Abdul Halim dari Majalengka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
+kategori Tag: BP2014 |
+isi Tag: BP2014 |
||
Baris 19:
Selain belajar langsung kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Kiai Halim juga mempelajari kitab-kitab para ulama lainnya, seperti kitab karya Syeikh [[Muhammad Abduh]], Syeikh [[Muhammad Rasyid Ridlo]], dan ulama pembaharu lainnya.<ref name="Ensiklopedi"/> Selain itu Kiai Halim juga banyak membaca majalah [[al-Urwatul Wutsqo]] maupun [[al-Manar]] yang membahas tentang pemikiran kedua ulama tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/>
== Mendirikan lembaga pendidikan ==
Setelah tiga tahun belajar di Mekah, Kiai Halim kembali ke Indonesia untuk mengajar. Pada tahun [[1911]], ia mendirikan lembaga pendidikan [[Majlis Ilmi]] di Majalengka untuk mendidik santri-santri di daerah tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/> Setahun kemudian setelah lembaga pendidikan tersebut telah berkembang, Kiai Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama [[Hayatul Qulub]], yang kemudian Majlis Ilmi menjadi bagian di dalamnya.<ref name="Ensiklopedi"/>
Hayatul Qulub (Hayat al-Qulub) yang didirikan tahun [[1912]] tersebut tidak hanya bergerak di bidang [[pendidikan]] saja, melainkan juga masuk ke bidang [[perekonomian]].<ref name="Ensiklopedi"/> Hal ini disebabkan Kiai Halim ingin memajukan lapangan pendidikan sekaligus [[perdagangan]].<ref name="Ensiklopedi"/> Maka anggota organisasinya bukan saja dari kalangan santri, [[guru]], dan [[kiai]], tetapi juga para [[petani]] dan [[pedagang]].<ref name="Ensiklopedi"/> Namun organisasi yang bergerak di bidang dagang tersebut tentu akan mempunyai [[saingan dagang]], khususnya dengan pedagang [[Cina]] yang pada masa itu cenderung lebih berhasil di bidang perdagangan.<ref name="Ensiklopedi"/> Karena [[pemerintah]] [[Hindia Belanda]] lebih banyak membela kepentingan pedagang-pedagang Cina yang diberi status hukum lebih kuat dibanding kelompok [[pribumi]].<ref name="Ensiklopedi"/>
Persaingan tersebut memuncak ketika pemerintah Hindia Belanda menuduh organisasi Hayatul Qulub sebagai biang kerusuhan dalam peristiwa penyerangan toko-toko milik orang Cina yang terjadi di Majalengka pada tahun [[1915]].<ref name="Ensiklopedi"/> Akibatnya pemerintah Hindia Belanda membubarkan Hayatul Qulub dan melarang meneruskan segala kegiatannya.<ref name="Ensiklopedi"/> Setelah dibubarkannya organisasi tersebut, Kiai Halim memutuskan untuk kembali ke Majlis Ilmi untuk tetap menjaga kepentingan perjuangan Islam, terutama dalam bidang pendidikan.<ref name="Ensiklopedi"/>
Pada tanggal [[16 Mei]] [[1916]], Kiai Halim secara resmi mendirikan lembaga pendidikan baru yang ia beri nama ''[[Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin]]''.<ref name="Ensiklopedi"/> Lembaga pendidikan ini lebih baik dari sebelumnya, karena Kiai Halim menerapkan sistem [[klasikal]] dan [[koedukasi]].<ref name="Ensiklopedi"/> Setahun kemudian, [[HOS Cokroaminoto]] memberi dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut, yang akhirnya dikembangkan dan diubah namanya menjadi [[Persyarikatan Ulama]] yang lebih dikenal dengan [[PUI]] ([[Persyarikatan Ulama Indonesia]]).<ref name="Ensiklopedi"/>
Persyarikatan Ulama Indonesia memiliki tujuan pokok antara lain:<ref name="Ensiklopedi"/>
# Memajukan dan menyiarkan pengetahuan dan pengajaran agama Islam.
# Memajukan perihal penghidupan yang didasarkan atas hukum Islam.
# Memelihara tali percintaan dan persaudaraan yang kuat dan membangunkan hati supaya suka tolong menolong antara satu dengan lainnya.
== Pernikahan ==
|