapangan pekerjaan merupakan masalah sosial suku Palembang. Karena pengangguran menjadi masalah bagi orang Palembang. Orang Palembang dikenal sebagai orang yang sulit atau bahkan tidak mau melakukan pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok bagi suku Palembang di mana kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga kemerosotan.
Dalam kesehariannya, suku Palembang berbicara dalam bahasa Palembang. Bahasa Palembang sendiri merupakan bagian atau varian dari bahasa Melayu atau sering disebut sebagai bahasa Melayu Palembang. Bahasa Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap kata. Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua dialek bahasa, yaitu [[baso Palembang Alus]] dan [[baso Palembang Sari-Sari]]<ref>[http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/978/suku-palembang Kebudayaan Kota Palembang]</ref> .
== Referensi ==
|