Abdul Halim dari Majalengka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP79Pandu (bicara | kontrib)
+wikifisasi, isi, dan ubah nama gambar
Tag: BP2014
BP79Pandu (bicara | kontrib)
+isi
Tag: BP2014
Baris 5:
'''Abdul Halim''', lebih dikenal dengan nama '''K.H. Abdul Halim Majalengka''' (lahir [[26 Juni]] [[1887]], di [[Desa Ciborelang]], [[Kecamatan Jatiwangi]], [[Kabupaten Majalengka]], [[Jawa Barat]] - meninggal [[7 Mei]] [[1962]], di Majalengka pada umur 75 tahun) adalah salah seorang [[tokoh]] [[pergerakan nasional]], tokoh [[organisasi Islam]], dan [[ulama]] yang terkenal toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat antarulama [[tradisional]] dan [[pembaharu]].<ref name="Ensiklopedi"> {{cite book|author=H.M. Bibit Suprapto|title=Ensiklopedi Ulama Nusantara|publisher=Gelegar Media Indonesia|year=2009|id=ISBN 979-98066-1114-5}} Halaman 20-25.</ref>
 
== MasaKehidupan kecilawal dan pendidikan ==
Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga [[pesantren]], Kiai Abdul Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.<ref name="Ensiklopedi"/> Ayahnya meninggal ketika Kiai Abdul Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.<ref name="Ensiklopedi"/> Sejak kecil Kiai Abdul Halim tergolong anak yang gemar belajar.<ref name="Ensiklopedi"/> Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.<ref name="Ensiklopedi"/> Ketika berumur 10 tahun Kiai Abdul Halim belajar [[al-Qur'an]] dan [[Hadis]] kepada K.H. [[Anwar]], yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.<ref name="Ensiklopedi"/> K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari [[Ranji Wetan]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/> Sebagai penggemar ilmu, Abdul Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran ([[Islam]]) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak.<ref name="Ensiklopedi"/> Hal itu terlihat ketika Kiai Abdul Halim belajar [[bahasa Belanda]] dan [[huruf latin]] kepada [[Van Hoeven]], seorang [[pendeta]] dan [[misionaris]] di [[Cideres]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Abdul Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah Jawa Barat.<ref name="Ensiklopedi"/> Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Abdul Halim adalah :<ref name="Ensiklopedi"/>
* [[Pesantren Lontang jaya]], [[Penjalinan]], [[Leuimunding]], [[Majalengka]], pimpinan Kiai [[Abdullah]].
* [[Pesantren Bobos]], [[Kecamatan Sumber]], [[Cirebon]], asuhan Kiai [[Sujak]].
* [[Pesantren Ciwedus]], [[Timbang]], [[Kecamatan Cilimus]], [[Kabupaten Kuningan]], asuhan Kiai [[Ahmad Shobari]].
* Dan yang terakhir Abdul Halim berguru kepada K.H. [[Agus]] ,[[Kedungwangi]], [[Kenayangan]], [[Pekalongan]], sebelum akhirnya kembali memperdalam ilmunya di Pesantren Ciwedus.
 
Pada umur 21 tahun, Kiai Abdul Halim menikah dengan [[Siti Murbiyah]] puteri Kiai [[Ilyas]] (Penghulu Landraad Majalengka).<ref name="Ensiklopedi"/> Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak.<ref name="Ensiklopedi"/> Setelah pernikahannya tersebut Kiai Abdul Halim tidak lantas berhenti belajar.<ref name="Ensiklopedi"/> Ia memutuskan untuk pergi ke [[Mekah]] untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman.<ref name="Ensiklopedi"/> Di Mekah, Kiai Abdul Halim berguru kepada ulama-ulama besar di antaranya Syeikh [[Ahmad Khatib al-Minangkabawi]], seorang ulama asal [[Indonesia]] yang menetap di Mekah dan menjadi ulama besar sekaligus menjadi [[Imam]] di [[Masjidil Haram]].<ref name="Ensiklopedi"/> Selama menuntut ilmu di Mekah, Kiai Abdul Hakim banyak bergaul dengan K.H. [[Mas Mansur]] yang kelak menjadi Ketua Umum [[Muhammadiyah]] dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah seorang pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dan Rais Am Syuriyah (Ketua Umum Dewan Syuro) Pengurus Besar organisasi tersebut setelah Kiai [[Hasyim Asy’ari]] meninggal pada tahun [[1947]].<ref name="Ensiklopedi"/> Kedekatan Abdul Halim terhadap kedua orang sahabatnya yang berbeda latar belakang antara pembaharu dan tradisional inilah yang membuat Kiai Abdul Halim terkenal sebagai ulama yang amat toleran.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
 
== Referensi ==