Memetika: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k added links |
|||
Baris 37:
Kemungkinan menganalisis meme secara kuantitatif dengan menggunakan alat ''neuroimaging'' dan pernyataan bahwa studi tersebut telah dilakukan diberikan oleh McNamara (2011).<ref>McNamara, Adam (2011). "Can we Measure Memes?". ''Frontiers in Evolutionary Neuroscience.''</ref> Penulis ini mengusulkan ''hyperscanning'' (scanning dua individu secara bersamaan saat berkomunikasi dalam dua mesin MRI terpisah) sebagai alat utama untuk menyelidiki memetika di masa depan.
Pada tahun 2013 akademisi Australia, JT Velikovsky mengusulkan “holon” sebagai struktur meme,<ref>[http://storyality.wordpress.com/2013/12/12/storyality-100-the-holonic-structure-of-the-meme-the-unit-of-culture/ "Holonic Structure of the Meme - The Unit of Culture".] ''StoryAlity academic weblog, JT Velikovsky.'' diakses 27-04-2014</ref> dan mensintesis teori besar tentang meme dari Richard Dawkins, Mihaly Csikszentmihalyi, EO Wilson, Frederick Turner (penyair) dan Arthur Koestler.
Memetika bisa dipahami sebagai metode untuk menganalisis evolusi budaya secara ilmiah. Namun, para pendukung memetika seperti yang dijelaskan dalam ''Journal of Memetics''-''Evolutionary Models of Information Transmission'' (diterbitkan sejak tahun 2005) percaya bahwa “memetika” memiliki potensi untuk menjadi analisis budaya yang penting dan menjanjikan dengan menggunakan kerangka konsep evolusi. Keith Henson yang menulis buku ''Memetics and the Modular-Mind'' (Analog Agustus 1987) membuat pernyataan bahwa memetika perlu memasukkan ilmu psikologi evolusioner untuk memahami sifat-sifat psikologis pelaku meme.<ref>[http://human-nature.com/nibbs/02/cults.html "''Sex, Drugs, and Cults by H. Keith Henson''".] Human-nature.com, diakses 27-04-2014</ref> Hal ini terutama berlaku pada ciri pelaku meme yang bervariasi waktunya, menjelaskan tentang meme, seperti yang mengarah ke pertentangan.<ref>[http://www.mankindquarterly.org/summer2006_henson.html "''Evolutionary Psychology, Memes and the Origin of War''".] Mankindquarterly.org, diakses 27-04-2014</ref>
Baru-baru ini, Christopher DiCarlo telah mengembangkan gagasan “''memetic equilibrium''” untuk menggambarkan keadaan budaya yang sesuai dengan keseimbangan biologis (''biological equilibrium''). Dalam buku ''Problem Solving and Neurotransmission in the Upper Paleolithic'', DiCarlo berpendapat bahwa seiring dengan kesadaran manusia yang berevolusi dan berkembang, berkembang pula kapasitas nenek moyang kita untuk memikirkan dan mencoba memecahkan masalah lingkungan secara lebih canggih dan terkonsep. Dengan dipahami seperti ini, pemecahan masalah antara kelompok tertentu, bila dianggap memuaskan, sering menghasilkan perasaan kendali lingkungan, stabilitas, singkatnya-''memetic equilibrium''. Keuntungannya tidak hanya praktis dan menyediakan kegunaan yang murni fungsional, tetapi juga bersifat biokimia dan muncul dalam bentuk ''neurotransmitter''. Hubungan antara kesadaran yang muncul secara bertahap dan bahasa canggih, di mana untuk merumuskan representasi, kesadaran dan bahasa tersebut dikombinasikan dengan keinginan untuk menjaga keseimbangan biologis, dan membuat agar keseimbangan memetika untuk mengisi kesenjangan konseptual untuk memahami tiga aspek yang sangat penting dalam zaman paleolitik akhir: kausalitas, moralitas, dan kematian. Keinginan untuk menjelaskan fenomena yang terkait dengan menjaga kelangsungan hidup dan stasis reproduktif, menghasilkan sikap normatif dalam benak nenek moyang kita, yaitu nilai “''survival/reproductive''” (atau nilai SR).
|