Ahmad Amin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP77Miski (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP77Miski (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1:
{{InuseBP|BP77Miski|30 April 2014|17 April 2014}}
'''Ahmad Amin''' - selain disebut-sebut sebagai budayawan, cendikiawan, sejarawan Mesir dan salah satu guru besar yang berjasa mengembangkan [[bahasa Arab]] di Mesir, - dia juga dikenal sebagai salah satu tokoh kontroversial [[Mesir]] karena beberapa pemikirannya, terutama dalam bidang hadits yang dinilai berseberangan dengan alur pemikiran para ulama pada umumnya.<ref name="Arif">Syamsuddin Arif, ''Orientalis dan Diabolisme Pemikiran'' (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hal. 38.</ref><ref name="Nina"/><ref name="Makmun">Muhammad Makmun, “Ahmad Amin: Sastrawan Hadits yang Kontroversial,” dalam ''Yang Membela dan Yang Menggugat'', ed. Muammar Zayn Qadafy (Yogyakarta: Interpena, 2011), hal. 201, 203.</ref> Namun pemikirannya yang demikian dalam bidang tersebut tidak bisa dipungkiri memiliki pengaruh besar, tidak hanya di tanah airnya, melainkan juga di seluruh dunia [[Islam]].<ref name="Erfan">Erfan Soebahar, ''Menguak Fakta Keabsahan As-Sunnah'', (Bogor: Prenada Media, 2003), hal. 1-2, 80-87, 93-134.</ref><ref name="Nina">Nina M. Armando (et. al), ''Ensiklopedi Islam'' (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 2005), I, hal. 189.</ref>
 
==Kehidupan: Keluarga, Pendidikan, dan Karir==
Baris 6:
'''Ahmad Amin''' lahir di [[Kairo]] pada awal bulan [[Oktober]], 14 tahun menjelang akhir abad XIX, tepatnya, [[1 Oktober]] [[1886]] M. atau yang bertepatan dengan [[2 Muharram]] [[1304]] H. dan meninggal pada tanggal [[30 Mei]] [[1954]] M. yang bertepatan dengan [[30 Ramadham]] [[1373]] H. di Kairo pada umur 68 tahun.<ref name="Erfan"/> Sejak kecil dia hidup di tengah keluarga yang terdidik dan penuh disiplin.<ref name="Erfan"/> Sang ayah juga membuatkan rumah yang dipenuhi dengan beberapa literatur beragam bidang keilmuan untuk Amin bersama saudara-saudarinya yang lain, yang membuat mereka betah di dalamnya.<ref name="Erfan"/>
 
Pendidikan lain yang diterima Amin, selain dari kondisi keluarganya yang demikiran ketat mendidik anak-anaknya, dia juga belajar di ''kuttab'' untuk tingkat dasar dan menengah.<ref name="Erfan"/> Selanjutnya dia juga belajar di [[Al-Azhar]] hingga menamatkan Jurusan Peradilan Agama, kemudian mengajar sampai tahun [[1921]] di samping menjabat sebagai Hakim pada Lembaga Peradilan Agama.<ref name="Abdul">Abdul Majid Khon ''Pemikiran Modern dalam Sunnah'', (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 83, 92.</ref><ref name="Erfan"/> Beberapa tahun tinggal di sekitar Al-Azhar, kemudian Amin memutuskan untuk pindah ke Kairo.<ref name="Erfan"/> Di kota kelahirannya tersebut, pada tahun [[1926]], dia diangkat menjadi dosen Fakultas Sastra Arab (''Adab'') di [[Al-Jami'ah Al-Mishriyyah]] ([[Mesir University]]), yang selanjutnya diangkat menjadi dekan di perguruan tinggi tersebut secara berturut-turut pada tahun 1939.<ref name="Erfan"/><ref name="Abdul"/> Berikutnya, pada tahun [[1947]], dia diangkat menjadi rektor pada [[Direktorat Kebudayaan]] di [[Liga Arab]] (''[[Jami'ah Ad-Duwal Al-'Arabiyah]]'') hingga wafatnya.<ref name="Abdul"/><ref name="Erfan"/>
 
Selain memangku jabatan resmi di atas, Ahmad Amin juga aktif di beberapa kegiatan keilmuan lainnya, seperti menjadi anggota [[Dewan Keilmuan Arab]] (''[[Al-Majma'ul 'Ilmil 'Arabi]]'') di [[Syiria]]; Dewan Bahasa di Kairo; dan anggota [[Dewan Keilmuan Irak]] di [[Baghdad]].<ref name="Erfan"/> Karena keaktifan tersebut, pada tahun 1948 [[Universitas Kairo]] menganugerahkan gelar [[Doktor Honoris Causa]] padanya.<ref name="Erfan"/><ref name="Makmun"/>
 
==Pemikran dan Karya-karyanya dalam Bidang Hadits dan Karya-karyanya==
 
Terlepas dari semua prestasi dan reputasinya di [[dunia Internasional]], atau setidanya di tiga [[negara Arab]], yakni di Mesir, Irak, dan Syiria, '''Ahmad Amin''' tidak pernah lepas dari kritik dan kecaman dari berbagai pihak, antara lain dari Mushthafa As-Siba'i terkait pemikirannya yang kontorversial, secara khusus dalam bidang hadits.<ref name="Erfan"/><ref name="Abdul"/><ref name="Arif"/> Beberapa butir pemikiran Ahmad Amin antara lain sebagai berikut:
*;Penulisan Hadits
:Mengenai penulisan hadits, menurut Ahmad Amin, sebenarnya hadits tidak ditulis pada masa ketika [[Nabi]] masih hidup.<ref name="Abdul"/> Ia hanya diriwayatkan berdasarkan ingatan para periwayatnya, sehingga hal tersebut menyebabkan lahirnya banyak hadits palsu.<ref name="Abdul"/> Usaha ulama untuk melakukan kajian pun - menurutnya - tidak berhasil karena mereka tidak kritis dalam menilai keadilan para [[sahabat Nabi]] dan [[matan hadits]] itu sendiri; sejauh ini mereka hanya melakukan [[kritik sanad]].<ref name="Abdul"/>
*;Subjektivitas Pengumpul Hadits
:Menurut pandangan Ahmad Amin, periwayat atau pengumpul hadits, seperti [[Imam Al-Bukhari]], [[Imam Muslim]] dan [[Imam Ahmad]] yang dinilai adil oleh para ulama pada dasarnya mereka tidak ''[[tsiqah]]'' karena adanya subyektivitas politik.<ref name="Abdul"/> Amin mencontohkan, Imam Ahmad banyak meriwayatkan hadits-hadits [[Amawiyah]], sedangkan Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim justru sebaliknya.<ref name="Abdul"/>
 
 
==Referensi==
{{reflist}}
[[Kategori:Tokoh]] [[Kategori:Hadits]] [[Kategori:Agama Islam]] [[Kategori:Mesir]]