Budaya Maluku: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP34Itang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP34Itang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1:
{{inuseBP|BP34Itang|25 April 2014|1 April 2014}}
 
[[Berkas:Maluku manise.jpg|thumb|lambang malukuMaluku|200px|right]]
 
'''Budaya Maluku''' adalah aspek kehidupan yang mencakup adat istiadat, kepercayaan, seni dan kebiasaan lainnya yang dijalani dan diberlakukan oleh masyarakat Maluku. <ref name="Karel Albert Ralahalu"> ''Berlayar dalam Ombak, Berkarya bagi Negeri''. Ralahalu Institute, 2012 </ref>
Baris 20:
== Budaya Hawear ==
 
[[File:Sasi (Hawear).jpg|200px|left|thumb|Sasi (Hawear) di Kepulauan Kei]]
'''Hawear''' adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan masyarakat [[Kepulauan Kei]] secara turun menurun. <ref name="Jacobus W.Mosse, Johannes M.S. Telelepta, F.X. Vincent R. Letsoin"> ''Hawear di Kepulauan Kei''. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Budaya Ambon, 2012 </ref> [[Cerita rakyat]], [[lagu rakyat]], dan berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan budaya termasuk Hawear. <ref name="Jendela Buku"> {{citeweb |url=http://www.unpatti.ac.id/index.php/profil/senat-universitas/118-hawear-di-kepulauan-kei|title= ''Hawear di Kepulauan Kei'' |accessdate= 2 April 2014.19.44 |publisher= Unpatti}} </ref> Sejarah Hawear bermula dari seorang [[gadis]] yang diberikan daun [[kelapa]] kuning (janur kuning) oleh ayahnya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Kemudian janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Gadis tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang [[raja]] (Raja Ahar Danar). <ref name="Jendela Buku"> </ref> Maksud dari janur [[kuning]] tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama perjalanan. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Janur kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Hal ini adalah proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.<ref name="Jacobus W.Mosse, Johannes M.S. Telelepta, F.X. Vincent R. Letsoin"> </ref>
 
'''Hawear''' (Sasi) adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan masyarakat [[Kepulauan Kei]] secara turun menurun. <ref name="Jacobus W.Mosse, Johannes M.S. Telelepta, F.X. Vincent R. Letsoin"> ''Hawear di Kepulauan Kei''. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Budaya Ambon, 2012 </ref> [[Cerita rakyat]], [[lagu rakyat]], dan berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan budaya termasuk Hawear. <ref name="Jendela Buku"> {{citeweb |url=http://www.unpatti.ac.id/index.php/profil/senat-universitas/118-hawear-di-kepulauan-kei|title= ''Hawear di Kepulauan Kei'' |accessdate= 2 April 2014.19.44 |publisher= Unpatti}} </ref> Sejarah Hawear bermula dari seorang [[gadis]] yang diberikan daun [[kelapa]] kuning (janur kuning) oleh ayahnya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Kemudian janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Gadis tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang [[raja]] ([[Raja Ahar Danar]]). <ref name="Jendela Buku"> </ref> Maksud dari janur [[kuning]] tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama perjalanan. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Janur kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya. <ref name="Jendela Buku"> </ref> Hal ini adalah proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.<ref name="Jacobus W.Mosse, Johannes M.S. Telelepta, F.X. Vincent R. Letsoin"> </ref>
 
== Batu Pamali ==
 
[[File:Batu Pamali.jpg|200px|left|thumb|Contoh: Batu Pamali Negeri Saparua]]
 
'''Batu Pamali''' adalah simbol material adat masyarakat Maluku. <ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> ''Peranan Batu Pamali dalam Kehidupan Masyarakat Adat di Maluku''. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Budaya Ambon, 2012. </ref> Selain [[Baileo]], rumah tua, dan ''teung soa'', batu Pamali juga termasuk mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati masyarakat adat Maluku.<ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> </ref> Batu Pamali merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah negeri adat yang selalu diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi kehadiran leluhur (Tete Nene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat. <ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> </ref> Batu Pamali sebagai bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali adalah milik bersama setiap [[soa]]. <ref name="Jendela Buku"> {{cite web| url=http://www.unpatti.ac.id/index.php/profil/senat-universitas/119-peranan-batu-pamali-dalam-kehidupan-masyarakat-adat-di-maluku|title= ''Peranan Batu Pamali dalam Kehidupan Masyarakat Adat di Maluku''| accessdate= 2 April 2014.22.05|publisher= Unpatti}} </ref> Di beberapa negeri adat Maluku, batu Pamali dimiliki secara kolektif, termasuk negeri adat yang masyarakatnya memeluk agama yang berbeda. <ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> </ref> Seiring dengan perkembangan agama di masyarakat, terjadi pergeseran praktik ritus dan keberadaan batu Pamali. <ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> </ref> Dengan adanya UU No. tahun 1979, adat asli negeri-negeri diganti dengan penyeragaman sistem pemerintahan desa. <ref name="Bety D.S. Hetharion, Elifas T. Maspaitella, Hendrik H. Herwawan, Effilina Kissiya, Jenny K. Matitaputty, Jaconias Nanlohy."> </ref>
Baris 41 ⟶ 45:
 
== Budaya Arumbae ==
 
[[File:Lomba Arumbae Manggurebe.jpg|300px|right|thumb|Lomba Arumbae Manggurebe]]
 
'''Arumbae''' adalah bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang tinggal di pesisir maupun di pegunungan. <ref name="Jendela buku"> {{cite web| url=http://www.unpatti.ac.id/index.php/profil/sejarah-singkat/103-berlayar-dalam-ombak-berkarya-dalam-negeri|title= ''Arumbae Sebagai Elemen Pandangan Dunia''| accessdate= 9 April 2014.13.15|publisher= Unpatti}} </ref> Arumbae adalah kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. <ref name="Jendela buku"> </ref> Perjuangan melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu masyarakat. <ref name="Jendela buku"> </ref> Sebagai contoh, masyarakat Tanimbar - dalam mitos ''Barsaidi'' meyakini bahwa leluhur mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di lautan. <ref name="Jendela buku"> </ref>