}}
'''Pegandon''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Kendal]], [[Provinsi]] [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
'''KYAI JEBENG - PEGANDON'''
Tentang
<nowiki> </nowiki>Kyai Jebeng Pegandon cerita yang tersebar di daerah sekitar, bahwa Kyai
<nowiki> </nowiki>Jebeng Pegnadon adalah santri atau pengikut Pangeran Benowo. Dan
dituturkan bahwa nama Kyai Jebeng Pegandon yang sebenarnya adalah
Surogondo. Disebut Jebeng Pegandon, karena tokoh yang mebmuka desa dan
kemudian dinamakan Pegandon itu meninggal dunia dalam usia muda, yang
atrinya belum berkeluarga, sehingga ada kesulitan untuk mencari
asal-usulnya. Namun pada akhir-akhir ini diketahui bahwa para "penyekar"
<nowiki> </nowiki>secara rombongan berasal dari trah keraton Surakarta.
Tanda
<nowiki> </nowiki>kebesaran dan kealiman Kyai Jebeng Pegandon ini kadag-kadang masih
dapat dirasakan oleh para penduduk sekitar. Antara percaya dan tidak
percaya, jika waktu sholat telah tiba dan tetap ada orang yang bekerja
di sekitar makamnya, maka yang bersangkutan mendapat peringatan.
Kadang-kadang barang bawaannya (rumput) ditunggui seekor ular. Kalau
tidak demikian, barang bawaannya dimasuki ular, dan karena tidak
diketahui, maka barang itu tetap diangkat. Anehnya, si empunya tidak
mampu lagi mengangkat. Namun, setelah dibuka ternyata diketahui di dalam
<nowiki> </nowiki>rumput itu ada seekor anak ular kecil. Kalau tidak demikian,
kadang-kadang terlihat seekor katak yang "besarnya" luar biasa.
== PEGANDON DALAM SEJARAH ==
'''PANGERAN BENOWO (SUNAN ABINAWA) PEKUNCEN'''
Makam Pangeran Benawa di Desa Pakuncen Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal Jawa Tengah
Pangeran Benawa atau Raden Hadiningrat
· Pangeran Benawa
Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa adalah Raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587,
bergelar Kanjeng Adipati Pengging/ Pangeran Benawa/ Pangeran Hadipati/
Sultan Prabuwijaya.
· Silsilah Panger...
an Benawa
Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Jingkir, Raja pertama Pajang.
<nowiki> </nowiki>Sejak Kecil ia dipersaudarakan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang
mendirikan Kerajaan Mataram.
Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas
Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang
kemudian melahirkan Sultan Agung, Raja terbesar Mataram.
Selain
<nowiki> </nowiki>itu, Pangeran Benawa juga memiliki Putra bernama Pangeran Radin, yang
kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, Pujangga-pujangga besar
Kasunanan Surakarta
· Kisah Kehidupan Pangeran Benawa
Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi
ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu
itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi
adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya
<nowiki> </nowiki>menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang
bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban,
membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai
<nowiki> </nowiki>di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram
berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan
kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya
sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya.
· Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa
<nowiki> </nowiki>kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu
dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena
kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan,
<nowiki> </nowiki>Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram.
Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak
yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat
karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke
Jipang.
Persekutuan
<nowiki> </nowiki>Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang
berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa
menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya.
<nowiki> </nowiki>Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya. Namun hanya berjalan satu tahun.
· Akhir Kerajaan Pajang
Sepeninggal
<nowiki> </nowiki>Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan
Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak
Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan
putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
· Perjalanan Pangeran Benawa setelah meninggalkan Kerajaan Pajang
Dalam
<nowiki> </nowiki>catatan Amien Budiman pada Babad Tanah Jawi bahwa Pangeran Benawa
setelah hanya bertahta satu tahun, pergi ke Sedayu Jawa Timur kemudian
menuju ke Barat dan sampai di Hutan Kukulan daerah Kendal bersama para
pengiringnya, Kyai Bahu, Kyai Wiro dan dua lagi tidak diceritakan
namanya.
Selama
<nowiki> </nowiki>di hutan itu Pangeran Benawa merasakan sejuk hatinya melihat padang
yang luas, sedang tanahnya baik dan rata. Hanya sayang tempat itu tidak
ada sungai. Pangeran Benawa memberitahukan kepada sahabatnya tentang
tidak adanya sungai itu, dan mereka mengatakan memang sebaiknya Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa membuat sungai.
Kyai
<nowiki> </nowiki>Bahu dan Kyai Wiro diperintahkan menyudet sungai di dekat tempat itu
hingga airnya bisa mengalir ke hutan dan menyenangkan hati mereka yang
bermaksud bertempat tinggal di kawasan itu. Pangeran Benawa bersama
empat sahabatnya pergi ke sungai lotud. mereka menjumpai tempat yang
agak datar dan memudahkan aliran air. Kemudian Pangeran Benawa menyudet
sungai itu dengan menggunakan tongkat. Aliran sungai itu mengalir ke
arah timur laut sampai di hutan yang akan dijadikan pemukiman mereka.
Waktu
<nowiki> </nowiki>itu sudah masuk waktu subuh. Pangeran Benawa bermaksud berhenti di
tempat itu untuk melakukan sholat subuh. Adzan subuh dilakukan sendiri
oleh Pangeran Benawa mendengar ada suara yang menjawab adzan yang
diucapkan. Suara itu datang dari lurus arah timur tempat Pangeran Benawa
<nowiki> </nowiki>melaksanakan sholat subuh. Peristiwa aneh tersebut disampaikan pada
keempat sahabatnya.
Oleh
<nowiki> </nowiki>Pangeran Benawa kemudian diperintahkan kepada para sahabatnya untuk
mencari dimana asal suara yang menjawab adzannya. Namun mereka tidak
menemukan apa-apa, hanya tiga buah makam dan ketiganya bernisan batu.
Sayangnya dalam Babad Tanah Jawi tidak menyebut tiga makam itu milik
siapa. Pangeran Benawa memeriksa ketiga makam itu secara teliti. Sedang
di sebelahnya adalah sebuah pohon besar yang sudah berlubang, yang
disebutnya pohon kendal. Kyai Bahu dan Kyai Wiro serta dua rekannya
diperintahkan oleh Pangeran Benawa agar tinggal di hutan itu dan
membuatnya menjadi tempat pemukiman. Desa itu kemudian diberi nama Desa
Kendal.
Sedangkan
<nowiki> </nowiki>Pangeran Benawa bermaksud tinggal di hutan sebelah selatan yang
letaknya berdekatan dengan sudetan sungai. Ia berjalan ke arah selatan
dengan diikuti oleh tiga sahabatnya, karena Kyai Bahu diperintahkan
untuk tinggal di tempat yang baru dibuka itu. Sampai di hutan
Tegalayang, Pangeran Benawa berhenti untk bertapa ngluwat, bertapa
dengan mengubur dirinya dalam sebuah lubang. Lubang dipersiapkan oleh
ketiga sahabatnya, dan selanjutnya Pangeran Benawa masuk di dalamnya,
dan ketiga sahabatnya agar menutupnya. Sebelumnya dipesankan oleh
Pangeran Benawa, bila sudah mencapai empatpuluh hari, maka lubang itu
diminta untuk dibuka.
Setelah
<nowiki> </nowiki>lebih satu bulan, datang dua utusan dari Mataram sambil membawa surat
dari Panembahan Senopati yang akan diberikan kepada Pangeran Benawa,
namun tidak dijumpai di tempat tersebut. Sebaliknya, mereka hanya
bertemu dengan seorang pande besi yang bediam di hutan itu namanya Kyai
Jebeng Pegandon. Kedua utusan itu mengira bahwa pande besi itu adalah
Pangeran Benawa, maka disampaikan surat itu kepadanya sambil
memberitahukan bahwa Pangeran Benawa diundang oleh Panembahan Senopati.
Karena merasa dirinya bukan Pangeran Benawa, maka Kyai Jebeng Pegandon
si tukang besi itu menjawab:
"Bawalah pulang surat itu. Aku tidak mau diundang, dan lagi pula aku tidak mau mengabdi pada raja".
Kedua
<nowiki> </nowiki>utusan itu pulang dan memberi laporan kepada Panembahan Senopati bahwa
Pangeran tidak mau. Dan oleh Panembahan Senopati memang dua utusan
tersebut telah keliru. Maka mereka diperintahkan kembali ke hutan
mencari Pangeran Benawa di sebelah selatan hutan itu. Di samping itu
juga mereka diperintahkan mendatangi lagi Kyai Jebeng Pegandon si pande
besi sambil membawa wewdhung panelasan (pisau raut besar bersarung untuk
<nowiki> </nowiki>menghabisi nyawa seseorang) untuk memancung leher pande besi tersebut.
Para
<nowiki> </nowiki>utusan Mataram itu kembali ke hutan Kendal dan terlebih dahulu menuju
ke tempat Kyai Jebeng Pegandon dan memberi tahu maksud kedatangannya
atas perintah Panembahan Senopati. Kemudian Kyai Jebeng dibunuh dengan
menggunakan wewedang dan jenazahnya dimakamkan di Pegandon.
Akhirnya
<nowiki> </nowiki>kedua utusan tadi sampai di hutan Tegalayang dan mereka bertemu dengan
ketiga sahabat Pangeran Benawa yang sedang menunggui lubang tempat
bertapa Paengeran Benawa. Kedua utusan tadi menanyakan keberadaan
Pangeran Benawa. Oleh Kyai Wiro, dijelaskan bahwa Pangeran Benawa sedang
<nowiki> </nowiki>bertapa ngluwat baru sebulan lebih empat hari. Oleh Kyai Wiro
disarankan memang sebaiknya kedua utusan itu bersabar dan mau menunggu
karena bertapanya hanya tingga enam hari lagi. Dan sebagaimana pesan
Pangeran Benawa, pertapaannya dibuka kembali setelah masa empat puluh
hari oleh Kyai Wiro. Alangkah terkejut, ketika lubang terbuka ternyata
Pangeran Benawa tidak ada di tempat, lubang itu kosong. Setelah kesana
kemari dicari akhirnya Pangeran Benawa dijumpai sedang duduk tafakur
menghadap ke arah barat.
Setelah
<nowiki> </nowiki>meminta izin sowan, Kyai Wiro menyampaikan ada utusan dari Mataram,
kemudian Pangeran Benawa mempersilahkan untuk bertemu dengannya. Maka
kedua utusan itu menghaturkan surat dari Panembahan Senopati. Surat
diterima dan dibaca, ternyata isinya Pangeran Benawa diminta untuk
datang ke Mataram. Adapun sebabnya, yang pertama kakandanya rindu, dan
yang kedua, apa saja kehendak Pangeran Benawa akan dituruti Panembahan
Senopati. Pangeran Benawa menolak. "Aku tidak mau ke Mataram Jika
kakanda Senopati mempunyai kehendak apapun, aku wakilkan kepada Kyai
Bahu saja. Kakanda tidak usah membuat surat lagi". Kemudian Kyai Bahu
dibawakan kepada kedua utusan tersebut ke Mataram.
Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa selanjutnya tinggal di hutan/gunung Kukulan. Akan tetapi selang
beberapa hari ia pergi dari tempat itu ke arah utara, mencari tempat
tinggal yang lebih baik. Akhirnya ia menjumpai tempat yang bagus, berada
<nowiki> </nowiki>di pinggir sungai. Bersama ketiga sahabatnya, Pangeran Benawa tinggal
di tempat itu. Tidak lama kemudian banyak orang berdatangan ingin
bertempat tinggal dan belajar kepadanya. Tempat itu kemudian menjadi
desa, diberi nama Desa Parakan (amargi kathah tiyang ingkang sami dateng
<nowiki> </nowiki>umarak ing Kanjeng Pangeran/karena banyak orang yang datang dan
menghadap Kanjen Pangeran).
Kemudian
<nowiki> </nowiki>timbul pertanyaan dimanakah yang dimaksud dengan desa arakan itu?
apakah Parakan yang sekarang ini merupaka sebuah tempat di Kabupaten
Temanggung? Kalau tempat itu yang dimaksud, mestinya perjalanan Pangeran
<nowiki> </nowiki>Benawa ke arah selatan bukan ke arah utara, sedangkan hutan Kukulan
sebuah tempat yang letaknya kurang lebih 2 km dari Desa Sojomerto
sekarang ini. Karena arah perjalanan Pangeran Benawa dari gunung/hutan
Kukulan ke arah utara, tidak tertutup kemungkinan bahwa desa itu bernama
<nowiki> </nowiki>Pakuncen masuk Kecamatan Pegandon.
Di
<nowiki> </nowiki>desa itu ada masjid peninggalannya, ada sumur dan bahkan ada sebuah
genthong yang konon katanya berasal dari Demak, namanya Genthong Puteri.
<nowiki> </nowiki>Diceritakan juga bahwa genthong itu semula satu pasang, yang berarti
ada dua buah, dimana yang satu tetap berada di Demak. Konon kedatangan
genthong itu datang sendiri dari Demak lewat sungai dengan dikawal oelh
seekor kebau, yang diberi nama "Kebo Londoh", yaitu jenis kerbau yang
kulitnya putih. Orang JAwa menyebutnya "Kebo Bule".
Genthong
<nowiki> </nowiki>itu sekarang ditanam di (serambi) bagian selatan masjid, dan hanya
mulut genthongnya yang kelihatan. Genthong itu diyakini sebagai satu
kesatuan dengan sumur yang ada di sebelah selatan masjid. Oleh
masyarakat, air sumur itu bisa sebagai sarana pengobatan, dan hal itu
sudah banyak yang membuktikan. Caranya, air dari sumur dimasukkan ke
dalam genthong puteri dan dari genthong itulah diambil airnya. Makam
Pangeran Benawa berada di belakang masjid Pakuncen.
Setelah
<nowiki> </nowiki>sampai di keraton Mataram, Kyai Bahu menerima tugas dari Panembahan
Senopati agar usahanya membuka hutan dan tanah serta membuat tempat
pemukiman di kawasan hutan Kendal supaya dilanjutkan menjadi suatu
negeri, sedang penghasilannya diserahkan kepada Pangeran Benawa. Di
samping itu Pangeran Benawa diangkat derajatnya oleh Panembahan Senopati
<nowiki> </nowiki>dengan nama Susuhunan Parakan. Sedangkan Kyai Bahu diberi nama
kehormatan Kyai Ngabehi Bahurekso.
· Makam Pangeran Benawa
Makam Pangeran Benawa, yang berada di kompleks makam Desa Pakuncen, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah.
sekitar
<nowiki> </nowiki>dua kilometer dari kompleks makam Pekuncen, terdapat sebuah goa yang
dinamakan Goa Pekukulan dimana Pangeran Benawa bertapa.
sumber : buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hammam Rokhani
dan dari berbagai situs mohon maaf bila terdapat kekeliruan
== Wisata Religi di Pegandon ==
Masjid Pekuncen dan Makam Mbah sunan Abinawa
<gallery>http://4.bp.blogspot.com/-9LtEWwikIq8/Ua7NsYliacI/AAAAAAAAAC0/gQzQDUlX1tQ/s379/390847_324436780909315_259340217_n.jpg</gallery>
== MBAH SINGONEGORO ==
'''MASJID “NURUT TAQWA” PENANGGULAN PEGANDON'''
''' "SINGONEGORO"'''
'''SAKSI PERJUANGAN TUMENGGUNG BAHUREKSO DI PEGANDON'''
Masjid
<nowiki> </nowiki>“NURut TAQWA” Penanggulan Pegandon, Kendal, jawa tengah 7 km kearah
barat daya kota Kendal, keberadaannya terlepas dari karisma seorang
tokoh kerajaan MAtaram Islam, yakni Tumenggung Bahurekso yang pernah
menyerang Batavia (Jakarta) untuk mengusir Kompeni Belanda ketika
Mataram diperintahkan Sultan Agung.
Akibat kegagalan yang dialami
oleh prajurit Mataram, akhirnya mereka mengundurkan diri dan kembali ke
mataram, namun sebelumnya sempat tinggal lama diPegandon dan pengikut
Tumenggung Bahurekso Tumenggung Bahurekso, diantara prajurit Kiai
Jumerto yang berdakwah didaerah Jumerto, Kiai Jebeng didaerah Jebeng,
Kiai Srogo didaerah Srogo, Kiai Puguh didaerah Puguhl, Kiai Poloso
didaerah Ploso yang semuanya masih berdekatan dengan daerah Pegandon.
Prajurit
<nowiki> </nowiki>Tumenggung Bahurekso juga membangun bui (penjara) diselatan masjid.
Namun peninggalannya tidak dapat dijumpai lagi akibat diterjang banjir.
Menurut
<nowiki> </nowiki>penuturan Kiai Haya’ yang masih ada trah (Keturunan) Tumenggung
Bahurekso,di Pegandon Tumenggung Bahurekso dikenal dengan sebutan “MBAH
SULAIMAN”, tetapi, ada yang menyebut “SINGONEGORO”
“MBAH SULAIMAN”
atau “BAHUREKSO” atau “SINGONEGORO” Bin Mearh Bin Batoro Katong (Sunan
Katong) yang merupakan trah dari Brawijaya V, Raja Majapahit yang
makamnya di Kaliwungu.
Menurut Kiai Haya’ (Gg.Delima – Penanggulan)
tidak tahu persis siapa yang membangun masjid tersebut, namun diyakini
lebih tua dari masjid keramat Pekuncen. Sunan Benowo pun Sewaktu-waktu
berguru pada “MBAH SULAIMAN” alias “TUMENGGUNG BAHUREKSO”
KEISTIMEWAAN
Wujud
<nowiki> </nowiki>masjid Nurut Taqwa yang sekarang sudah bukan Sali lagi karena telah
mentgalami beberapa kali pemugaran, wujud asli masjid adalah lebih kecil
<nowiki> </nowiki>dan terbuat dari kayu Jati, mulai tiang sampai atapnya, sehingga cepat
rusak terkena air hujan, pada akhir tahun 1945 dilakukan renovasi
besar-besaran dan wujudnya dapat dilihat pada foto tersebut,yang masih
tersisa hanya beduk saja, sedangkan benda-benda peninggalan “TUMENGGUNG
BAHUREKSO” lainnya, seperti “ARIT” dan “GENTONG” sudah raib, bahkan
gentongnya sudah pindah ke masjid Pekuncen.
Salah satu keistimewaan
Masjid ini, dahulu meskipun terjadi banjir besar, namun air tidak pernah
<nowiki> </nowiki>menyentuh masjid, kekawatiran akan terjadinya banjir itu disinyalir
karena adanya peringatan “MBAH SULAIMAN” untuk tidak meninggikan masjid,
<nowiki> </nowiki>karena sekitar masjid akan terendam air jika banjir, tetapi peringatan
itu tidak diindahkan dan masjid tetap ditinggikan, akibatnya benar-benar
<nowiki> </nowiki>luar biasa, banjir sering terjadi dan mengganas lewat sungai bodri yang
<nowiki> </nowiki>terletak dibelakang masjid. Bahkan suatu hari setelah Idul Adha, banjir
<nowiki> </nowiki>kembali melanda dan menghancurkan rumah-rumah penduduk. Apakah ini
akibat peringatan “MBAH SULAIMAN”yang tidak digubris ? Wallahu a’lam
Selanjuttnya
<nowiki> </nowiki>Kiai Haya’ menjelaskan, meskipun makam“TUMENGGUNG BAHUREKSO” ada
dimana-mana, namun yang ada jasadnya hanya yang ada dibelakang masjid
Nurut Taqwa Penanggulan, bahkan pejabat Kendal, seperti Bupati Kendal
sering mengunjungi makam “TUMENGGUNG BAHUREKSO” tersebut.
Menurut
Kiai Haya’ berdasarka nasehat sesepuh, sebelum ziarah ke Muria dan
Kaliwungu, hendaknya ke Penanggulan – Pegandon dulu, karena urutannya
dari Penanggulan – lantas Kaliwungu dan terakhir di Muria Kudus.
Untuk
<nowiki> </nowiki>mengenang jasa-jasa “TUMENGGUNG BAHUREKSO” pada setiap tanggal 27
Syawal diadakan Haul (peringatan Kemangkatan) para peziarah yang berasal
<nowiki> </nowiki>dr berbagai daerah diKendal, bahkan, ada yang dari Malaysia, Singapura.
<nowiki> </nowiki>Ini membuktikan bahwa “MBAH SULAIMAN” tidak hanya dikenal di Pegandon
dan Kendal saja, tetapi sampai luar negeri.
Meskipun sudah tidak asli
<nowiki> </nowiki>lagi, namun Masjid Nurut Taqwa menyimpan sejarah perjuangan Islam
Nusantara. Bahkan, hari jadi Kendalpun tidak luput dari sejarah
perjuangan “TUMENGGUNG BAHUREKSO” yang gagah perkasa menentang penjajah
Belanda di Tanah Air.
<nowiki>*</nowiki>disadur oleh Abdur Rohman Hallo Pegandon*
Dari buku Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia - Halaman 234 – 1999 Th. Gema Insani
== Desa/kelurahan ==
|