Nifas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP54Yonia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP54Yonia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 83:
 
===Nifas pada Kelahiran Bedah (Caesar)===
Beberapa [[ulama]] mengatakan bahwa nifas pada kelahiran bedah ([[caesar]]), sama dengan hukum wanita-wanita lain yang mengalami nifas karena persalinan normal.<ref name="Atiqah">{{cite book|author=Atiqah Hamid|title = Buku Lengkap Fiqh Wanita| publisher = DIVA Press|date = 2013|pages =175}}</ref> Apabila ia melihat kemaluannya megeluarkan darah, ia wajib meninggalkan shalat dan puasa sampai ia suci. Akan tetapi, jika ia tidak melihat kemaluannya mengeluarkan darah, maka ia wajib mandi ([[bersuci]]), mengerjakan [[shalat]], dan [[puasa]] sebagaimana halnya wanita yang suci.<ref name="Atiqah">{{cite book|author=Atiqah Hamid|title = Buku Lengkap Fiqh Wanita| publisher = DIVA Press|date = 2013|pages =175}}</ref>
 
===Bersuci setelah Nifas===
Wanita yang sudah berhenti nifasnya, maka ia wajib [[bersuci]]. Tata cara bersucinya sama saja dengan tata cara mandi haid. Perbedaanya hanya di niatnya.
 
<big>نَوَيْتُ الغَسْلَ عَنِ النِفَاسِ لِلهِ تَعَالَىc</big>
Baris 101:
</ref>
 
Cara mandi wajib setelah nifas sama dengan [[mandi junub]], namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Dianjurkan Menggunakan Sabun.
Hal ini berdasarkan hadis[[hadits]] [[Aisyah radhiallahu ‘anha]], yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haid. Beliau menjelaskan:
 
<big>
Baris 166:
</ref>
 
Darah yang keluar bukan karena sebab melahirkan adalah darah haid sebagai suatu ketetapan dan sunnatullah atas seorang wanita. Di mana bila si wanita sudah dapat [[hamil]] dan melahirkan maka secara umum akan datang kepadanya haid di waktu-waktu tertentu, sesuai dengan keadaan dan kebiasaan si wanita. Bila seorang wanita hamil umumnya ia tidak mengalami haid, karena [[janin]] yang dikandungnya beroleh sari-sari makanan dengan darah yang tertahan tersebut.<ref name="Asy Syariah">{{cite web
| title = Perbedaan antara Darah Haid, Istihadhah, dan Darah Nifas
| work =
Baris 177:
</ref>
 
Keluarnya darah haid menunjukkan sehat dan normalnya si wanita. Sebaliknya tidak keluarnya darah haid menunjukkan ketidaksehatan dan ketidaknormalan seorang wanita. Makna ini disepakati oleh ahli ''ilmi syar’i'' dan [[ilmu kedokteran]], bahkan dimaklumi oleh pengetahuan dan kebiasaan manusia. Pengalaman mereka menunjukkan akan hal tersebut. Karena itulah ketika memberikan definisi haid, [[ulama]] berkata bahwa haid adalah darah alami yang keluar dari seorang wanita pada waktu-waktu yang dimaklumi.<ref name="Asy Syariah">{{cite web
| title = Perbedaan antara Darah Haid, Istihadhah, dan Darah Nifas
| work =
Baris 188:
</ref>
 
Menurut pendapat yang ''shahih'', tidak ada batasan umur minimal seorang wanita mendapatkan haid. Begitu pula batasan waktu minimal lamanya haid, sebagaimana tidak ada batasan maksimalnya. Tidak ada pula batasan minimal masa suci di antara dua haid. Bahkan yang disebut haid adalah adanya darah, dan yang disebut suci adalah tidak adanya darah. Walaupun waktunya bertambah atau berkurang, mundur ataupun maju, berdasarkan ''zahir nash-nash syar’i'' yang ada, dan zahir dari amalan kaum muslimin. Juga karena tidak melapangkan bagi wanita untuk mengamalkan selain pendapat ini.<ref name="Asy Syariah">{{cite web
| title = Perbedaan antara Darah Haid, Istihadhah, dan Darah Nifas
| work =
Baris 199:
</ref>
 
Adapun [[istihadhah]] adalah darah yang keluar dari seorang wanita di luar kebiasaan dan kewajaran, karena sakit atau semisalnya.
Bila seorang wanita terus menerus keluar darah dari kemaluannya, tanpa berhenti, maka untuk mengetahui apakah darah tersebut darah haid ataukah darah istihadhah bisa dengan tiga cara berikut ini secara berurutan.<ref name="Asy Syariah">{{cite web
| title = Perbedaan antara Darah Haid, Istihadhah, dan Darah Nifas
Baris 211:
</ref>
 
(1) Apabila ia memiliki kebiasaan [[haid]] dalam waktu yang tidak cukup lama. Sedangkan, jika waktu haid melebihi dari kebiasaannya, dipastikan bahwa darah tersebut ialah darah [[istihadhah]]. <ref name="Atiqah">{{cite book|author=Atiqah Hamid|title = Buku Lengkap Fiqh Wanita| publisher = DIVA Press|date = 2013|pages =179}}</ref>
 
(2) Bila ternyata si wanita tidak memiliki ‘adah dan darahnya bisa dibedakan, di sebagian waktu darahnya pekat/kental dan di waktu lain tipis/encer, atau di sebagian waktu darahnya berwarna hitam, di waktu lain merah, atau di sebagian waktu darahnya berbau busuk/tidak sedap dan di waktu lain tidak busuk, maka darah yang pekat/kental, berwarna hitam, dan berbau busuk itu adalah darah haid. Yang selainnya adalah darah istihadhah.<ref name="Atiqah">{{cite book|author=Atiqah Hamid|title = Buku Lengkap Fiqh Wanita| publisher = DIVA Press|date = 2013|pages =179}}</ref>