Malu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 2:
[[File:WLANL - MicheleLovesArt - Museum Boijmans Van Beuningen - Eva na de zondeval, Rodin.jpg|thumb|right|[[Hawa]] menutupi tubuhnya dan menundukkan kepalanya dalam sebuah patung [[Auguste Rodin|Rodin's]] ''Eve after the [[Kejatuhan manusia|Fall]]''. ]]
 
'''Malu''' adalah salah satu bentuk emosi manusia.<ref name="Lewis"/> Malu memiliki arti beragam, yaitu sebuah emosi, pengertian, pernyataan, atau kondisi yang dialami manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukandilakukannya sebelumnya, yangdan kemudian ingin ditutupinya.<ref name="helen"/> Pelakunya penderitaPenyandang rasa malu secara alami ingin menyembunyikan diri dari orang lain karena rasaperasaan tidak nyaman jika perbuatannya diketahui oleh orang lain.<ref name="helen">{{Citation |last= Lewis |first= Helen B. |title=Shame and guilt in neurosis |publisher=International University Press, New York |year= 1971 |isbn= 0-8236-8307-9 |page=63 }}</ref> Dalam beberapa buku, misalnya buku berjudul ''Shame: Theory, Therapy, Theology'' karya Stephen Pattison dan ''Shame: Exposed Self'' karya Michael Lewis, malu identik dengan perasaan yang dialami [[Hawa]] di taman Eden ketika ia habis melanggar perintah Tuhan untuk tidak memakan buah [[Kuldi]], atauyaitu buah tentang pengetahuan yang baik dan jahat.<ref name="Pattinson">{{en}}Stephen Pattinson., Shame: Theory, Therapy, Theology, New York: Cambridge University Press, 2000, Hal. 229-237</ref><ref name="Lewis">{{en}}Michael Lewis, Shame: Exposed Self, New York: The Free Press, 1992, Hal. 1-7</ref> Pada saat itu dikisahkan Hawa merasa malu karena dia sadar bahwa dirinya telanjang akibatsetelah ia melakukan perbuatan [[dosa]], yaitu memakan buah kuldi ituyang dilarang oleh Tuhan sendiri.<ref name="Lewis"/><ref name="Pattinson"/>
 
==Karakter Rasa malu==
Rasa malu dapat terjadi di mana saja.<ref name="Lewis"/> Malu dapat muncul pada diri seseorang terkait dengan dimensi psikologis, teologi, filosofis, dan [[sosiologi]]s.<ref name="Albers">{{id}}Robert H. Albers., MALU, Sebuah Perspektif Iman, Yogyakarta: Kanisius, 1998</ref> Menurut Calr Schneider dalam buku ''Shame, Exposure, Privacy membagi'', rasa malu terbagi dalam dua kategori, yaitu rasa malu yang berhubungan dengan kehinaan seseorangaseseorang (disgrace shame) dan rasa malu yang terkait dengan kesopanan (discretionay shame).<ref name="Albers"/> Schneider berpendapat bahwa ''disgrace shame'' lebih diutamakan sehingga ''discretionary shame'' dapat diabaikan.<ref name="Albers"/> Namun, keduanya tetap diperlukan oleh manusia untuk menghindarkan diridirinya dari perbuatan yang memalukan.<ref name="Albers"/>
 
Menurut para penulis [[abad pencerahan]] seperti Thomas H. Burgess, [[Charles Darwin]], [[Leo Tolstoy]], [[Fyodor Dostoyevsky]], dan khususnya [[Nietzsche]], mengakuimanusia adanyasecara kodrati memang memiliki ''discretionary shame'' dan nilainya positif dalam interaksi manusia.<ref name="Albers"/> Rasa malu yang berhubungan dengan kesopanan ini memiliki fungsi positif untuk menjamin adanya kesopanan, privasi, kesusilaan, dan kebijaksanaan.<ref name="Albers"/> FungsinyaFungsi rasa malu ialah untuk menetapkan batasan-batasan yang tepat guna mencegah invasi atau penyerbuan yang melanggar kehormatan dan integritas orang lain.<ref name="Albers"/> Rasa malu menjaga batasan-batasan jati diri.<ref name="Albers"/> Menurut Schneider, malu membimbing seseorang untuk berlaku mempertahankan integritas, dan oleh karena itu sangat erat dengan disiplin [[etika]].<ref name="Albers"/>
 
==Fakta Rasa Malu==
Dalam dunia [[psikologi]] dan [[antropologi]], malu bersentuhan dengan dimensi psikologi manusia, malu merupakan emosi klasik (bawaan) manusia yang terhubung dengan [[rasa bersalah]], kesombongan, dan kesadaran diri.<ref name="Lewis"/> Rasa malu membawa perilaku manusia kepada depresi dan anti-sosial.<ref name="Lewis"/> Seseorang yang mengalami rasa malu berarti ia sedang mengalami [[konflik]] dalam dirinya, yaitu konflik karena dirinya melakukan negoisasi nilai antara kenyataan dan [[naluri]], jika naluri dan kenyataan itu tidak selaras, maka terjadi konflik, dan timbul rasa malu.<ref name="Lewis"/>
 
Rasa malu menyebabkan seseorang menjadi mudah marah, kemudian penyandangnya menarik diri dari lingkungan, karena kehilangan kepercayaan diri, dan ada banyak orang yang menutupi penyebab rasa malu dengan bersikap nasisnarsis.<ref name="Lewis"/> Narsisme menjadi puncak perilaku untuk menghindari rasa malu.<ref name="Lewis"/>
 
==Rasa Malu dan Kekristenan==
Malu dan rasa beragama, terutama dalam kekristenan memiliki hubungan yang rumit.<ref name="Pattinson"/> Seseorang yang memiliki [[iman]] atau kepercayaan tentangakan kehadiran [[Tuhan]] yang melihat perbuatannya bisa sangat mudah sekali mengalami rasa malu.<ref name="Pattinson"/> Namun, konsep tentang Allah sebagai Bapa dalam kekristenan menolong manusia untuk lebih cepat pulih dari keterpurukan akibat rasa malu dengan catatan hubungan orang yang bersangkutan dengan figur ayahbapa yang ada dalam pikirannya adalah hubungan yang dekat dan dewasa.<ref name="Pattinson"/> Hal ini menolong seseorang untuk dapat mengungkapkan perasaannya kepada figur Bapa yang kemudian ia percayai sebagai Tuhan.<ref name="Pattinson"/> Namun, jika seseorang memiliki konsep figur Bapa yang otoriter, justru ia akan semakin menyembunyikan perasaan malunya secara berlebihan dan biasanya orang yang merasa malu justru menghindar dari kegiatan keagamaan karena takut kepada Tuhan.<ref name="Pattinson"/>
 
Dalam [[Yohanes 1]]:18 dikatakan, "Tidak seorang pun pernah melihat Allah."<ref name="Pattinson"/> Ayat ini, oleh beberapa orang dianggap menolong, tapi juga sebaliknyadapat bagimenghancurkan seseorang yang sedang mengalami rasa malu.<ref name="Pattinson"/> Jika Allah selalu melihat manusia, sedangkan manusia tidak melihatnya, namun mengimaninya, iniseseorang akan menolong seseorangterbantu untuk tidak terjatuh pada perbuatan penyebab rasa malu.<ref name="Pattinson"/> Namun, pascasetelah melakukan perbuatan yang menurutnya memalukan, seseorang yang kemudian mendapati konsep Allah yang tersembunyi sebagai(hasil tafsirperenungan dariatas teks Yohanes 1:18) tadi justru memperparahsemakin akibatparah darimengalami rasaketertekanan akibat perasaan malu, yaitu ketika seseorang melihat Allah yang tersembunyi mamun mampu hadir dalammelalui simbol, metafora, dan pengajaran dalam gereja maupun di mana pun dia berada.<ref name="Pattinson"/>
 
==Malu dalam Pandangan Islam==
Menurut Fadhulullah Al-Jailani, malu adalah perubahan yang menyelubngi seseorang lantaran khawatir kepada sesuatu yang tercela, sesuatu yang sejatinya buruk.<ref name="Al-Mishri"/> Rasa malu dalam Islam dibagi menjadi dua, yaitu yang terberi, yang disebut ''gharizi'' dan yang diusahakan yang disebut ''muktasab''.<ref name="Al-Mishri">{{id}}Mahmud Al-Mishri., Manajemen Akhlak Salaf Membentuk Akhlak Seroang Muslim Dalam Hal Amanah, Tawadhu', dan Malu, Solo: Pustaka Arafah, 2007, Hal. 176-203</ref>
 
Rasa malu dalam Islam sangat dihargai, bahkan Allah sendiri dipercayai memiliki rasa malu.<ref name="Al-Mishri"/> Hal ini terdapat dalam sebuah HadisHadits, "Sesungguhnya Allah ta-ala Maha Pemalu lagi Maha Pemurah, Dia Malu jika seseorang mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada-Nya, lalu dia mengembalikan keduanya kosong sia-sia" (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani di dalam Irwa Al-Ghalil, VII/ 367).<ref name="Al-Mishri"/> Oleh karena itu Rasul sangat menganjurkan umat Islam untuk menghiasi diri dengan rasa malu.<ref name="Al-Mishri"/> Malu dalam Islam disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai akibat karena melangar aturan, kurang bersungguh-sungguh dalam menyembah, malu karena rasa hormat, malu karena ingin memuliakan orang lain, malu karena kekerabatan, malu karena merasa hina dan kecil, malu karena cinta, malu dalam rangka beribadah, malu karena punya kemuliaan dan harga diri, malu kepada diri sendiri.<ref name="Al-Mishri"/>
 
==Rujukan==